"Mentari!"
Cewek berambut panjang dengan pita merah di sebelah kanannya itu menoleh, melihat ke arah cewek berambut sebahu yang berada tidak jauh darinya. Cewek berambut pirang dengan liptint yang selalu on dibibirnya.
Meski enggan, cewek yang dipanggil Mentari itu berbalik, menghadap ke arah cewek berambut sebahu itu. Berusaha bersikap seramah mungkin.
"Ada apa ya, Kak Tasya?"
"Nanti softcopy Proposal Gebyar Kewirausahaan kirimin ke email gue ya, biar nanti gue yang kasih ke Angkasa." ujar Cewek yang bernama Tasya itu sambil tersenyum manis, sangat manis hingga Mentari rasanya ingin melemparnya dengan Gitar kesayangan milik Abangnya. Cewek model Tasya ini yang biasanya masuk Osis cuma buat numpang tenar sekaligus modus ke Ketos. Apalagi Ketos SMA Galaxy sangat ganteng, jadi wajar banyak cewek yang berusaha mendekatinya. Namanya Angkasa Putra Dirgantara. Ganteng, Pintar, tajir dan jago bermain gitar, tipe-tipe cowok idaman banget. Tapi sayang, Angkasa itu susah di deketin. Sama kayak namanya, Angkasa itu susah di raihnya, dia terlalu jauh untuk digapai. Jangankan deket, ketemu sama Angkasa aja susahnya nauzubilah.
Mentari menghela nafas pasrah, tadinya ia berfikir bisa modus bertemu Angkasa sambil menyerahkan proposal gebyar kewirausahaan, tapi keinginannya tersebut kini kandas. Malah Kakak kelasnya yang bernama Tasya itu yang akan bertemu Angkasa.
Yang ngerjain siapa, yang caper siapa. Cibir Mentari dalam hati.
Dengan berat hati, Mentari tersenyum paksa. Ia mengganguk meng'iya'kan ucapan Tasya.
"Oke, Kak."
Kemudian Mentari pura-pura melihat jam yang melingkar ditangannya, "Ada lagi yang mau di omongin Kak? Kalo gak ada yang mau diomongin lagi, aku duluan ya, Kak."
"Yaudah sana. Gue juga udah mau pulang." ujar Tasya sambil berlalu, meninggalkan Mentari yang berusaha tidak menyelengkat Tasya saat itu juga.
Dasar sok! cuma bendahara aja belagu banget.
Mentari berdecak kesal, "Untung Kakak Kelas, coba kalo bukan. Gue selengkat juga tuh orang!"
Hilang sudah semangat Mentari. Dengan langkah lunglai, ia berjalan menuju gerbang sekolah, menunggu Abangnya menjemput. Kalau saja Ayahnya memperbolehkan ia menyetir sendiri, pasti tidak akan serepot ini. Menunggu Abangnya pulang kuliah bukan lah hal yang menyenangkan. Terlebih jadwal kuliah Abangnya yang selalu berubah, terkadang membuat Mentari harus menunggu lama.
Matahari mulai kembali peraduannya, cahaya nya kini mulai redup. Langit menjadi gelap, namun yang ditunggu belum juga datang. Jam sudah menunjukkan pukul enam Ini sudah hampir magrib dan Abangnya belum Menjemput. Memang, masih ada beberapa siswa yang berlatih basket di lapangan outdoor, bahkan masih banyak juga yang menonton latihan mereka, terutama para kaum hawa, mereka sangat bersemangat menonton cowok-cowok basket yang katanya ganteng-ganteng itu, tapi tetap saja Mentari takut. Malam identik dengan seram. Terlebih, hanya ada dirinya yang menunggu di jemput di gerbang khusus.
Mentari masuk kembali ke lingkungan sekolah. Mungkin menonton basket bisa sedikit menghilangkan betenya karena Abangnya yang tidak kunjung datang.
"Biasa deh. Norak. Mending juga liatin Kak Angkasa daripada liat cowok-cowok keringetan gitu." Mentari mendengus melihat gerombolan cewek yang sedang berteriak-teriak menyemangati pemain basket. Menurutnya tidak ada manfaatnya berteriak seperti itu, bukannya menarik perhatian cowok, justru malah membuat cowok semakin ilfeel sama mereka. Tadinya, jika saja bukan cewek-cewek kecentilan itu yang menonton latihan basket, Mentari lebih memilih duduk di sana dan menonton latihan tersebut, namun hal itu ia urungkan ketika melihat bagaimana hebohnya mereka. Mentari masih sayang kuping, jadi lebih baik Mentari kembali ke gerbang khusus.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Possesive Badboy
Teen FictionHighest Rank : #5 in Fiksi Remaja #17 in Remaja #27 in Teen Fiction "Maksud lo apa, Lang?" "Gak maksud apa-apa." "Terus kenapa lo bilang ke Arga kalo gue pacar lo?" Mentari terlihat kesal. Namun Langit malah bersikap biasa saja. "Oh, itu.. Em...