Berubah (6)

456 20 0
                                    

Berubah (6)

(Cheryl)

Kutarik napas dalam-dalam dan menjawab telepon dari Nathan.

“Halo, Nathan,” kataku lalu menyandarkan tubuhku ke dinding putih. Bau obat rumah sakit memang masih tercium, tetapi tak apa. Ada hal yang lebih penting.

Hening. Tak ada jawaban.

“Nathan?” panggilku lagi.

Jeda kembali. Aku mulai berpikir apakah Nathan salah pencet tombol atau apa.

“Nathan apa kau di sana?” tanyaku lagi.

Kali ini baru ada jawaban, “Kau … baik saja?”

Aku sempat tercenung mendengar pertanyaannya, “Ya, aku baik. Sebenarnya agak kelelahan.”

“Apa kau masih lama?” tanya lelaki itu di sana.

Aku mengangguk, “Hanya perlu beberapa menit. Agak lama mungkin. Ada apa, sayang?”

“Aku hanya …,” Nathan terkekeh, “aku merindukanmu, Cher.”

Aku sudah sering mendengar ucapan memelas itu berkali-kali jika dia sedang berada di kantor dan kebosanan. Namun, aku tahu ada yang berbeda dari ucapannya, sebab itu sukses membuat pipiku menghangat. “Apa kau lupa bagaimana kau meniduriku tadi pagi? Kita bercinta begitu panas, Nath. Kau membuat tubuhku penuh bekas merah. Kau itu mau memakanku, huh?”

“Bekas merah itu ada agar kau ingat bahwa kau itu istriku,” katanya.

Seketika mataku melirik cincin emas berlian yang sudah berada di jemariku selama setahun ini, “Aku masih punya cincinmu, Nath. Aku tidak akan lupa. Kau juga jangan lupa kalau sudah punya istri yang pecemburuan.”

Nathan tertawa lagi. Oke, mungkin ini saat yang tepat aku harus mengatakan sedikit soal kedatanganku ke Dokter Kelly ini.

“Nathan, kau masih di sana?”

Jeda.

“Ya, aku masih di sini,” jawabnya.

Oh, Tuhan. Jangan siksa jantungku sekarang. “Nathan, aku ….”

Ayo, Cheryl katakan!

“A-aku itu … a-anu ….”

Ada apa dengan mulutku?! Kenapa aku jadi kacau begini?!

“Aku akan mendengarnya, sayang,” kata Nathan melembutkan suaranya seolah tahu bahwa istrinya sedang tak pandai berkata-kata.

Oh, Tuhan. Bagaimana bisa Engkau memasangkan Nathan menjadi suamiku? Bagaimana pria sebaik ini menjadi pasangan hidupku? Dia mempunyai segala yang kuinginkan. Memberiku bahagia. Memberiku senyum saat langit kelabu. Dia memberiku kehangatan dan rasa aman. Lalu juga … dia memberiku cinta. Hingga rasanya aku tak tahu seberapa perasaannya padaku, hingga aku takut tidak bisa membalas kebaikannya itu.

Dan sekarang … aku takut mengecewakan Nathan lagi.

“Nathan, aku punya … aku punya mimpi mempunyai anak kembar,” kataku menerawang ke langit-langit dan menahan gelombang air mata ini sebelum merebak. “Tapi impian itu kutulis saat SMP, sebelum aku tahu kalau aku tidak punya kerabat atau nenek moyang yang melahirkan anak kembar sebelumnya. Jadi … aku hampir berpikir kalau aku tidak beruntung.”

Ya, itu impian yang terdengar konyol. Tetapi, diriku yang polos saat itu hanya berpikir, bahwa aku ingin Tuhan mengkaruniaiku seorang anak.

“Keluargaku juga tidak mempunyai keturunan kembar,” kata Nathan. “Tapi … aku bersumpah akan menyayangi anak kita bahkan jika tidak kembar sekalipun. Atau jika dia mempunyai jantung cacat sepertiku. Dia akan mempunyai ibu yang baik hati sepertimu dan ayah yang nakal sepertiku. Kita akan membahagiakannya. Mungkin kita akan kesusahan dan kerepotan mengganti popoknya tiap pagi, tetapi kita bersama, sayang. Kau punya aku.”

Once Twice Trice (TAMAT) | 1.4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang