Part 20 - Speechless

2.1K 150 21
                                    

Hari ini sekolah pulang lebih cepat karena rapat guru dadakan, salah satu hal yang paling disukai semua siswa-siswi seantero Indonesia. Tak terkecuali di sekolah Ica. Namun karena masih jam sekolah maka seluruh siswa dilarang meninggalkan sekolah sebelum bel pulang. Hal ini tidak menjadi masalah, setidaknya pelajaran hari ini kosong.

Ada yang memanfaatkan waktu di perpustakaan, bermain futsal, di kantin atau guling-guling di rumput(?).

Namun Ica dan Ken serta pengurus inti OSIS, mereka memilih berada di ruang rapat untuk membicarakan para calon kandidat ketua OSIS sekolah.

Daffi dan Ico bergabung dengan teman kelas mereka yang bermain futsal. Sedangkan Daffa, menemani sang pacar tercinta di kantin.

Sambil mengobrol, sesekali Windy melihat-lihat ponselnya.

"Lo lagi liatin apa?" Tanya Daffa karena merasa fokus Windy lebih banyak ke ponselnya.

"Nih liatin akun olsyopnya Gina, ada barang-barang baru!"

"Lo mau belanja?"

Windy memasang cengirannya pada Daffa, "liat-liat aja sih, kalo ada yang suka baru beli deh, lagian harganya ngga terlalu mahal."

Daffa mengangguk paham, "memangnya lo mau beli apaan?"

"Mau beli sepatu buat main gitu, kalau ngga sepatu yah jaket, ish bingung!"

Daffa menatap datar Windy, "Bukannya lo baru beli sepatu seminggu lalu? Kenapa mau beli lagi? Jangan boros!"

Windy memanyunkan bibirnya, "siapa yang boros lho, kan cuma rencana doang."

"Tetep aja, ujung-ujungnya pasti pesen juga kalau ketemu yang pas." Lanjut Daffa.

Windy kembali memasang cengirannya. "Kalau gitu jaket aja ya?"

"Jaket lo masih pada bagus-bagus! Beli tuh barang yang memang lagi lo butuhin bukan sekedar ingin aja."

Windy memanyunkan bibirnya lalu mematikan ponselnya dan diletakan begitu saja di atas meja, "ish ngeselin!" kemudian memasang mode ngambeknya sambil bersidekap,
"kenapa sih ngga boleh belanja sekali aja?! ngga sering-sering juga!"

"Karena aku sayang kamu."

Jawaban singkat Daffa melenyapkan seketika rasa kesal Windy. Dengan wajah mendadak merona, Windy menoleh pada Daffa, "lo ngomong apa tadi Fa?"

"Ngga ada siaran ulang." Daffa menyeruput es tehnya.

"Iisshh," Windy memegang lengan Daffa, "ulang lagi lho, gue ngga denger jelas tadi."

Daffa menatap sejenak Windy lalu menoleh ke arah lain.

Windy kembali memanyunkan bibirnya, "ah Daffa ngga asik!"

"Itu bakso pesenan lo udah dingin." Ingat Daffa membuat Windy langsung menatap mangkuk bakso di dekat ponselnya.

Tanpa berkomentar, Windy menghabiskan makanannya sedangkan Daffa membuka ponselnya, mengecek beberapa pesan yang baru saja masuk.

Setelah membalas semua pesan masuk, Daffa menoleh ke samping. Windy sudah menyelesaikan makannya dan menatap lurus ke depan masih dengan bibir manyun.

Daffa tersenyum gemas melihat ekspresi Windy.

"Hei," Daffa menyentuhkan telunjuknya di pipi Windy, "tuh bibir kenapa? Manyun terus."

"Ga tau!" Jawab Windy dengan nada kesal.

Daffa menahan untuk terkekeh lalu mendekatkan wajahnya ke telinga Windy dan berbisik, "jangan pasang muka gitu, nanti gue khilap."

Wajah Windy mendadak kembali memerah lalu menatap Daffa, "ih curaaang!!" Windy bersiap memukul lengan Daffa namun pergelangan tangannya segera ditahan Daffa.

My Dearest Enemy 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang