(39) Tegang

300 53 0
                                    


Dua orang polisi berseragam mengangkat Alvian dan membawanya ke mobil Denial. Sementara satu orang polisi berseragam lainnya mengeler Pak Yanto keluar dari mobil Denial dan membawanya ke mobil polisi berseragam.

Saat melihat mobil jeep yang diparkir di garasi rumah Tony, Denial teringat dengan keterangan yang diberikan Marwan tentang mobil jeep yang dimiliki Tony.

Jangan-jangan ini TKP pertama yang digunakan untuk membunuh Boy, batin Denial seraya berjalan mengitari mobil itu dan mengintip keadaan dalam mobil melalui jendela. Saat melihat ada warna lain di jok bagian depan mobil jeep itu, Denial lari ke mobilnya untuk mengambil senter. Digunakannya senter itu untuk menerangi bagian dalam mobil yang gelap.

Boy dibunuh di dalam mobil ini, putusnya saat melihat ada sedikit bercak darah di jok mobil itu. Sepertinya bercak darah itu sudah berusaha untuk dibersihkan namun masih kurang bersih.

Perhatian Denial teralih oleh suara lantang Detektif Pravianti dari dalam ruangan.

"Geledah rumah ini. Bawa benda-benda mencurigakan ke Labkrim untuk diperiksa dan diteliti," perintah Detektif Pravianti pada polisi-polisi berseragam lainnya. "Kamu." Detektif Pravianti menunjuk empat polisi berseragam. "Geledah area belakang. Yang lainnya geledah area depan. Saya akan ke Seroja dengan Detektif Denial untuk mengantarkan anak laki-laki itu. Ķabari saya kalau kalian menemukan perkembangan di sini."

Sejenak dia memperhatikan gerak polisi berseragam di dalam ruangan lalu melangkah lebar menuju mobilnya bersama dengan Detektif Pravianti.

"Kamu duduk di belakang, temani Alvian, Prav."

"Oke. Aku juga berencana begitu." Detektif Pravianti membuka pintu belakang mobil dan duduk dengan memangku kepala Alvian. Dielus-elusnya rambut anak laki-laki yang terus merintih itu. "Kuat ya, Vian. Kami akan secepatnya membawamu ke rumah sakit." Detektif Pravianti iba melihat kondisi Alvian. Wajah Alvian pucat dan bibirnya kering membiru. Di area hidungnya ada sedikit darah yang sudah mengering. Ketika Detektif Pravianti melihat lengan seragam Alvian,  disana ada bercak darah. Rupanya Alvian menggunakan seragamnya untuk mengelap hidungnya yang entah kapan berdarah. Sementara itu di bagian lengannya banyak terdapat bekas suntikan. 

"Haus," rintih Alvian. 

"Ada air minum, Den?"

"Di pintu nggak ada?"

"Nggak ada."

"Sebentar aku ambilkan." Denial kembali melesat keluar menuju bagasi belakang mobilnya dan kembali dengan membawa dua botol air mineral dan selimut. Diberikannya satu botol pada Detektif Pravianti, sementara dipasangnya botol lainnya di tempat botol di pintu mobil.

"Pakaikan selimutnya. Anak ini kedinginan."

Detektif Pravianti membantu Alvian untuk duduk agar dia dapat minum dengan baik. 

"Sudah," kata Alvian masih dengan suara lemah. 

"Sebentar, sebentar." Detektif Pravianti memperbaiki posisi duduknya agar Alvian dapat kembali berbaring dengan nyaman. Setelah Alvian berbaring, Detektif Pravianti sigap menutupi tubuh Alvian dengan selimut Denial.

Sebelum menyetir, Denial memasang headset ponselnya karena dia berniat untuk melakukan pembicaraan telepon dalam waktu yang cukup lama dengan Ars.

"Kata Pravianti, Tony sudah tidak ada di rumahnya waktu dia datang, Ars."
Di seberang Ars berjalan mondar mandir di pelataran parkir mobil DPM. Dia baru saja tiba di DPM setelah makan siang bersama dengan Kapten Montreal. Satu tangannya menempelkan ponsel ke telinga sedangkan tangan satunya berkacak pinggang. Sesekali digunakannya tangan itu untuk menyugar rambutnya yang lepek karena belum tersentuh air selama hampir dua hari.

Ars: CYGNUS (Seri ke-3)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang