Noel (2)

345 13 0
                                    

Noel (2)

(Nathan)

Bab 65 - Noel (2)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bab 65 - Noel (2)

(Nathan)

Anak itu kini berlarian ke segala penjuru apartemen mungil kami sembari meminum Chocolate Latte yang kebetulan tidak diminum Cheryl tadi. Noel mengeluarkan suara tawa riang dan merentangkan kedua tangannya seolah dia sedang terbang menyebrangi benua.

"Rumah Om Nath kecil!!!" sahutnya lalu berlari menuju kamar dan menaiki ranjang di atasnya. Anak itu melompat-lompat girang tak peduli sebenarnya ia sedang membuat berantakan kamar ini.

"Om Nath punya satu kamar tidul!" teriaknya mengatur napas kemudian melompat lebih tinggi.

Kulirik Cheryl di sampingku yang mulai menggeliat tak karuan di atas sofa, sembari membaca majalah bisnisku lagi bergantian sembari mengawasi tingkah Noel. Aku terkikik sendiri melihatnya. Dia pasti gatal ingin membereskan rumah kami yang dibuat Noel berantakan.

Detik selanjutnya, Noel berlari kepadaku. "Rumah Noel besaaarrr sekali lho! Kenapa rumah Om Nath kecil?" tanya anak itu sembari menelengkan kepala padaku.

Aku tertawa dan mengerling pada istriku yang mengigit bibir melihat apartemennya yang seperti kapal pecah. "Mau tahu nggak kenapa rumah Om Nath kecil?"

Noel mengangguk dan menatapku dengan bola mata biru yang berbinar.

Seringai jahil muncul di wajahku, "Om Nath punya rumah kecil karena Om nggak mau jauh-jauh sama Tante Cheryl."

Puk!

Tiba-tiba aku mendapat tepukan pedas dari Cheryl di punggungku. Namun, ketika kulihat wanita itu hanya terkekeh setelah mendengar perkataanku.

"Om Nath sayang Tante Chel?" tanya Noel lagi.

Aku mengangguk, "Om Nath sayaaanggg banget sama Tante Chel. Apalagi kalau setiap malam kami ...."

PUK!!!

Kali ini tamparan lebih pedas sampai berdenyut di kulit punggungku dan membuatku mengeluarkan suara gelak tawa, "Auuww!!" Mataku mengerling ke arah wanita itu, "Cher?! Untuk apa itu?!"

Bibir wanita itu hanya mengerucut, "Aku mencegahmu sebelum Noel terkontaminasi," katanya lalu beralih pada Noel yang tertawa melihat kami. "Noel mau ikut ke super market?" tanya Cheryl kemudian.

"Supel malket?" Noel balas bertanya.

Cheryl mengangguk, "Ya, kita akan beli sphagetti di sana. Noel suka, bukan?"

Noel memandangku sejenak dan menarik kaosku, "Om Nath ikut?"

"O-oh ... itu ...," Aku beralih pada Cheryl yang mungkin saja lebih ingin menghabiskan waktu berdua dengan Noel.

Tetapi ternyata wanita itu memberiku tatapan memohon ini seolah berkata: Nathan! Aku perlu kamu! Aku nggak tahu apa-apa tentang Noel! Kamu harus ikut, oke?! Kalau nggak kamu nggak akan kuberi 'jatah' selama sebulan lho! Pokoknya ikut! Nathan harus ikut!

Oke, itu agak berlebihan. Itu versi terjemahanku untuk menjelaskan apa arti tatapan Cheryl yang kadang bisa disalahpahami.

Walau sejujurnya saja aku malas ikut, maksudku ini akhir pekan dan sudah seharusnya ini waktu untuk beristirahat. Namun, melihat istriku yang mulai mengeluarkan jurus andalannya untuk menyogokku untuk ikut. Kau tahu, 'kan? Mata memelas versi Cheryl itu benar-benar meluluhkan hatiku itu! Wanita ini sudah tahu aku tak bisa menolak.

"Baiklah aku ikut," jawabku pada akhirnya dan aku bisa melihat wajah kelegaan mereka berdua.

***

"Mau saus pasta? Atau saus keju?" tanya Cheryl memamerkan dua kaleng produk saus sphagetti instan di depan wajah Noel.

Tak perlu memakan waktu lama ketika kami bertiga pergi ke super market. Seperti yang Cheryl katakan, kami akan membeli bahan-bahan untuk membuat sphagetti yang disukai Noel.

Sepanjang waktu sejak kami tiba, Noel masih suka bersembunyi di antara dua kakiku. Membiarkan rambut hitam cepaknya menyembul seperti bulu-bulu yang tumbuh liar di kakiku. Namun, melihat manik mata coklat yang berkilau itu, siapapun tidak akan tahan melihatnya. Begitu pula Cheryl.

Aku tahu dia berusaha mendekatkan diri dengan Noel, meski anak itu masih ragu-ragu pada Cheryl.

Pelan-pelan kulihat Noel mulai menggerakkan tangannya ke salah satu kaleng yang Cheryl pegang dan menunjuk kaleng pesta yang kemerahan.

"Noel mau itu," katanya.

Prosesnya cukup lambat, tetapi lambat laun aku yakin hal baik akan datang.

"Cher ... kurasa persediaan deterjen kita habis, jadi aku akan ... kau tahulah, menuju ke bagian produk sabun."

Aku bohong. Sebenarnya aku ingin meninggalkan mereka berdua sejenak untuk mengambil waktu saling mengenal.

Mendengar ucapanku, Noel menarik celana jeansku dengan genggaman yang cukup kuat. Kepalaku menunduk ke bawah dan bisa kulihat bibir anak itu yang kini mengatup rapat bersama manik hazelnya yang memohon ikut. Mulutku mengulas senyum masam menyadari bahwa Noel masih bergantung padaku.

"Noel ikut sama Tante Chel dulu, oke?"

Dari raut wajahnya yang mengerut, Noel sebenarnya mati-matian ingin ikut denganku. Haduh, aku mulai menggaruk belakang kepala.

Memangnya apa yang seram dari istriku ini, huh? Aku tidak pernah melihat Cheryl memukul anak orang atau membentak marah padannya. Dia wanita yang baik, dan paling menggememaskan yang pernah kutemui. Entah kenapa anak kecil tetap saja tak mau berlama-lama bersama Cheryl.

"Noel, setelah ini kita akan pergi ke bagian makanan sosis, lho!" Cheryl ikut menimpali. "Noel mau sphagetti dengan sosis, 'kan?"

Mendengar kata "sosis" sempat menarik perhatian Noel kepada wanita itu. Aku tahu hal paling Noel sukai di dunia selain sphagetti dan pizza adalag sepotong sosis panggang di piringnya. Beruntung aku memberitahu Cheryl soal itu tempo hari.

"Sosis? Di mana?" tanya Noel dengan antusiasnya yang luar biasa.

Cheryl membuat lengkungan ini di bibirnya dan berkata, "Ikut sama Tante Chel dulu. Nanti Tante tunjukkan tempatnya."

Noel sempat kembali memandangku dan berharap ia masih bisa ikut denganku. Namun kurasa, sosis lebih menarik baginya sekarang.

***

Aku menggumamkan lirik lagu favorit ketika tak sengaja berjalan sendirian masuk ke area peralatan rumah tangga. Ada banyak benda-benda yang terbuat dari alumunium tergantung di sepanjang dinding. Seperti sendok sayur, panci, spatula dan lainnya. Pandanganku menyebar ke seluruh arah, sampai satu benda membuatku berhenti.

Deretan produk botol minum bayi yang disusun dalam rak.

Langkahku mendekat padanya, pandanganku melekat seterusnya. Ada variasi warna dan model untuk botol minum bayi itu. Semuanya mengambil tokoh-tokoh kartun populer dan semacam itu.

Aku tertawa sendiri memperhatikan itu semua. Entah kapan, pasti aku akan menyentuh benda ini dan memberikannya pada anakku. Konyolnya, aku. Punya anak saja belum, tetapi imajinasiku sudah macam-macam.

"Nathan!!" Pekikan suara itu membuatku terhenyak dan menoleh ke belakang.

Cheryl menghampiriku begitu cepat dengan napasnya yang memburu, "Nathan ...," katanya memelas dan seketika ada banjir air mata yang tertahan di pelupuk matanya.

"Ada apa?" kataku ikut panik.

"Noel ...," katanya menahan isak, "dia hilang!"

Apa?!

***

Vote dan komen lah apabila karya tulis saya pantas untuk mendapat dukungan 😉

Once Twice Trice (TAMAT) | 1.4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang