Segera setelah memasukkan Roman ke Ruang Interogasi, Denial bergerak menuju ke Divisi Elektronik dengan membawa ponsel Roman.
"Kok kamu tugas lagi, Hans?" sapa Denial sambil menyeruput kopi Hans.
Melihat itu, Serka Hans tersenyum kecut sebelum menjawab. "Anak Dwi Mawan sakit, jadi saya lagi yang harus bertugas."
"Oh," Denial mengangguk-angguk. "Hans, minta tolong lacak nomer ponsel ini. Rupanya orang ini menggunakan provider yang berbeda sehingga nomer yang kamu periksa kemarin tidak dapat dilacak."
"Nomer yang berisi percakapan SMS itu, detektif?"
"Ya." Denial mengangguk. "Kini orang itu menggunakan nomer yang berbeda." Denial memberikan ponsel Roman pada Serka Hans agar polisi berseragam itu memasukkan ponsel tersebut ke dalam mesin lacak yang digunakan untuk melacak jejak ponsel.
"Sudah," kata Serka Hans setelah selesai menyambungkan kabel mesin ke ponsel.
Denial pun segera menekan tombol Call dan memasang matanya pada layar komputer. Jika nomer Marwan berhasil dilacak oleh sistem, sebuah titik merah yang menunjukkan keberadaan ponsel itu akan muncul, berkedip-kedip di layar. Untuk beberapa saat lamanya Denial menunggu munculnya titik merah itu sampai akhirnya dia berseru.
"Itu dia. Dimana itu?" Denial mengarahkan telunjuknya pada titik yang dimaksud.
"Sebentar." Serka Hans memperbesar zona tempat dimana titik merah itu berada dengan menarik empat garis yang mengelilingi titik itu. "Jalan Lembayung 12D. Di daerah Arjosari, dekat terminal."
Denial menepuk pundak Serka Hans dua kali lalu mengambil ponsel di saku jeansnya untuk menghubungi Ars.
"Trims, Den," sahut Ars di seberang.
Sebelum menekan tombol End Call, Denial dapat mendengar decit bunyi ban mobil yang berjalan menderu.
Sementara itu di sebuah ruangan yang dipenuhi dengan botol-botol kecil, Tony berjalan mondar-mandir dengan melipat tangannya di balik punggung. Wanitanya sudah tidak bersamanya. Waktu kebersamaan mereka sudah habis. Dan baru saja dia mendapat kabar dari Marwan kalau kemungkinan besar Roman tertangkap dalam razia yang terjadi di Freezing. Sebenarnya peran Roman dalam bisnisnya juga tidak terlalu besar. Selama ini dia hanya sebagai kurir saja. Kalau pun Roman mengoceh, dia masih dapat menutupi jejak sehingga hanya Roman yang tertangkap. Tapi entah mengapa dia tidak dapat merasa tenang setelah mendapat kabar dari Marwan.
Tony berjalan ke meja kecil tempat dia meletakkan ponselnya. Diteleponnya wanitanya agar dia merasa tenang, seperti yang selama ini dia lakukan. Seringkali Tony berpikir kalau wanitanya adalah ekstasi hidup yang dapat menenangkan kegelisahannya karena hanya dengan mendengar suaranya saja, kegundahannya berangsur-angsur hilang.
"Kemungkinan besar Roman tertangkap," katanya segera setelah suara di seberang menjawab panggilannya. "Marwan barusan kirim SMS, mengatakan kalau ada razia di Freezing."
Wanitanya terkekeh. "Aku belum tiba di rumah, kamu sudah menelepon, gelisah lagi. Apa kamu tidak dapat sedikit saja tenang?" Wanitanya terkekeh. "Aku sudah bilang kalau aku sudah mengurus semuanya. Roman bukan apa-apa. Bahkan kalau Marwan yang tertangkap," wanita itu mengedikkan bahunya sementara satu tangannya memegang kemudi. "Yeah...mungkin akan ada sedikit masalah tapi segalanya akan tetap berjalan seperti biasa. Paket yang telah kamu susun akan terbang seperti biasanya. Seperti jadwal. Sekarang tidurlah. Tampaknya kamu butuh waktu tidur yang banyak. Tapi kali ini tanpaku." Wanita itu tersenyum seraya menutup ponselnya.
Tony sangat bergantung padaku, gumam wanita itu. Itu memudahkanku menjadikannya boneka. Sebenarnya bukan bagian dari rencanaku, tapi dia memintaku seperti itu. Ah, lelaki! Kalian seperti kaca. Mudah dilihat, tembus pandang. Wanita itu tertawa sambil terus mengemudi ke tempat tujuannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ars: CYGNUS (Seri ke-3)
Mystery / ThrillerDokter Ralline Callista Mulya, dokter forensik DPM (Divisi Polisi Malang) sekaligus sahabat Detektif Ars Zhen, harus mendekam di sel tahanan DPM saat salah seekor K-9 mengendus Black Heart di meja kerjanya. Kasus itu segera ditangani oleh Detektif A...