Meskipun seorang personil DPM, Ars tidak dapat begitu saja masuk menuju sel tahanan untuk menengok Ralline. Sama seperti pengunjung-pengunjung lain, dia harus melewati dua kali tahap pemeriksaan. Sekotak donat yang dibawanya terpaksa tidak dapat diterima Ralline dalam keadaan utuh dan cantik karena penjaga harus memotongnya untuk menemukan benda-benda, pil-pil atau zat-zat terlarang lainnya yang dicurigai diselipkan di barang bawaan pengunjung. Meskipun sel di DPM diperuntukkan bagi personil DPM dari berbagai divisi yang melanggar peraturan, tapi penjagaan dan pemeriksaannya, terutama untuk yang tersandung kasus narkoba, sama seperti di penjara umum. Ralline memang bukan personil DPM tapi karena secara tidak langsung bekerja untuk DPM, dia harus mendekam di sel DPM sebelum ada pemeriksaan dan pembuktian lebih lanjut yang akhirnya membawa dirinya ditahan di penjara umum setelah kasusnya selesai diproses di pengadilan dan dia dinyatakan bersalah.
"Maaf kalau kami harus merusak donat Anda, detektif," kata salah seorang petugas jaga.
"Tidak apa-apa. Saya paham prosedurnya." Ars tersenyum. Dia masih tersenyum ketika petugas tadi memindahkan kopi dari cup karton ke dalam sebuah plastik.
"Silahkan masuk, detektif." Petugas itu menyerahkan sekotak donat dan seplastik kopi.
"Trims."
Ralline sedang duduk menekuri lantai saat Ars berdehem di depan sel. Ralline mengangkat wajahnya.
"Ars, terima kasih sudah datang." Ralline berdiri tanpa semangat.
"Kubawakan donat dan kopi tapi mereka sudah diobrak-abrik di pintu penjagaan." Ars memberikan barang bawaannya melalui sela-sela jeruji sel.
"Apa yang sebenarnya terjadi, Ars? Ini semua seperti mimpi buruk dan aku merasa tidak dapat melakukan apapun untuk menolong diriku sendiri karena," Ralline menghela nafas panjang. "Aku benar-benar tidak tahu apa yang sedang terjadi."
Ars mengulurkan tangannya agar Ralline dapat menggenggamnya. "Aku juga tidak tahu, Lin. Tapi aku berusaha keras untuk mencari tahu. Dan aku punya berita buruk untukmu. Temanmu, Cygnus, yang mengunjungimu tadi pagi ditemukan tewas di dalam sebuah mobil di Jalan Intan dengan sayatan panjang di lehernya."
"Apa? Tunggu...tunggu." Ralline melepaskan tangan Ars. "Kamu tadi menyebut nama siapa?" Cygnus? Cygnus siapa?"
Dahi Ars berkerut. "Labkrim menemukan kartu di bagasi mobil tempat mayat ditemukan. Nama yang tertulis di kartu itu adalah Cygnus."
"Ars, nama temanku Roy Wijayanto. Bukan Cygnus," kata Ralline bingung.
Bibir Ars mengatup. Matanya tajam menatap Ralline, berusaha mencari sesuatu yang membuatnya merasa bahwa Ralline yang sekarang berada di balik jeruji sel itu adalah Ralline yang dikenalnya dan dokter forensik itu mengatakan yang sebenarnya.
Ars mencoba mengingat identitas lain yang melekat pada mayat Cygnus. "Apa pakaian yang dikenakan Roy saat nemuin kamu, Lin?"
"Sweater putih. Ada tulisan Brussels di bagian dada. Celananya jeans warna biru."
Mayat tadi mengenakan kemeja abu-abu dan celana kain hitam, batin Ars.
"Pukul berapa dia datang menemuimu?"
"Kamu menginterogasi aku, Ars?" tanya Ralline penuh selidik.
"Lin, just answer my questions," jawab Ars tidak sabar.
"Aku tiba di kantor seperti biasanya, pukul enam. Roy datang sekitar sepuluh menit kemudian."
"Berapa lama dia di sana?"
"Nggak lama." Ralline mengedikkan bahunya. "Sekitar setengah jam. Dia pulang setelah memberiku oleh-oleh."
"Novel yang di dalamnya ada Black Heartnya itu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ars: CYGNUS (Seri ke-3)
Mystery / ThrillerDokter Ralline Callista Mulya, dokter forensik DPM (Divisi Polisi Malang) sekaligus sahabat Detektif Ars Zhen, harus mendekam di sel tahanan DPM saat salah seekor K-9 mengendus Black Heart di meja kerjanya. Kasus itu segera ditangani oleh Detektif A...