"Gue denger dari Windy, kemarin lo ketemu Viska?"
Ica menoleh pada kakak kembarnya yang duduk di tempat tidurnya. "Iya waktu keluar dari toko buku."
"Dia cari masalah lagi sama Windy?"
"Yah," Ica mengangkat sekilas bahunya, "seperti biasa." Ica menyusun buku tugasnya yang baru selesai ia kerjakan lalu dimasukkan ke dalam tas. "Lo balik ke kamar lo sana, gue mau tidur."
Tanpa banyak bicara, Ico turun dari kasur Ica dan kembali ke kamarnya. Karena malam semakin larut, jadi sudah harus beristirahat, besok pagi masih akan berangkat ke sekolah.
Paginya, seperti biasa Ica akan berangkat ke sekolah bersama Ico setelah sarapan dan berpamitan pada kedua orang tuanya.
"Pagi kak!" Sapa Silvi yang muncul bersama Manda.
"Pagi, Silvi Manda." Ica tersenyum membalas sapaan Silvi. Kedua gadis itu langsung berpamitan untuk segera masuk ke kelas.
Belakangan Silvi memang lebih sering terlihat bersama Manda, terutama jika Manda bergabung dengan tim Delta saat jam istirahat. Kalau kata Windy, Silvi merupakan salah satu fans Ica dari kalangan anak perempuan di sekolah mereka.
"Mana yang lain?" Tanya Ica setelah tiba di kelas dan hanya mendapati Windy di sana. Kelas juga belum terlalu ramai.
"Ico ke toilet, Ken dan Daffa ke kantin, Daffi mejeng di kelas Gina dulu." Jelas Windy.
Ica memutar sekilas bola matanya lalu kembali menatap Windy, "dulu nolak-nolak, giliran jadian ditempelin mulu kayak demit." Ica berjalan dan duduk di kursinya.
Windy terkekeh, "sepupu siapa sih itu?"
"Sepupunya Ico."
Windy kembali terkekeh.
Sebelum bel berbunyi, keempat cowok tim Delta itu sudah muncul lagi di dalam kelas.
"Mau minum?" Ken menawarkan botol berisi teh yang dibawanya dari kantin pada Ica.
"Lo pagi-pagi malah minum dingin kayak gini."
Ken memberikan cengirannya, "lagi pingin aja, jadi mau ngga?"
Ica menggeleng, "nanti aja jam istirahat."
Ken mengangguk lalu menyimpan minumannya di laci mejanya. Gurupun masuk tidak lama kemudian untuk memulai pelajaran.
Saat jam istirahat, para cowok lebih dulu ke kantin, sedangkan Ica dan Windy menyusul tak lama kemudian.
"Kak Ica."
Ica dan Windy menoleh bersamaan, seorang siswa berjalan tepat di samping Ica dengan tersenyum manis.
"Iya?" Ica sedang menerka siapa nama siswa ini namun nihil, Ica tidak tahu namanya. Terlalu banyak siswa siswi di sekolah ini yang tidak mungkin Ica hafal semua namanya.
"Aku Danish kak, salah satu kandidat calon ketua OSIS." sepertinya siswa itu memang bisa mengerti pikiran Ica.
"Oh iya Danish, ada apa?"
"Ngga kak hanya menyapa sekaligus memastikan kalau form aku udah kak Ica terima." Lanjut Danish.
"Iya udah kok, dipegang sama bendahara OSIS, tenang aja."
Danish mengangguk lalu berpamitan pada Ica dan Windy.
"Itu Danish yang lo tanya ke gue kemarin kan Master?"
Ica mengangguk, "iya, gue baru tau kalo anak itu namanya Danish."
"Sama sih gue juga, cuma katanya dia cukup populer di angkatannya. Yah gue akuin dia lumayan manis sih anaknya dan juga ramah, tapi gue heran, kenapa Jeff yang dingin gitu jauh lebih populer?"
"Mungkin banyak siswi di sini lebih suka tipe kulkas mini."
Windy mengangguk, "kemungkinan begitu."
"Tapi gue denger dia bakal jadi saingan beratnya Jeff." Lanjut Ica.
"Gue tetep dukung Jeff lah!"
Ica tersenyum kecil lalu mempercepat langkahnya masuk ke kantin.
"Lho Manda mana?" Tanya Ica pada semua namun lebih mengarah pada Jeff.
Merasa tatapan Ica terarah padanya, Jeff hanya mengangkat sekilas bahunya tanpa bersuara.
"Mungkin lagi ada urusan lain." Ucap Ken.
Ica mengangguk dan mengambil tempat di samping Ken, Windy seperti biasa akan duduk di samping pujaan hatinya, Daffa.
"Belum pesen makanan?" Tanya Windy.
"Udah kok," jawab Ico, "ini lagi nunggu."
"Tenang aja Win, punya lo dan Ica udah dipesenin Daffa." Timpal Ken.
Windy tersenyum dan mengangguk lalu menatap Daffa, "makasih lho."
Daffa tersenyum kecil, "sama-sama lho."
Windy terkekeh lalu terdiam karena menyadari ada yang kurang di sini, "Daffi mana? Gina?"
Ica memasang wajah jengah, "ngga usah ditanya kalo mereka, lagi makan siang di ragunan kali."
"Yah elah, orang lagi kasmaran kayak gitu ya? Perasaan kita ngga gitu banget deh kan waktu baru jadian?" Windy menatap Daffa.
Daffa mengangguk, "kalo mau jelasnya langsung tanya aja sama yang bersangkutan."
Daffi baru kembali muncul di kelas setelah bel berbunyi bersamaan dengan Ica dan yang lain masuk ke dalam kelas.
Jam pulang sekolah tiba, Ica berjalan bersebelahan dengan Windy. Di belakang mereka ada Ken, Daffa dan Ico.
"Tuh anak ngapain di sini?" Windy menatap ke arah gerbang sekolah, Ica dan yang lain ikut menatap ke arah yang sama.
"Itu Viska kan?" Tanya Ico yang langsung diangguki Ica.
Viska yang langsung menyadari kehadiran Ica, mengembangkan senyuman dan melambaikan tangannya lalu berjalan cepat ke arah Ica.
"Lo lagi apa di sini?"
"Ih pas banget lo sekolah di sini juga Ca! Sepupu gue ada yang di sini juga soalnya, ini gue mau jemput! Wah harusnya kemarin gue minta pindah ke sini aja ya biar ketemu sama lo."
Windy memasang wajah sebal mendengar ocehan Viska.
Ica ber-oh-ria, "ya udah gue balik duluan ya," pamit Ica.
"Eh jangan dulu! Masa baru ketemu udah pergi sih?" Viska memegang pergelangan tangan Ica.
Windy mendekat dan melepas paksa genggaman Viska, "gue sama master gue udah ada janji!"
"Eh ada lo juga toh? Ya ampun maaf ya Win gue ngga sadar kalo lo juga di sini." Viska memberikan senyuman yang membuat Windy bertambah kesal.
"Jadi kita ngga dianggap nih?" Sewot Ico.
Viska terkekeh, "hai Co! Makin ganteng aja. Lalu ini?" Viska menatap Ken dan Daffa bergantian.
"Ini Ken pacar Ica, ini Daffa pacar Windy." Jelas Ico.
"Wah," Viska menatap Windy sekilas, "kok bisa mau sama Windy sih?"
Windy menggeram kesal di tempatnya mendengar sindiran Viska.
Viska tertawa menyadari ekspresi Windy, "bercanda gue Win, jangan terlalu masukin hati lah."
Ica menghela nafasnya, "gue duluan ya Vis, masih ada urusan lain soalnya." Pamit Ica sebelum terjadi peperangan antara Windy dan gadis itu.
"Oh iya deh ngga papa Ca, tapi besok-besok kita ngobrol lagi ya?"
Ica hanya tersenyum dan kembali berpamitan, mengajak Windy dan yang lain ke parkiran.
"Pingin banget gue garuk muka tuh cewek!" Windy menghentakan kakinya kesal saat sampai di parkiran.
"Udah ngga usah dipeduliin." Daffa mengusap puncak kepala Windy.
"Daffa bener Win, yang ada lo capek sendiri nanti." Imbuh Ica.
Windy tidak lagi mengeluarkan suara sampai masuk ke dalam mobil Daffa. Sebelum makin sore, mereka segera pergi meninggalkan sekolah dan pulang ke rumah masing-masing.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dearest Enemy 2
Romance[Season 2 My Dearest Enemy] Kisah Ica dan tim Delta masih terus berlanjut. Semakin banyak masalah, baik dalam kehidupan pribadi serta pekerjaan mereka sebagai agen rahasia yang akan mereka hadapi kedepannya. ---------------------- Action - Romance