1. Pertemuan Pertama

68.1K 1.6K 32
                                    

Rifaldi Ahmad Muzaki

Aku memutuskan akan mengembangkan kembali agama Islam di pelosok-pelosok terpencil yang sudah tidak lagi percaya akan adanya Tuhan.

Sebelumnya aku telah berpamitan kepada kedua orangtuaku yang berada di Bandung, mereka sempat tidak mengijinkanku untuk pergi terutama umiku, tapi setalah aku menyakinkan mereka berdua jadi aku di ijinkan untuk pergi dari ini.

Aku menaiki kapal pesiar untuk pergi kesebuah pulau terpencil ini, dan dari berita yang aku dapatkan dari paman Sandy kalau di pulau ini dihuni oleh para dukun-dukun.

Astagfirullah.

Tiba-tiba ada yang menabrakku hingga membuat ponselku terjatuh kebawah.

"Eh maaf Mas tidak sengaja," kata orang tersebut sambil mengambil ponselku. 

Aku masih terpesona melihat wajah cantiknya yang menggunakan gamis berwarna ungu muda. Dia begitu sangat manis, lalu aku tersadar dari lamunanku. Teringat kalau hal itu adalah zina pikiran.

"Maaf yah mas, ponselnya jadi lecet gara-gara saya," ujar orang tersebut sambil membuka dompetnya.

Sepertinya dia akan memberikan uang kepadaku. Namun hal itu aku tolak. Aku bisa membelinya sendiri atau memperbaikinya. Lagian aku tahu kalau dia adalah seorang mahasiswa. Mengingat dia mencekal almamater berwarna merah marun.

"Tidak usah, lagian cuman lecet saja tidak sampai rusak," tolak ku.

"Ya tetap saja saya harus tangung jawab karena itu," ujar wanita itu yang tidak mau salah.

"Tapi ponsel saya tidak papa jadi tidak usah tangung jawab," tolak ku lagi. Hanya lecet sedikit saja dan masih bisa aku pakai.

"Tapi ponsel mas jadi lecet gara-gara saya."

Aku menghela nafas ketika wanita itu yang memang bersikeras sekali ingin menggantinya. Padahal aku sudah menolaknya dan bilang tidak apa.

"Tidak sampai rusak'kan jadi kamu tidak usah tangung jawab."

Kenapa orang itu kekeuh sekali ingin bertangung jawab padahal cuman hanya karena ponsel lecet saja.

Melihat ekspresi wajahnya yang kini malah cemberut membuatku merasa gemas. Seketika aku sadar lagi kalau tidak boleh memikirkan hal seperti itu. Mengingat kedatanganku ke sini hanya ingin berdakwah saja. Tidak ada hal lain. 

"Bener yah mas gak mau saya ganti? Saya gak mau loh nanti mas menyesal gara-gara itu," ujar wanita itu lagi. Bahkan aku sendiri tidak tahu namanya siapa.

Astagfirullah untung dia perempuan, akupun beristigfar melihat kelakuannya, aku yakin kalau dia sudah dewasa tapi kenapa kelakuannya seperti anak kecil.

"Iya," jawabku singkat karena terlalu kesal dengan perempuan ini.

Mudah-mudahan aku tidak bertemu dengan perempuan seperti itu lagi.

Tiga jam kemudian aku sampai di dermaga. Aku melihat semua orang yang keluar dari kepal pesiar itu langsung berkumpul.

Dari almamater yang mereka pakai aku sudah bisa menebaknya kalau mereka adalah seorang mahasiswa.

Tiba-tiba mataku tertuju pada orang yang menabrakku tadi, aku baru tersadar kalau dari kejauhan ternyata perempuan itu sangat cantik.

Astagfirullah

Apa yang aku pikirkan.

Niatku kesini untuk mengembangkan dakwah Islam disini bukan untuk main-main.

Aku pun bergegas mencari penginapan di daerah sini sambil melihat situasi. Aku teringat dengan perkataan ustadz Sandy. Saat itu aku sedang bingung memikirkan jodohku karena di usiaku yang 24 ini aku belum juga menemukan jodohku. Dan Ustadz Sandy menyarankanku untuk berdakwah di pelosok-pelosok seperti ini.

Bersamamu Dalam Takdir Allah (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang