Moncong Si Hiu baru saja keluar dari gerbang perumahan rumah Ars ketika Ralline menelepon.
"Ars."
"Ya, Lin. Aku on the way ke DPM," kata Ars dengan dahi berkerut karena suara Ralline sengau. "Lin, kamu kenapa?" tanya Ars khawatir.
"Aku nggak bisa nelpon lama, Ars. Bentar lagi ponselku diambil. Aku ditahan di sel DPM, Ars. Polisi berseragam K-9 menemukan bungkusan Black Heart di mejaku."
"Apa?" Setelah melihat tidak ada kendaraan di belakangnya lewat kaca spion, Ars segera menepikan mobilnya. "Lin, Lin."
Di seberang, Ralline tidak menjawab. Ars hanya mendengar seseorang meminta Ralline menyerahkan ponselnya. Segera setelah sambungan telepon terputus, Ars melemparkan ponselnya begitu saja ke dalam tas dan melajukan Si Hiu dengan kecepatan lebih tinggi dari biasanya.
Satu jam sebelumnya
"Good morning, pumpkin."
Ralline berdiri membelakangi pintu ruang kerjanya, sedang meletakkan tasnya di atas rak ketika pintu dibuka dan seseorang menyapanya.
"Rroyy." Ragu-ragu Ralline menyebutkan sebuah nama. Dia memiringkan kepalanya dengan mata memicing, menatap pria yang berdiri di ambang pintu. "Roy Wijayanto, kan? Pemburu LOA demi ingin melengkapi koleksi gantungan kunci dari berbagai penjuru dunia?"
Pria itu terbahak. "Masih ingat rupanya?"
"Ingatlah." Ralline menyongsong Roy Wijayanto. "Apa kabar?" Ralline mengajak berjabat tangan. "Sengaja berkunjung atau tersesat nih?"
"Berkunjung. Pengen lihat, apakah pipimu masih berwarna oranye saat kamu digoda," Roy tersenyum.
Kini Ralline yang tersenyum, teringat kenangan masa SMAnya. Roy memang menaruh hati padanya mulai kelas satu SMA. Bahkan Roy juga menciptakan akronim R and R yang berasal dari huruf pertama nama masing-masing. Meski Roy baik dan penuh perhatian, hati Ralline memilih yang lain.
"Kapan pulang dari Belgia?" Ralline melangkah kembali ke mejanya diikuti Roy. "Silahkan duduk, Roy."
"Seminggu yang lalu." Roy duduk di kursi di depan Ralline. "Maaf baru sempat nyasar ke sini sekarang. Nih, buat kamu." Roy Wijayanto mengulurkan sebuah kotak yang dibungkus kertas kado cantik motif bunga.
"Manneken Pis nih?"
Roy terbahak. "Nggaklah, bukan. Bisa digebukin orang Brussels kalau aku bawa pulang ikon negara mereka. Aku bawa novel. Kamu masih suka baca kan?"
"Masihlah. Trims ya." Ralline menerima bungkusan itu dan meletakkannya di meja, berencana membuka bungkusan itu setelah Roy pulang.
Tapi setengah jam kemudian terjadi sesuatu yang benar-benar di luar dugaannya. Seperti kepingan DVD film yang perputarannya sengaja dipercepat karena penontonnya tidak sabar ingin melihat adegan yang dinanti-nanti. Ralline merasa dialah bintang utama di film itu. Dia harus melakukan lompatan adegan dari rumah sakit menuju ke sel tahanan DPM.
Beruntung otaknya masih sempat memikirkan nama Ars yang menurutnya dapat membantunya memecahkan kasus yang sedang dihadapinya meski sahabatnya itu tidak bekerja di Divisi Narkoba. Dia bersyukur sempat menelepon Ars, meski tidak lama, sebelum dia dimasukkan ke dalam sel dan tidak diperbolehkan membawa apapun kecuali pakaian yang melekat di tubuhnya saat itu.
_____________________________________
Ars langsung melesat ke Divisi Narkoba setibanya di DPM. Laju larinya dihentikan oleh panggilan Detektif Hanif Saputra, salah satu detektif Divisi Narkoba.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ars: CYGNUS (Seri ke-3)
Mystery / ThrillerDokter Ralline Callista Mulya, dokter forensik DPM (Divisi Polisi Malang) sekaligus sahabat Detektif Ars Zhen, harus mendekam di sel tahanan DPM saat salah seekor K-9 mengendus Black Heart di meja kerjanya. Kasus itu segera ditangani oleh Detektif A...