Empat

672 46 8
                                    

Katsuta POV

Jam istirahat, aku memilih ke kantin. Lagian, mau kemana lagi selain kesini. Ah, aku menemukan Techi di salah satu meja yang ada di kantin. Duduk sambil menopang dagu pakai satu tangan.

"Eh wey! Kok chat gue tadi malam enggak dibalas sih?! Tidur ya kalian?"

"Ha? Lu chat lagi ya? hahaha, sorry sorry.. gue berdua Neru keasikan main game"

"Sialan!"

"Terus gimana? Kak Mona sama tante Manaka udah baikan?"

"Enggak tau. Tapi tadi sebelum berangkat sekolah gue sengaja tinggalin kotak bekal kakak diatas meja makan. Semoga aja pippi yang antarin, bukan mama"

"Terus? Kalau tante Manaka yang antarin, hubungannya apa?"

"Yaaa.. kan pippi bisa ngobrol sama kakak. Bego banget sih. Kebanyakan main game lu"

"Bilang apa barusan??"
Teriak Techi sambil menarik rambutku. Sumpah, kepala rasanya mau tanggal karena Techi nariknya enggak kira-kira. Satu kepalan tangannya itu penuh sama rambutku.

"Aduh, sakit woy!"

"Eh ada Katsu~"

Neru datang bawa nampan isinya roti empat buah, sama susu dua kotak. Melihat Neru datang bawa pesanannya, Techi melepas genggamannya di rambutku. Serius, tangan dia udah lepas aja kepala aku masih terasa sakit.

"Banyak banget rotinya"

"Iya. Tadi mama Yuuka enggak sempat bikin sarapan. Katanya ada panggilan mendadak gitu dari kak Yurina. Tau sendiri kan, papa sama kak Yurina lagi hunting"

"Oooh.."
Aku mengangguk paham.

"Eh eh ha-i mingghu lu ikhuth kan?"
Techi ngoceh selagi mulutnya penuh sama roti.

"Si bodoh, ngomong apasih? Selesain dulu makannya"

Techi sempat ketawa sebentar, untung enggak keluar itu roti yang dia makan. Techi menelan dan menyambar susu kotak yang ada didepannya. Keselek mungkin. Habis minum susu, dia mengadahkan kepala terus bilang 'aaaah'. Udah kayak iklan iklan di televisi.

"Hari minggu lu ikut kan? Kita bawa kembang api yuk sama petasan"

"Kembang api sih enggak apa-apa. Kalau petasan, janganlah. Bisa dikurung pippi gue nanti di gudang. Mana gelap, takut ih"

"Lu anak vampire tapi takut sama gelap. Cowok pula--"

"Sssssst!!!!"
Aku membekap mulut Techi.

Bukan karena apa, tapi ini sekolah rata-rata anak manusia biasa semua. Kalau mereka tau kami bertiga ini anak vampire, kami bisa dipindah paksa. Enggak tau juga kenapa manusia biasa bisa setakut itu. Katanya dulu ada kasus vampire membunuh hampir satu sekolahan. Tapi udah lama banget sih.

"Lu mau kita diusir? Ngomong dijaga-jagalah"

Techi menyatukan kedua telapak tangannya, memberi isyarat kalau dia minta maaf. Aku melepas tanganku dari mulutnya.

"Lupa. Sorry sorry. Haaah, ribet ya sekolah disini. Tau gini mending gue iyain masuk sekolah yang di saranin tante pippi"

"Masa lu mau sekolah di sekolahnya orang tua lu dulu. Enggak seru, kayak pergantian generasi aja"

"Yaaa... daripada disini? Ngomongin soal vampire aja, kena panggil ke ruang konseling"

"Mau gimana lagi..."

Kami diam sejenak. Memang itulah konsekuennya. Seolah kata 'vampire' itu tabu banget disekolah ini. Malahan pippi pernah bilang. Kalau pippi jalan sama mama, orang-orang suka lihatin mereka. Bukan karena pasangan sejenis, tapi karena pippi itu vampire. Soalnya kelihatan dari warna kulit sama choker pendant yang ada di leher pippi.

Our Story (2) [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang