(17) Rose

317 45 1
                                    

Kali itu Ars membawa sebungkus kacang oven untuk Ralline yang dibelinya di mini market dekat DPM. Seperti biasa, bungkus kacang itu juga harus diobrak-abrik sebelum akhirnya direkatkan lagi dengan menggunakan selotip. Kepolisian Indonesia beserta divisi-divisinya benar-benar tidak ingin lagi memberikan ruang untuk peredaran narkoba. Sekecil apapun barang bawaan pengunjung tidak boleh lolos dari pemeriksaan.

"Lin, how are you?"

"Yeah...gini deh. Bosen dan sepertinya jadi gendut karena kerjaanku hanya makan saja. Apa kabar penyelidikan di luar, Ars?"

"Kami masih terus berusaha. Kami hanya mempunyai waktu setidaknya sampai besok karena biasanya Kolonel Sasongko memberi kami waktu tiga hari untuk memecahkan satu kasus."

Ralline menghela nafas. "Ars, apa mungkin Dokter Helmy terlibat? Selama ini dia mengincar posisi Kepala Instalasi Forensik. Mungkin dia menjebakku karena ingin menjatuhkan reputasiku."

Ars tercenung. Ralline benar. Dokter Helmy memang memiliki motif untuk menjebak Ralline. But my hunch says it's not him. My hunch says that there is a missing link in this case, batin Ars.

"Nanti aku dan Denial akan menelusurinya lagi. By the way, Denial titip salam."

"Oh, thanks. Salam balik ya."

Ars tergoda untuk mengatakan kalau partner detektifnya itu mempunyai perasaan khusus pada Ralline. Tapi Ars membatalkan keinginannya karena merasa Denial akan melakukannya sendiri dengan cara yang lebih spesial. Dia tidak ingin merusak rencana partnernya.

"Lin, di laundry mana biasanya kamu mencucikan baju-bajumu termasuk jas lab mu?"

"Di laundry Cooci. Memangnya kenapa, Ars?"

"Nggak, nggak apa-apa." Ars masih memilih untuk tidak memberitahu Ralline kalau sahabatnya itu juga dituduh terlibat pembunuhan Boy Wijayanto. "Oh...yang di Jalan Tembagapura itu, ya? Searah dengan rumah kamu dong."

"Makanya aku milih ke sana karena pelayanannya bagus dan dekat dengan rumahku. Memangnya kenapa sih, Ars?"

"Nggak, nggak apa-apa, Lin. Oke deh, aku tugas dulu ya." Ars cepat-cepat mengakhiri kunjungannya sebelum Ralline curiga dan mencecarnya dengan pertanyaan-pertanyaan sehingga mau tidak mau dia harus membuka rahasia yang disembunyikannya.

_______________________________

Ars memilih mendatangi pos perumahan di Jalan Intan terlebih dulu sebelum ke laundry Cooci demi menyingkat waktu perjalanannya. Lalu lintas yang bertepatan dengan jam pulang sekolah bukan main macetnya. Ars tidak mau menghabiskan tenaganya untuk merutuk sepanjang jalan karena laju Si Hiu harus berkali-kali terhenti karena arus lalu lintas yang padat. Tugasnya masih banyak. Suasana hatinya sedang tidak enak. Dia benar-benar ingin menghemat energinya.

Ars menghentikan Si Hiu tepat di samping pos jaga. Seorang pria parobaya sedang duduk di dalam pos dengan mengangkat satu kakinya, sibuk dengan ponselnya sambil menikmati segelas kopi.

Sedap betul hidupnya, batin Ars, seraya menutup pintu mobil dan menghampiri pria itu.

"Selamat siang, pak. Saya Detektif Ars Zhen dari DPM. Saya ingin mengajukan beberapa pertanyaan pada bapak."

Pria parobaya itu serta merta menurunkan kakinya dan berdiri tegak. "Oh ya, silahkan, detektif."

"Pak, kemarin pagi ada sebuah mobil Timor merah ditemukan di depan rumah Bu Suryo. Di dalam mobil itu ada mayat seorang pria."

"Ah ya, detektif. Pak RT sudah memberi tahu saya. Mayat itu menjadi bahan pembicaraan selama dua hari ini."

"Nah, pak, saya ingin tahu, apakah seminggu belakangan ini ada seseorang atau sekelompok orang asing yang berulangkali masuk di perumahan ini. Mungkin dia atau mereka berjalan mondar-mandir di depan rumah Bu Suryo. Entah berjalan kaki atau naik kendaraan."

Ars: CYGNUS (Seri ke-3)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang