[13] Minta Maaf

39.6K 2.9K 36
                                    

Mentari mengembuskan nafasnya kuat-kuat. Ia harus berani. Harus. Kalau dia hanya diam saja, masalahnya dengan Langit pasti tidak akan pernah selesai.

  "Semangat, Tar! Lo pasti bisa!" ujar Mentari sambil mengepal tangganya.

Mentari berjalan mendekat kearah Langit dan gerombolannya. Ada Langit, Arga, Daniel, Bima dan dua orang kakak kelas yang Mentari lupa namanya.

  "Lang, ibu negara dateng tuh!"

Langit menengok ke arah pintu kantin, dilihatnya Mentari yang berjalan ke arahnya. "Berisik lo, Ga."

  "Eh, Neng Mentari, kenapa? nyariin Abang ya?" goda Bima yang langsung dapat pelototan Langit.

  "Mentari itu kenapa pawangnya melotot gitu ya?" Arga ikut menimpali. Ia memasang wajah sok polosnya.

  "Mentari jangan mau sama Langit. Dia kalo duduk suka kentut."

  "Anjir lo!" umpat Langit. Ia menatap tajam temannya satu persatu. "Pergi lo sana." ujarnya pada teman-temannya.

  "Loh kok lo ngusir sih, Lang? Mentari aja gak merasa terganggu kok. Ya kan, Tar?"

Mentari tersenyum canggung. Ia mendekat ke arah Langit. "Bisa ngomong sebentar gak?"

Langit mengganguk, ia menggeser duduknya, memberikan ruang untuk Mentari duduk. "Sini."

  "Lo semua buruan pergi. Gue mau ngomong berdua sama Mentari."

  "Yah, lo mah gitu sih, Lang. Kapan lagi kan bisa semeja sama cewek cantik kayak gini." kata Bima tidak terima.

  "Tau nih Langit. Maunya berdua aja. Inget, Lang. Kalo berdua yang ketiga nya itu setan."

  "Iya, lo setannya! Buruan sana pergi sebelum gue lempar lo semua pake meja."

Tidak ingin terkena bogeman dari Langit, Bima, Arga, Daniel dan juga yang lainnya buru-buru bangkit dari duduknya dan berlari keluar kantin. Kalau Langit sudah ngamuk, dia suka tidak pandang bulu. Mau temen atau bukan, ia pasti akan kena damprat nya.

  "Ada apa?"

Mentari menatap Langit takut-takut. Nyalinya langsung ciut begitu melihat sorot tajam Langit.

Langit masih marah. Mentari tahu itu. Langit jelas masih marah padanya. Ada sedikit rasa sakit melihat sorot tajam yang jarang di lihat nya dari mata Langit.

  "Gue minta maaf.."

  "Buat?"

  "Sikap gue ke lo." Mentari memberanikan diri menatap Langit.

  "Udah gue maafin." kata Langit sambil balik menatap Mentari. "Ada lagi yang mau lo omongin?"

  "Kalo lo udah maafin gue, kenapa lo masih ngehindarin gue? Lo bahkan gak mau ketemu sama gue, Lang."

Langit menaikkan sebelah alisnya. "Bukannya lo pengennya kayak gini ya? Lo kan selalu risih kalo ada gue."

  "Gak gitu, Lang... Lo kenapa jadi sensitif gini sih?"

  "Sikap lo yang ngebuat gue kaya gini. Lo gak suka pacaran sama gue kan? Yaudah. Gue ngejauh dari lo, puas kan?" ujar Langit sinis.

  "Langit... Maaf..." Mentari menunduk. Matanya sudah mulai berkaca-kaca.

  "Sekarang mau lo gimana?" terdengar helaan nafas dari mulut Langit, ia memegang dagu Mentari agar menatapnya. "Lo maunya kayak gimana, Tar? Kalo lo mau gue ngejauh, oke gue ikutin mau lo. Sekarang lo tinggal bilang ke gue, lo maunya kayak gimana?"

My Possesive BadboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang