Tunangan

579 34 0
                                    

Bab 11 – Tunangan

(Cheryl)

Kak Ced mengantarku menuju sudut kota yang lebih ramai dengan pertokoan dan tempat makan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kak Ced mengantarku menuju sudut kota yang lebih ramai dengan pertokoan dan tempat makan. Aku sering melewati tempat ini jika ingin membeli peralatan tulis. Namun, aku tak pernah mengira di tempat ini ada sebuah restoran yang cukup terkenal seperti yang Cedric ceritakan sepanjang jalan. Sekitar lima menit kemudian, barulah mobil kami singgah di sebuah restoran desain kotemporer dengan dinding putih dan furnitur kayu sederhana. Namun, tempat ini tetap terasa nyaman bagi siapa pun.

Setelah beberapa saat kami memutuskan duduk di salah satu meja, “Apa ada makanan yang ingin kau pesan?” tanya Cedric menatapku lembut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah beberapa saat kami memutuskan duduk di salah satu meja, “Apa ada makanan yang ingin kau pesan?” tanya Cedric menatapku lembut.

Aku tersanjung dengan raut wajah yang ia tunjukan padaku. Hampir membuatku jadi teringat kalau Nathan sering memberikan hal yang sama. Ah, aku jadi terpaksa harus menutupi wajahku dengan buku menu sebelum dia sadar pipiku jadi merona sekarang. Bersama Cedric terasa aneh.

Andai Nathan ada di sini, harusnya dia yang mengajakku ke tempat ini dan menghabiskan sedikit waktu denganku. Berkencan, makan siang bersama, atau hal-hal yang biasa dilakukan oleh pasangan normal lainnya.

Sayangnya, dia tidak begitu peka dan meninggalkanku tanpa kabar selama seminggu. Seolah … dia seperti ragu ingin menikah denganku.

“Cher?” panggil Cedric membuyarkan lamunanku.

“I-iya?” Malunya aku. Sekarang aku akan makan siang bersama Kak Ced, jangan sampai masalah pribadiku mengacaukan nostalgia kami.

“Kau ingin memesan sesuatu?” kata Kak Ced mengangguk ke arah pelayan yang sedari tadi menungguku.

Haduh, kenapa tiba-tiba aku jadi salah tingkah di sini?

“Aku ingin mencicipi makanan apa yang menurut Kakak enak,” kataku seadanya.

Kak Ced tersenyum padaku, “Kami pesan yang ini,” katanya lalu menunjuk pada buku menu.

“Baik, Tuan. Akan kami antar segera kepada anda dan … istri anda,” kata si pelayan lalu mencelos pergi.

Bibirku langsung bungkam mendengar kata-kata pelayan tadi. Astaga, pelayan tadi mengira kami pasangan suami istri?! Walau rasanya itu salah, aku jadi malu sendiri sekarang! Oke, jangan salah paham! Ini bukan seperti aku masih menyukai Kak Ced! Itu sudah lama berlalu! Astaga, Cheryl ingatlah! Kau itu sudah dilamar Nathan!

Kudengar di seberang meja, Kak Ced terkekeh mendengar kata-kata si pelayan tadi, “Mungkin dia salah mengira dengan cincin di jemarimu itu,” katanya menunjuk cincin di jemari manisku.

“Aku sudah menyadarinya sejak di sekolah tadi,” Cedric memberi jeda dan menghembuskan napas panjang, “ngomong-ngomong, apa aku boleh tahu siapa laki-laki yang beruntung itu?”

Memang seperti yang diharapkan dari kemampuan seorang pengacara. Analisisnya membuatku kagum.

Aku mengangkat bahu dan menjawab, “Well, itu perlu waktu yang lama sih … kau mungkin mengenalnya di dunia bisnis. Terutama dalam pengembangan teknologi kesehatan,” kataku merasakan pipiku menghangat. “Namanya ….”

“Maaf, bisakah aku mengganggu kalian sebentar?” Seketika suara itu muncul. Entah dari mana asalnya. Entah bagaimana munculnya. Sosok Nathan sekarang menjulang di depanku dengan raut wajah yang tak bisa kubaca.

Kok dia bisa ada di sini?

“Nathan?” panggilku tak percaya setelah tak melihat sosoknya selama beberapa hari.

“Kalian saling kenal?” kata Cedric menunjukkan dahinya yang mengerut.

“O-oh, dia tunanganku … perkenalkan ….”

“Nathan James Lumbert, huh?” tukas Cedric seolah sudah mengetahuinya sejak melihat wajah Nathan menghampiri kami. “Perkenalkan, Cedric Franklin.” Kak Ced kemudian mengulurkan tangan kananya.

Meski tampak ragu untuk beberapa saat, Nathan akhirnya membalas jabat tangan itu, “Maaf, aku ingin bicara dengan calon istriku sebentar,” tukas Nathan melirik padaku dengan tatapan yang tak bisa kubaca.

Apa dia sedang kesal padaku?

“Nathan, tunggu sebentar ….” Aku masih syok dengan permintaannya yang tiba-tiba.

Kedua mata Cedric yang biru menyipit, “Kenapa buru-buru? Kita bisa mengobrol sebentar. Kalian baru bertunangan, bukan?”

Rahang Nathan menegang. Oke, mungkin dia sedang mengalami hari yang buruk atau apa, karena yang kutahu Nathan tidak akan pernah sekejam itu pada orang yang baru ditemuinya.

Kening Nathan mengernyit, “Apa itu salah jika aku ingin bicara dengan Cheryl?”

Cedric menggeleng, “Tidak. Aku hanya bertanya, kenapa harus buru-buru? Cheryl ingin di sini dan makanan yang dipesannya mungkin akan tiba sebentar lagi. Sayang kalau makanan itu jadi dingin hanya karena … ‘pembicaraan’ kalian.”

Baiklah, aku mulai merasa suasana akan kacau jika aku tidak segera menengahi mereka, “Kak Ced, bisa beri aku waktu 10 menit?” kataku dan di waktu yang sama, tangan Nathan langsung menarikku bangkit dari kursi dan membawaku keluar dari restoran tanpa mengucapkan satu patah katapun dengan Cedric.

Ya ampun, laki-laki ini. Sikapnya sungguh berbeda dari yang biasa. Kutatap punggung Nathan yang menyembunyikan wajahnya yang kusukai. Dia ini sedang memikirkan apa? Baru seminggu tak ada kabar, tak ada telepon, dan seketika muncul berulah seenaknya. Seperti ulah tipikalnya dulu. Ketika dia marah, selalu saja orang lain menjadi pelampiasannya.

Aku tidak suka. Terutama bagaimana tatapannya dengan Kak Cedric.

***
Vote dan komen lah apabila karya tulis saya pantas untuk mendapat dukungan 😉

Once Twice Trice (TAMAT) | 1.4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang