Gara-Gara Kertas

965 42 1
                                    

Bab 4 – Gara-Gara Kertas

(Nathan)

Rasanya menyenangkan menghabiskan waktu melihat tempat di mana Cheryl menghabiskan masa kecilnya. Perumahan yang berdekatan dengan wilayah hutan pinus. Agak sepi, tetapi cukup menenangkan. Aku bisa membayangkan sosoknya ketika masih kecil berlarian mengejar kucing liar atau menjahili adiknya.

“Kau diam-diam menyelinap ke kamar kakakku semalam, ya?” tanya Daryl tiba-tiba membuatku ingin kena serangan jantung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Kau diam-diam menyelinap ke kamar kakakku semalam, ya?” tanya Daryl tiba-tiba membuatku ingin kena serangan jantung.

“Dari mana kau tahu?” kataku menyeringai jahil.

Daryl hanya mengerling padaku, “Kamarku ada di sebelah kamar kakak, ingat?”

Benar, aku lupa.

Tapi … tunggu dulu. Berarti dia mendengar ….

“Kalian lumayan berisik lho semalam,” Daryl melanjutkan, “kalian melakukan ‘itu’ ya?”

Aku tidak percaya dia bisa mengatakan kalimat itu dengan begitu santainya. Sementara aku yang bahkan belum jadi kakak iparnya saja sudah dibuat malu setengah mati. Apa ini efek mahasiswa yang kuliah di program kedokteran? Daryl memang penuh kejutan. Sama seperti kakaknya.

“Aku tidak melakukan macam-macam pada kakakmu tahu! Aku bukan lelaki bejat di dalam pikiranmu.”

“Jadi … kalian tidak ngapa-ngapain, ya?” Daryl terdengar tidak bersemangat.

“Kenapa malah kau yang kecewa?”

Kami kemudian tertawa.

Tak lama setelah itu ponsel di kantong celanaku bergetar. Aku sudah sedikit menduga pesan ini akan datang. Selama di luar negeri aku sudah sedikit membantu perusahaan beliau untuk mengurusi beberapa klien. Sekarang, mungkin aku akan mendapat pekerjaan lainnya. Kutatap layar ponsel itu dan mengerucutkan bibir setelah membaca pesan yang tertera di sana. Cheryl harus tahu soal ini, kupikir.

“Ada apa?” tanya Daryl.

“Aku … harus pulang duluan,” kataku masih membaca pesan itu lebih teliti.

Daryl sepertinya paham, “Tuan Bisnis sepertinya harus kembali bekerja.”

***

Jadi, setelah jalan pagi itu, aku memutuskan untuk menemui Cheryl sebelum dia berangkat mengajar di sekolah. Memberitahunya bahwa aku tak bisa menginap lebih lama sebelum daftar klien-klien yang baru saja dikirim ayahku, sudah kuatasi. Suasana rumahnya agak sepi saat itu. Aku hanya bertemu ibu Cheryl di depan halaman, menyirami tanaman dan rerumputan.

“Ma’am, Apa Cheryl ada di dalam?” tanyaku pada wanita itu.

Wanita itu mengangguk, “Kurasa dia ada di kamarnya dan panggil saja aku Paige.”

Aku tersenyum, “Terima kasih, Paige.”

Aku lega setidaknya Ibu Cheryl menerima hubunganku dengan putrinya. Ya … walau masih belum lengkap tanpa restu dari sang ayah.

Dan di sinilah aku. Setelah beberapa menit menaiki tangga dan sekali lagi aku berada di depan pintu kamarnya. Merasa gundah sendiri ingin mengetuk atau tidak. Astaga ini bukan seperti aku semacam penjahat mesum, ‘kan? Aku hanya ingin bicara dengan Cheryl. Calon istriku sendiri. Tidak ada yang salah ‘kan?

Tok! Tok! Tok!

Tak ada jawaban. Namun ketukan itu, secara tak sengaja membuat pintu tak terkunci itu terbuka sendiri. Aku langsung memalingkan muka, bukan tanpa alasan. Melainkan aku takut kalau aku kepergok melihat Cheryl sedang ganti baju atau aku melihat celana dalamnya berserakan di kamar. Atau malah melihat gadis itu memakai ….

Tuh, ‘kan! Pikiranku jadi mesum lagi?!! Argh!!! Tuhan, kenapa aku terlahir menjadi laki-laki yang nafsuan begini?! Umurku sudah 26 tahun! Dan kenapa pikiranku seperti anak 13 tahun baru puber! Harusnya aku sudah bisa menahan ini! Karakter laki-laki yang baik bisa rusak kalau begini!

Secara sadar maupun bukan, kedua mataku kembali beralih ke kamar itu. Tak ada siapa pun di sana. Atau hal memalukan lainnya. Kamar yang cukup rapi dan … sedikit membuatku penasaran.

Iseng, aku akhirnya masuk ke dalam. Sekadar mengintip dan memuaskan hati.

Satu hal yang pertama kali kulihat adalah warna dindingnya merah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Satu hal yang pertama kali kulihat adalah warna dindingnya merah. Bukan seperti merah terang. Namun, warna merah yang lembut hampir seperti warna pastel. Kemudian setelah itu hanya furnitur biasa. Sebuah tempat tidur. Sebuah lemari kayu. Sebuah meja kerja. Sebuah jendela yang menghadap keluar.

Lalu hal aneh yang tertangkap mataku, tepat di atas meja belajar. Sebuah buku terbuka seperti si pembaca sebelumnya lupa untuk menutupnya kembali. Aku mendekatinya dan melihat bahwa itu bukan buku biasa.

Itu buku foto kelulusan SMP kami dulu. Aku tersenyum sendiri dan mengambil buku itu untuk kulihat sebentar. Ada beberapa foto di mana aku bermain pentas teater. Ada pula foto di mana Cheryl bersama seorang teman perempuannya di depan kelas.

Beberapa menit aku jadi lupa tujuan awalku kemari dan malah keasikan membaca buku itu.

Sampai sebuah kertas tanpa sengaja menyelip ke luar dari buku dan jatuh ke lantai.

Keningku mengernyit menatap kertas itu dan benakku menerka-nerka. Mengapa ada sebuah kertas terselip di buku ini?

Ragu-ragu aku menatap sekitar, dan menebak kalau mungkin Cheryl akan datang sebentar lagi. Tetapi … itu kertas apa ya? Aku penasaran. Apa itu surat cinta? Surat cinta dari mantan? Ya … Cheryl tidak pernah bercerita padaku soal mantan-mantan kekasihnya dulu. Aku akui kalau sedikit penasaran soal itu. Namun, aku menghargai privasinya.

Namun bagaimana jika kertas itu berisi daftar mantan kekasih Cheryl? Beranikah aku mengetahui jumlahnya yang mungkin bisa sampai puluhan?

Maksudku, Cheryl ‘kan termasuk wanita cantik. Dia pasti memiliki beberapa saat SMA atau SMP yang tidak kuketahui.

Kutatap lagi kertas yang semakin menggoda itu. Rasanya seperti kertas itu sedang berbicara padaku dan berkata, “Buka aku … Buka aku … Kau penasaran, ‘kan? Ayo buka aku …”

Aku ini sudah berumur 26 tahun. Aku bukan anak kecil yang bisa langsung berbuat sesuka hati. Secara umur sudah dewasa, harusnya hal-hal seperti ini bukanlah hal yang membuatku hilang kendali.

Tetapi…

Kutatap kertas itu dan pintu ke luar bergantian.

Bagaimana jika itu memang benar?

Hening.

Sialan, kalau sudah soal Cheryl, masa bodoh mau bagaimana! Aku penasaran!!! Aku cuma lihat sebentar! Nggak akan ketahuan!

***

Vote dan komen lah apabila karya tulis saya pantas untuk mendapat dukungan 😉

Once Twice Trice (TAMAT) | 1.4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang