(49) Chances are

639 67 11
                                    

"Hei...selain jadi detektif, kamu tuh nggak ada kerjaan lain apa selain bikin aku kangen?" Janied tersenyum, menyongsong Ars di halaman depan Horosho. Kedua telapak tangan lebarnya merangkum wajah Ars dan meremas wajah bujur telur itu dengan gemas.

Di belakang Ars, Ralline berdiri dengan wajah bersemu merah melihat pemandangan mesra di hadapannya. Dia tidak punya pilihan lain selain menyaksikan hangatnya sikap pria tampan itu pada sahabatnya. Dan pria tampan itu kini menatapnya setelah melepaskan tangannya dari wajah Ars.

"Janied, ini Ralline. My close friend sekaligus dokter forensik DPM," kata Ars kemudian.

"Forensik? Menurut saya tidak ada profesi wanita yang sekeren pilot wanita dan dokter forensik. Menghabiskan waktu berjam-berjam dengan mayat itu sama sekali bukan hal yang mudah. Cool! Senang bertemu denganmu, Ralline." Janied menjabat tangan Ralline.

"Jadi profesi detektif wanita nggak keren nih?" sela Ars.

"Oh, that's exceptional. It's cool, only for me." Janied tersenyum, melirik Ars.

Ralline tersenyum. "Sama-sama. Aku juga. Senang bertemu denganmu, Janied."

"Kenalkan saya Denial Sebastian Madjid, detektif paling ganteng di DPM dan ingin menjadikan Ralline kekasihnya." Denial tiba-tiba menyerobot jabat tangan Janied. Dilepaskannya tangan Ralline dari tangan Janied.

Saat Denial melakukan itu, Ralline sedikit menggeser tubuhnya mendekati Ars dan berbisik. "Bagaimana kamu bisa mengingat dirimu sendiri saat dia memperlakukanmu semanis tadi?"

Ars tersenyum. "Oh, no worries. Menurutku dia selalu punya cara untuk membuatku tetap sadar meski rasanya tubuhku seperti melayang."

Kini Ars beralih ke Denial. "Beruntungnya aku nggak pernah ketularan minus kamu, Den." Dia melengos melihat tingkah partnernya.

Denial tertawa.

"Babe, pengen nyicipin menu angsa dong." Ars menoleh ke Janied yang berdiri tepat di belakangnya. "Biarkan Denial menyelesaikan urusannya," katanya sambil mengerling ke arah Ralline.

"Oh, boleh. Dari tiga menu yang ada, aku masih yakin menjual satu menu sih. Namanya Angsa Menari." Janied menggandeng tangan Ars masuk ke Horosho.

Namun baru beberapa langkah kemudian Ars berhenti dan menoleh ke belakang.

"Den, ngobrol di area samping Horosho deh. Suasananya...begini." Ars mengacungkan jempolnya.

Denial tersenyum, mengangguk. "Trims, Ars."

Ars kembali melangkah, tersenyum pada Janied yang menunggunya di pintu.

"Nggak pengen nyium pipiku lagi, Ars?"

Alis Ars bertaut. "Nyium pipimu lagi? Emangnya aku pernah nyium pipimu?"

Giliran alis Janied yang bertaut. "You did  it yesterday?"

"Did I?"

"Yes, you did. Waktu kamu belum mandi itu."

Ars tertawa. "Oh, itu pasti karena efek aku belum mandi. Aku pasti melakukannya karena aku lupa ingatan. Kalau belum mandi aku suka lupa ingatan gitu sih." Ars tertawa dan Janied mencibir.

"Ambil kursimu dan tunggu aku di dekat piano itu. Aku akan menyiapkan Angsa Menari untukmu."

Mata Ars bergerak mengikuti kedikan kepala Janied.

"Eh pianonya sudah datang," serunya.

"Iya, semalam. Sebenarnya pengen langsung ngabarin kamu sih, tapi aku pengen kasih kejutan."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 15, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ars: CYGNUS (Seri ke-3)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang