[6] Pernyataan Kedua

46.7K 3K 60
                                    

Mentari menghentikan langkahnya. Matanya menyipit melihat cowok bertubuh tinggi dengan jaket jeans yang melekat pada badannya. Cowok itu berdiri menghadap ke arah gerbang rumah Mentari. Sepertinya ia sedang menunggu seseorang.

"Langit?" ujar Mentari kaget. Pasalnya, ia tidak merasa memiliki janji dengan Langit. "Kok lo bisa disini sih?"

Langit yang tadi sempat kebingungan saat sampai di depan gerbang rumah Mentari, tersenyum kecil. "Pantesan gak ada yang bukain. Ternyata lo belum pulang."

Mentari mengabaikan ucapan Langit, ia berjalan mendekat ke arah Langit. "Lo ngapain disini, Lang?"

"Lo kayaknya gak suka banget ya, gue kerumah lo?" ujar Langit sambil menaikan sebelah alisnya.

Mentari menggeleng cepat. "Bukan gitu. Cuma gue bingung aja kok lo bisa tiba-tiba ada di depan rumah gue."

"Gue cuma mau ngasih ini," Langit menyerahkan handpone berwarana rose gold kepada Mentari. "Gue ketemu jambretnya, dan untungnya hp lo belum di apa-apain. Jambretnya gaptek."

Mentari tersenyum senang. Ia mengambil handphonenya kemudian melompat pelan. "Alhamdulillah.. Rejeki emang gak kemana. Makasih banyak ya, Langit..." kemudian dengan refleks Mentari memeluk Langit saking senangnya. Ia mengucapkan kata terimakasih berkali-kali.

"Ups, sorry.." kata Mentari begitu ia sadar akan tindakan spontannya. Dalam hati ia merutuki kebiasaannya yang satu itu. Mentari pasti akan memeluk orang yang berada didekatnya jika ia sedang senang, hal yang sudah biasa ia lakukan sedari kecil seperti ketika Ayahnya memberikan hadiah, Mentari pasti langsung memeluknya. Mentari tidak menyangka kebiasannya itu terus melekat sampai ia sebesar ini.

Sementara itu Langit berdeham, canggung. Meski ini bukan pertama kalinya ia di peluk cewek, namun tetap saja tindakan tiba-tiba Mentari membuatnya cukup kaget, untunglah Langit pandai menutupi ekspresi terkejutnya.

"Gue gak tau lagi gimana caranya balas kebaikan lo, Lang. Kalo misalnya lo butuh apapun, lo tinggal bilang aja ya sama gue. Gue pasti bantuin lo." ujar Mentari bersungguh-sungguh. Matanya menyiratkan kebahagian yang begitu sempurna.

"Sebenernya sih gue butuh bantuan lo. Tapi kayaknya lo gak bakal bisa deh."

"Eh, jangan gitu dong. Lo bilang aja apa yang lo butuhin? Apapun yang lo minta pasti bakalan gue lakuin, kok." ucap Mentari tanpa berfikir terlebih dahulu. Dilihatnya Langit tersenyum senang begitu mendengar ucapan Mentari.

"Gimana kalo gue minta lo, jadi cewek gue?"

Mentari melotot. Hampir saja tangannya bergerak menempeleng Langit, jika saja ia tidak ingat kalau Langit adalah Kingnya SMK Galaxy. Bisa habis Mentari sama fans cowok itu, kalau sampai berani menempeleng Langit. "Bercanda lo gak lucu tau!"

"Gue serius."

Mentari kali ini diam. Bingung harus bagaimana menanggapi ucapan Langit yang terdengar serius. Ia dan Langit baru kenal seminggu yang lalu, dekat juga enggak, chatan juga enggak, jadi bagaimana mungkin dengan mudahnya Langit bisa menembaknya seperti ini? Langit gak mungkin suka sama Mentari secepat itu kan?

Enggan berlama-lama dengan suasana canggung, Mentari akhirnya memberanikan diri bersuara. "Gue masuk dulu ya, Lang."

Tanpa memandang Langit, Mentari membuka gerbang rumahnya. Namun, sebelum menutup gerbang, Mentari menyempatkan diri berbicara dengan Langit. Wajahnya dibuat seserius mungkin. Ia menatap Langit lekat-lekat.

"Serius deh, Lang. Lo harus ke dokter. Kayaknya lo beneran geger otak, deh. Lo makin aneh semenjak kena balok." ujar Mentari, kemudian menutup pagar rumahnya.

****

Mentari memainkan handphonenya. Sejak tadi yang ia lakukan hanyalah membuka instagram dan youtube. Namun, meski begitu fikirannya kini telah bercabang kemana-mana. Terlebih dengan kejadian tadi, saat ia sampai dirumah.

Langit geger otak kali ya? Mentari bertanya-tanya dalam hati. Ia tengkurap sambil tangannya bertopang dagu, memandangi foto seorang cowok yang ia dapat dari instagram.

"Ganteng sih, tapi sayang badboy."

Mentari mencoba melihat foto-foto Langit yang di upload di instagram milik cowok itu. Saat sedang asik melihat foto-foto Langit, tangannya tidak sengaja menekan love pada salah satu foto Langit yang paling bawah.

"Mampus!"

Mentari buru-buru meng-unlove foto tersebut, namun sepertinya percuma, sebab kini sebuah notifikasi muncul di layar handphonenya. Sebuah pesan dari Langit melalui instagram.

'langitdirgantara12
Cie yang lagi ngestalk gue..

Mentari buru-buru mengunci handphonenya. "Dasar bege. Bisa-bisanya ketahuan ngestalk kayak gitu!" Mentari memukul pelan kepalanya. Kemudian ia berlari menuju dapur, menemui Kirana.

"Mommy... Tolingin Mentari... eh salah maksudnya tolongin Mentari... Mentari ketahuan ngestalk orang."

Mentari berlari memeluk Kirana yang sedang memasak. Sementara itu Kirana sendiri sangat kaget dengan kemunculan Mentari yang tiba-tiba.

"Kamu ngagetin Mommy aja sih, Dek. Kalo Mommy jantungan gimana?"

Mentari memajukan bibirnya, manyun. "Mommy, Ade malu..."

"Ada apa sih memangnya?" tanya Kirana. Kini ia dan Mentari sudah duduk di kursi dapur. Mentari yang memang anak perempuan semata wayang, memang sangat dekat dengan Kirana. Ia selalu menceritakan apapun pada Kirana, baik itu tentang sekolah, teman, maupun orang yang ia suka. Baginya Kirana adalah orang tua sekaligus teman curhat terbaiknya.

"Mentari ketahuan ngestalk orang, Mom."

"Siapa? Angkasa? Bagus dong kalo gitu kan jadinya bisa tambah deket."

Mentari mendengus. "Kalo Kak Angkasa mah mending dah, Mom. Lah, ini mah malah cowok absurd yang belum lama Ade kenal. Muka Ade mau ditaro dimana ini kalo ketemu dia."

Kirana tersenyum, melihat putrinya yang kini sudah mulai remaja. Perasaan baru kemarin ia melihat Mentari bisa berjalan, tapi sekarang Mentari sudah tumbuh menjadi gadis cantik yang bersinar, seperti namanya.

"Maksud Ade, cowok yang tadi nganterin handphone Ade ya? Yang kata Ade sempet nembak Ade?"

"Iya dia, Langit. Mana dia pake segala nge-dm ade. Kan ade jadi tambah malu, Mom." Mentari menghentakkan kakinya, "apa ade pura-pura gak tau aja ya, Mom?"

Kirana menggeleng. "Siapa yang ajarin kamu buat jadi pembohong? Inget kan kata Daddy? Ade harus mampu mempertanggung jawabkan apa yang udah ade lakukan."

"Terus gimana dong, Mom? Masa aku ngaku kalo emang lagi ngestalk?"

Kirana tersenyum kemudian, angkat bahu. "Itu sih terserah kamu. Tapi kalo kata Mommy, mendingan sama Langit aja. Pasti hidup kamu lebih berwarna."

"Ih Mommy! Kenapa malah jadi ngelantur sih omongannya!" Mentari mendelik tidak suka, terlebih melihat Mamanya yang tersenyum meledek. Sekarang, Mentari malah merasa kalau ia curhat dengan orang yang salah. Bukannya dapet pencerahan, malah ledekkan yang ia dapatkan.

"De kayaknya kamu emang jodoh deh sama dia."

Mentari mendengus malas. "Jodoh apaan sih, Mom. Udah ah, Ade males ngomongin dia."

Kirana berjalan menghampiri Mentari, kemudian tersenyum jahil. "Tebak siapa yang ada di luar."

"Paling juga Bang Fajar." Mentari berjalan untuk membukakan pintu. Namun begitu ia melihat siapa sosok dibalik pintu, seketika ia ingin mempunyai kemampuan menghilang seperti vampir dalam film twilight. Seriusan. Kenapa orang yang ingin dihindarinya malah ada didepan mata.

"Sore, Mentari."

Double sial! Umpat Mentari.

My Possesive BadboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang