Ars melarikan Si Hiu kembali ke DPM setelah menerima telepon dari Kapten Montreal Canada. Komandan Divisi 186 itu hanya mengatakan kalau dia ingin membicarakan hal penting secara langsung dengannya.
Ars mampir ke kubikelnya terlebih dulu untuk minum air putih sebelum ke ruangan kaptennya. Kapten Montreal Canada baru saja keluar dari kamar mandi dan segera menghampirinya dengan wajah sedikit tegang.
"Ars, ke ruangan saya sekarang."
Ars sedikit terburu meneguk air minumnya. "Ini saya juga akan kesana, Capt." Diletakkannya gelas dan tas yang dicangklongnya ke atas meja lalu melangkah ke ruangan kaptennya dengan dahi berkerut. Ada apa?, batinnya.
Kapten Montreal tidak sendiri. Ada Kapten Anas Choiransyah, Kapten Divisi Kekerasan dan Penganiayaan atau Divisi 184 bersamanya.
"Duduk, Ars." Kapten Montreal mempersilahkan. "Ars, ada petunjuk tentang Cygnus?" Kapten Montreal melipat kedua tangannya di atas meja.
"Masih belum, Capt. Tadi saya ke Forensik dan Labkrim tapi saya masih belum menemukan petunjuk apapun tentang Cygnus. Informasi terbaru yang saya dapatkan dari Forensik adalah salah satu pelaku pembunuhan pria di Timor merah itu wanita karena ditemukan dua helai rambut wanita di kemeja pria tersebut. Labkrim dan Forensik masih berusaha keras menemukan DNA rambut itu agar mereka tahu siapa wanita itu. Tapi mungkin Denial punya informasi tentang Cygnus karena dia yang menyelidiki Timor merah itu. Memangnya kenapa, Capt?"
"Begini, Ars." Kapten Montreal berdehem sambil melirik Kapten Anas. Divisi 184 menangani kasus penculikan."
Ars menangkap nada aneh pada suara kaptennya.
"Korban penculikan pelajar kembar. Mereka bernama Alice dan Alvian." Meski informasi itu disampaikan Kapten Montreal dengan hati-hati karena dia tahu masa lalu Ars, tak urung ulu hati Ars seperti tersodok. Refleks dia mencengkeram lengan kursi yang didudukinya.
"Penculik rupanya hanya mengincar Alvian karena saat penculikan itu terjadi, salah seorang pelaku bertugas memegangi Alice sementara pelaku yang lain mendorong Alvian masuk mobil," kata Kapten Anas.
Cengkeraman Ars kian kuat. Otot perutnya seketika seperti dipilin.
"Ars, saya pikir kasus Divisi 186 dan Divisi 184 kali ini berkaitan karena dari tangan Alice kami mendapatkan sebuah kalung bertuliskan Cygnus."
Cengkeraman Ars mengendor. Dia menarik maju punggungnya, mengabaikan rasa nyeri di perutnya. "Bagaimana dia mendapatkan kalung itu, Capt?" Ars bergantian menatap Kapten Montreal dan Kapten Anas.
"Saya pikir akan lebih baik kalau kamu menanyainya sendiri, Detektif Ars." Kapten Anas berdiri. "Tadi dia ada di klinik karena siku dan lututnya luka-luka. Mungkin sekarang dia sudah ada di ruangan saya setelah dirawat di klinik. Kita kesana sekarang, Detektif Ars." Kapten Anas melangkah ke pintu.
Ars sedikit enggan mengikuti Kapten Divisi 184 karena tahu apa yang akan dihadapinya sesaat lagi. Tapi karena melihat adanya kemungkinan petunjuk tentang Cygnus, Ars melangkah keluar.
"Ars," panggilan Kapten Montreal menghentikan langkah Ars di ambang pintu.
"Ya, Capt."
Kapten Montreal berdiri dari kursinya dan melangkah mendekati Ars.
"If you think you can't handle it, it's okay. Biar Denial yang menemui Alice." Kapten Montreal memegang bahu Ars.
Ars tersenyum, kagum dengan pengertian kaptennya. "I am okay, Capt. I can handle this."
"Baiklah."
_____________________
Alice duduk berselonjor di ruangan Kapten Anas ditemani oleh kedua orang tuanya. Dua buah kursi diatur sedemikian rupa agar dia dapat bersandar dengan nyaman dan kedua lututnya yang terluka tidak terlipat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ars: CYGNUS (Seri ke-3)
Mystery / ThrillerDokter Ralline Callista Mulya, dokter forensik DPM (Divisi Polisi Malang) sekaligus sahabat Detektif Ars Zhen, harus mendekam di sel tahanan DPM saat salah seekor K-9 mengendus Black Heart di meja kerjanya. Kasus itu segera ditangani oleh Detektif A...