Peredaran narkoba secepat laju darah dalam tubuh. Menyeruak ke setiap lapisan masyarakat, merusak setiap sendi usia. Sama sekali tidak pandang bulu. Keadaan itu membuat polisi detektif dan polisi berseragam di Divisi 182 sering kehilangan waktu istirahat mereka atau waktu kebersamaan mereka denga keluarga. Cuti dan tidur seakan-akan adalah sebuah kemewahan bagi mereka. Karenanya Maylani Rarantika memberikan kemewahan itu seluas-luasnya saat suaminya, Detektif Hanif, pulang dan langsung membanting tubuh di kasur sesaat setelah mencium keningnya.
"Anak-anak sudah berangkat sekolah ya?" tanya Detektif Hanif.
"Sudah. Audrey tadi minta dijemput sepuluh menit lebih awal oleh tukang ojeknya karena dia piket. Jadinya adiknya berangkat bareng biar tukang ojeknya nggak bolak-balik. Sebenarnya kasihan si kecil sih tapi," Maylani tidak melanjutkan ceritanya saat mendengar dengkuran halus suaminya.
Di rumah lain, di kompleks yang sama, Detektif Erlita duduk menikmati sarapan sekaligus makan siangnya. Sementara mulutnya mengunyah, jari-jarinya sibuk membalas pesan-pesan yang masuk. Tugasnya sebagai detektif di divisi narkoba seringkali membuatnya mengabaikan pesan-pesan WA yang menyerbu ponselnya. Setelah memastikan semua pesan sudah terbalas, Detektif Erlita tidur untuk mengumpulkan energi. Tugasnya nanti malam tidak hanya membutuhkan tenaga tapi juga konsentrasi tinggi.
_________________
Karaoke Sing Song adalah sebuah tempat hiburan yang menempati salah satu ruko di Jalan Sukarno Hatta. Meski hanya menempati satu ruko, karaoke itu harus menggunakan dua lahan parkir karena lahan parkir yang tersedia tidak dapat menampung banyaknya motor pengunjung.
"Beruntung ruko sampingnya kosong. Kalau tidak, bisa-bisa 186 akan mengurusi korban pembunuhan karena berebut lahan parkir," kata Detektif Erlita tanpa mengalihkan pandangannya dari Sing Song. Detektif Hanif sengaja memarkir mobilnya di salah satu ruko kosong di seberang jalan agar tidak menarik perhatian orang-orang. Meski jarak antara mobilnya dan Karaoke Sing Song sedikit jauh, dengan bantuan teropong, Detektif Hanif dan Detektif Erlita dapat mengetahui arus masuk dan keluar pengunjung.
"Rata-rata pengunjungnya anak-anak muda." Detektif Hanif memicingkan satu matanya sementara mata lainnya mengawasi Sing Song lewat teropong.
"Mungkin mereka mahasiswa atau mungkin pelajar. Area ini adalah area nongkrong karena banyak kafe."
"Hu-uhm." Detektif Hanif mengangguk seraya menurunkan teropongnya.
"Tapi kata Pendek pengunjung Sing Song bukan orang sembarangan."
"Sabar, Nif. Meski sekarang sudah jam setengah sepuluh, tapi ini masih pagi. Pendek bilang kalau transaksinya dimulai pukul satu."
"Ya." Detektif Hanif menguap. "Kamu tadi cukup tidur?"
"Lumayan."
"Salut ya untuk detektif-detektif wanita. Sepertinya make up sangat membantu kalian untuk tampil fresh. Seperti kamu sekarang."
"Mau pinjam make-up ku, Nif?" Detektif Erlita terkekeh.
"Sampai detik ini aku masih ingin kedua anakku memanggilku papa, bukan mama." Detektif Hanif mencibir.
Saat malam kian pekat pengunjung Sing Song berangsur-angsur berkurang. Tetapi sekitar pukul 00.30, beberapa mobil mulai memasuki pelataran parkir.
"Ada delapan orang yang turun," kata Detektif Hanif.
"Kita panggil anak-anak sekarang?"
"Oke. Tapi pastikan kita tidak akan menggerebek sekarang. Kita hanya cross check informasi Pendek."
Erlita mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi pasukan kecil yang sudah mereka siapkan. Pasukan itu terdiri dari enam polisi berseragam yang menyamar menjadi pengunjung Karaoke Sing Song.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ars: CYGNUS (Seri ke-3)
Mystère / ThrillerDokter Ralline Callista Mulya, dokter forensik DPM (Divisi Polisi Malang) sekaligus sahabat Detektif Ars Zhen, harus mendekam di sel tahanan DPM saat salah seekor K-9 mengendus Black Heart di meja kerjanya. Kasus itu segera ditangani oleh Detektif A...