[41] Bantuan

31.3K 1.9K 69
                                    

Haloooooo i'm come back😁
Happy reading guys!!!! Jangan lupa vote&comment😁😁

••••

Langit menatap Mentari tidak percaya. Ia tidak mungkin bisa melakukan itu. Itu sangat mustahil. Apa katanya? Putus dan membantu perusahaan Ayahnya? Dalam mimpi pun Langit enggan melakukannya. Terlebih putus dengan Mentari, itu sama saja ia menghancurkan dirinya sendiri.

Langit masih diam dengan tatapan tajamnya. Ia tidak bisa berfikir jernih saat ini, rasanya terlalu membingungkan. Terlalu tiba-tiba. Semuanya terjadi begitu saja padahal sebelumnya mereka baik-baik saja. Tidak ada masalah yang cukup serius hingga membuat mereka harus berpisah, tapi mengapa sekarang semuanya terasa sulit? Kenapa hidupnya seperti novel picisan yang sering dibaca oleh Mentari?

  "Lo gak lagi becanda kan, Tar? Putus? Lo mau kita putus?" tanya Langit tidak percaya. Cukup lama terdiam membuatnya sedikit mencerna semua yang terjadi. Semudah itukah Mentari menyerah? Sebegitu tidak percayanya kah Mentari padanya?

Mentari tersenyum tipis. Ia sudah menduga Langit akan berbicara seperti itu dan dia sudah menyiapkan jawabannya. "Kenapa? Lo gak mau ngelakuin itu?"

  "Ya enggak lah. Itu berarti sama aja kita pisah. Kita gak bisa sama-sama lagi. Dan untuk bantu perusahaan bokap gue, gue gak bisa. Lo tau seburuk apa hubungan gue sama dia."

Mentari mengganguk, mengerti. "Yaudah kalau begitu pertunangan gue sama Arga tetep berjalan. Selesaikan masalahnya?"

  "Selesai apanya! Gak. Gue gak rela kalo lo sama Arga." bantah Langit dengan penuh penekanan. Ia tidak rela melihat Mentari dengan Arga. Sampai mati pun ia tidak akan pernah rela. Ia berkata pada Arga untuk menjaga Mentari bukan berarti  ia menyetujui pertunangan mereka berdua. Ia hanya ingin menitipkan Mentari selagi ia pergi ke Berlin.

  "Terus mau lo gimana, Lang? Gue cape ada diposisi kayak gini. Selesai nganter lo balik gue harus ketemu sama orang EO, gue harus nentuin keputusan gue sekarang. Opa Gusti udah nyuruh orang buat nunggu gue ambil keputusan. Sekarang gimana? Gue harus apa? Kasih tau gue, Lang! Kasih tau gue harus bagaimana?!!" tanya Mentari frustasi. Matanya sudah mulai berkaca-kaca. Sejujurnya ia juga tidak ingin berpisah dengan Langit, tapi mau bagaimana lagi? Tidak ada jalan yang bisa dipilihnya. Semua jalan itu menuju pada jurang yang dapat membunuhnya sewaktu-waktu.

Mentari menunduk. Ia merasakan air matanya jatuh perlahan. Terlalu lama menyimpan sesak ini membuat Mentari tidak bisa lagi mengontrol dirinya sendiri. Ia terus saja merasa sedih sepanjang hari.

Sedangkan Langit hanya diam, mematung. Ia sendiri tidak tahu lagi harus berbuat apa. Ia tidak rela Mentari bertunangan dengan Arga, tapi ia juga tidak mau pisah dengan Mentari, ia sangat mencintai gadis itu. Ia bahkan rela menjadi budak Opa Gusti demi Mentari. Apapun akan ia lakukan untuk Mentari.

"Kalau memang putus ngebuat lo bahagia, gue ikhlas, Tar." Lirih Langit dalam hati. Ia tidak bisa melihat Mentari menderita seperti ini. Ia tidak bisa melihat gadisnya bersedih. Mentari seharusnya tidak ikut terjebak pada lingkaran permainan Opa Gusti. Ini semua salahnya, salahnya karena membawa Mentari masuk ke dalam lingkaran ini.

Langit menarik pelan dagu Mentari. Memaksa gadis itu agar melihatnya. "Tatap mata gue, Tar."

Mentari menggeleng. Enggan memperlihatkan wajah sembabnya pada Langit.

  "Lihat gue, Tar." Ujarnya lagi. Kali ini Mentari mendongak, melihat Langit yang menatapnya sendu. Tidak ada lagi tatapan tajam dan dingin dimata Langit, mata hitam itu kini menatapnya sendu, ada kekhawatiran yang terlihat jelas dimata Langit.

  "Kalo pada akhirnya kita harus pisah, gue rela. Gue rela kita pisah asalkan lo gak sedih lagi. Gue gak suka liat lo nangis kayak gini. Gue bakalan ngelakuin itu supaya lo bisa bebas dari semua ini. Gue mau lo kembali kayak biasanya, jadi Mentari yang gue kenal, yang banyak senyum, bukan Mentari yang cengeng kayak gini." ujar Langit sambil menghapus air mata Mentari. Langit mendekatkan wajahnya kearah Mentari.

  "Jangan sedih lagi, ya." ujar Langit tepat didepan wajah Mentari yang dibalas anggukan pelan oleh Mentari.

   "Gue sayang sama lo, Tar." Setelah berkata seperti itu, Langit mencium kedua mata Mentari dan terakhir ia mencium kening Mentari dengan cukup lama. Seolah ini adalah salam perpisahan untuk mereka berdua.

----

Surya duduk di ruangannya dengan gelisah. Sudah lima belas menit ia menunggu seseorang, namun orang itu belum juga datang hingga saat ini. Surya berharap orang itu mau bertemu dengannya, karena hanya ialah yang bisa membantunya untuk membujuk Opa Gusti.

Setengah jam berlalu, orang yang ia tunggu masih belum muncul juga. Surya pasrah, harapan satu-satunya kini sudah musnah. Namun disaat ia hendak keluar dari ruang kerjanya, pintu ruang kerjanya dibuka oleh seseorang.

  "Permisi Pak, Tuan muda Aeropati baru saja sampai diloby." ujar Adena yang merupakan sekretaris Surya.

Surya mengganguk. "Baik, kalau begitu tolong cancel semua jadwal saya hari ini. Untuk berkas-berkas yang memerlukan persetujuan, tolong alihkan sementara ke Tiyo. Biar dia yang handle semuanya."

  "Baik pak. Saya permisi dulu kalau begitu." pamit Adena. Perempuan itu adalah pengganti sekretaris lamanya yang telah ia pecat karena kesalahannya yang sangat fatal.

Surya merapikan jasnya dan langsung menuju ruang meeting melalui lift khusus pejabat perusahaan. Meski perusahaannya diambang kehancuran, namun tanpa orang lain ketahui, Surya memiliki sebuah perusahaan lain yang ia pegang bersama dengan anak dari sahabat SMA-nya.

Surya duduk di kursi sebelah utara. Tidak lama setelahnya orang yang ia tunggu-tunggu akhirnya datang juga.

  "Akhirnya kamu datang juga." Surya tersenyum, kemudian beranjak menghampiri orang tersebut dan memeluknya.

  "Saya pasti datang Om Surya. Bagaimanapun anda adalah orang yang paling berjasa untuk keluarga saya." ujar Orang tersebut dengan senyum tipisnya. Setelan jas mahal berwarna hitam membuatnya tampak rupawan dengan wajah bak dewa yunani.

  "Terimakasih. Om tidak tahu lagi harus meminta bantuan siapa lagi kalau bukan kamu. Om berharap besar pada kamu."

Orang itu tersenyum. Kemudian Surya mempersilakannya untuk duduk.

  "Om tenang saja untuk masalah ini saya pastikan akan beres dalam minggu ini. Om tidak perlu khawatir, saya akan membantu Om Surya." Pria muda itu tersenyum. Kemudian mengeluarkan sebuah amplop berwarna coklat berlebel sebuah rumah sakit ternama di Berlin, ia menyerahkannya pada Surya.

  "Apa ini?" tanya Surya bingung.

  "Seperti yang sudah saya katakan, saya akan membantu pemulihan Langit."

Surya terperangah. Ia tidak berfikir sampai disana. Ia mengerti maksud pria muda itu.

  "Om tidak salah percaya sama kamu. Kamu memang genius. Ayahmu pasti sangat bangga padamu."

  "Semoga saja. Saya yakin Ayah akan senang jika saya menolong sahabat baiknya. Sekali lagi saya berterimakasih pada Om Surya karena sudah membantu keluarga saya."

  "Sama-sama. Terima kasih juga sudah membantu Om menyelesaikan masalah ini."


•••••

Haloo semuanya😁 maaf yaa dibikin gantung lagi dipart ini wkwk pokoknya sabar-sabar aja yaa, ini permasalahan nya lagi diungkap satu-satu kok😁
Untuk part sweetnya nanti dulu yaa😁😁😁

Pokoknya baca terus cerita ini yaaa💗💗💗💗 terimakasih banyakkk😁😁😁💗

-Emaknya Langit-

My Possesive BadboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang