"Den." Ars meletakkan tasnya di atas meja. "Apa yang kamu dapatkan tentang Cygnus, Den?" tanyanya, bersandar di kursi seraya menghela nafas. Suasana hatinya sedang kacau saat itu. Dia tidak menyangka kedatangan Diaz tadi pagi membuat moodnya benar-benar jelek. Terlebih sampai detik itu Janied belum membalas pesannya. Dia menyesali sikapnya yang seperti ABG lebay, yang membesar-besarkan masalah hanya karena satu pesannya belum di balas. Tapi dia sungguh-sungguh berharap Janied membalas pesan itu agar dia dapat mengetahui bagaimana suasana hati pria itu sekarang. Ars menahan diri untuk tidak menelepon Janied karena tidak ingin masalah menjadi melebar kemana-mana. Mungkin ini adalah pertengkaran pertama mereka dalam hubungan yang bahkan belum genap seminggu. Namun Ars ingin tahu bagaimana dirinya dan Janied menyikapi pertengkaran itu.
"Sebelum aku jawab pertanyaanmu, aku cerita dulu tentang Bu William ya."
"Astaga....iya, maaf, aku lupa." Ars menepuk dahinya. "Maaf, maaf, Den, duh...am a little bit lost today," kata Ars sungguh-sungguh. Dia menyesal tidak fokus pada kasus yang dihadapinya seperti biasanya.
Denial tersenyum. Mayat di Timor merah yang menjadi kasus mereka tampaknya berhubungan dengan penculikan Alvian. Denial tahu kata penculikan bagi Ars memiliki makna yang lebih dalam dari sekedar hilangnya seseorang selama beberapa waktu karena suatu motif tertentu. Bisa jadi orang itu ditemukan, tapi bisa juga tidak. Denial tahu Ars tidak pernah berhenti mencari.
"Teringat Arthur ya?" Beberapa saat yang lalu Kapten Montreal meneleponnya untuk memberitahu kalau Detektif Marabunta berhasil menangkap Sam. Saat ditanya apakah ingin terlibat dalam proses interogasi, dia menyebut nama Ars karena menurutnya partnernya itu lebih "berhak" menginterogasi Sam yang terkait dengan penculikan Alvian.
Ars tersenyum, mengangguk. It's not only about Arthur, but it's also about Diaz, about Janied, batin Ars seraya diam-diam menghela nafas. Tapi tentu saja, dia tidak menyebutkan dua nama itu pada Denial.
"Jadi gini, Ars, tidak ada yang spesial tentang keterangan Bu William kemarin tentang mobilnya yang hilang. Sepertinya dia juga tidak tahu menahu tentang mayat di mobil itu. Begitu pula ketika kutanya tentang pekerjaan Pak William."
"Memangnya apa pekerjaan Pak William?"
"Bu William mengatakan kalau Pak William bekerja di tempat penyembelihan unggas di daerah Lawang.
"Hmm." Ars mengangguk-angguk.
"But this is I think the best part," Denial menarik maju kursinya. "Saat kutanya tentang penyebab meninggalnya suaminya, Bu William mengatakan kalau Pak William meninggal karena serangan jantung. Tapi tiba-tiba putrinya keluar dari dalam rumah dan memarahi ibunya. Dia mengatakan mengapa ibunya harus berbohong tentang penyebab kematian ayahnya karena keterangan putrinya sama seperti keterangan yang kudapatkan dari Kantor Kematian. Pak William meninggal karena OD."
"Sebentar," Ars mengangkat tangannya. "Jadi si anak memarahi si ibu karena si ibu ini berbohong tentang alasan meninggalnya si ayah."
"Yup."
Alis Ars berkerut.
"Setelah dari rumah keluarga William, aku ke Kantor Kematian untuk cross check lagi tentang penyebab meninggalnya Pak William. Pak Gunawan, Kepala Kantor Kematian mengatakan kalau dua hari setelah Pak William meninggal, Bu William mendatangi Kantor Kematian dan menyuap Pak Gunawan dengan uang sebesar sepuluh juta untuk mengganti keterangan penyebab kematian Pak William."
"Dari OD menjadi serangan jantung."
"Hu-uhm." Denial mengangguk.
Ars bersandar di kursinya dengan menghela nafas panjang. Kerutan di dahinya selama mendengar cerita Denial barusan menjadi semakin rapat saat dia menyandarkan punggungnya di kursi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ars: CYGNUS (Seri ke-3)
Gizem / GerilimDokter Ralline Callista Mulya, dokter forensik DPM (Divisi Polisi Malang) sekaligus sahabat Detektif Ars Zhen, harus mendekam di sel tahanan DPM saat salah seekor K-9 mengendus Black Heart di meja kerjanya. Kasus itu segera ditangani oleh Detektif A...