HAPPY READING GUYS!😂 JANGAN LUPA VOTE&COMMENTS YA, MAAP TELAT UPDATE😂😂
•••••
Mentari berlari menyusuri lorong putih itu. Air mata mengalir deras membasahi kedua pipinya. Ia tidak perduli dengan tubuhnya yang belum stabil, ia terus berlari menuju sebuah pintu. Sebuah ruangan yang di dominasi warna putih itu telah menunggunya. Ketika sampai didepan pintu, ia berhenti. Dengan menguatkan hatinya, ia membuka pintu itu.
Mata Mentari kian memanas memandangi keadaan di depan matanya. Bahkan kakinya seolah lumpuh, enggan melangkah mendekati bangkar itu. Mentari hanya diam, menatap tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Rasanya tubuhnya ingin luruh kelantai bersama dengan tangisannya.
"Langit..." ujarnya lirih. Matanya menatap nanar sosok laki-laki yang tengah terbaring di atas ranjang rumah sakit itu.
Mentari mendekat dengan langkah pelan. Isakan tak henti-hentinya keluar dari mulutnya. Ia seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Langit..." ujarnya lirih. Ia mendekat. Menggengam tangan Langit yang terasa sangat dingin.
Mentari memandangi wajah Langit yang pucat pasi. Seolah aliran darah tidak mengalir ke tubuhnya, namun nyatanya memang begitu.
"Langit... Bangun... Lo janji mau jemput gue..." Mentari menjatuhkan wajahnya didada Langit. Ia memeluk tubuh itu. Hatinya mencelos, merasa sangat sakit melihat Langit seperti ini.
"Lo janji sama gue mau bicarain semuanya.. Bangun, Lang.. Please, wake up. I need you.."
Tidak ada sahutan. Jangankan menyahut. Membuka mata saja sepertinya Langit tidak akan bisa.
"Lo harus tau semuanya, Lang. Gue dijodohin sama Arga... Gue gak bermaksud menghindar dari lo. Gue cuma mau nyelesain ini sendiri, tanpa nyusahin lo. Gue tau hubungan lo sama Opa Gusti lagi gak baik makanya gue gak minta tolong sama lo. Maafin gue, Lang... Maaf..."
Mentari melepaskan pelukannya. Ia menggenggam tangan Langit dan diletakkan dipipinya.
"Langit bangun! Jangan gini terus. Gue butuh lo, Lang.. Gue sayang sama lo.."
Mentari kembali terisak kencang. Bayangan momen-momen ketika ia dan Langit bersama terus berputar dikepalanya.
"Mentari.."
Mentari menengok, melihat sosok yang kini sedang memegang bahunya. "Kak Angkasa..."
"Jangan kayak gini. You must strong." ujar Angkasa sambil menatap Mentari. Dari matanya terlihat kesedihan mendalam yang ia coba tutupi. Ia tidak ingin terlihat bersedih dihadapan Mentari. Ia harus berusaha kuat untuk Mentari.
Mentari beralih memeluk erta Angkasa. Membenamkan wajahnya di dada Angkasa.
"Langit Kak... Langit kenapa..."
Angkasa membalas pelukan Mentari. Ia mengelus punggung Mentari yang bergetar hebat. Perempuan itu terlihat sangat terpukul atas kejadian ini.
"Lo harus kuat. Lo harus bisa nerima semuanya.. Ini udah takdir Langit.."
Mentari menggeleng. Ia mendongak menatap Angkasa. "Mentari gak bisa. Mentari gak mau kehilangan Langit, Kak. Mentari sayang Langit..."
"Langit juga pasti sayang Mentari. Tapi Mentari harus sadar. Ini kenyataannya. Mentari harus bisa nerima ini semua meskipun berat. Langit pasti bakalan sedih liat Mentari kayak gini."
"Mentari gak bisa. Ini terlalu tiba-tiba, Kak. Langit janji mau jemput Mentari. Langit janji mau bicaraiin semuanya. Langit pasti belum maafin Mentari makanya dia pergi.." ujar Mentari sambil terisak.
Angkasa melepaskan pelukannya. Ia memegang kedua pipi Mentari. "Mentari.. Sadar.. Lo gak bisa kayak gini. Lo harus ikhlasin Langit. Langit udah tenang. Jangan ngebuat dia sedih dialam sana. Dia sekarang pasti lagi ngeliatin lo dan dia jadi gak tenang karena lo yang kayak gini. Lo mempersulit Langit pergi, Mentari... Lo harus ikhlas. Ini udah takdirnya... Langit harus balik ke yang maha kuasa..."
Mentari menatap sendu Angkasa. "Kenapa harus kayak gini, Kak? Kenapa Langit harus pergi?"
"Ini udah takdir Langit, Tar. Lo harus berusaha menerimanya."
Angkasa menarik Mentari ke dalam pelukannya. Sementara itu Mentari meracau pelan.
"Langit... Mentari sayang Langit..."
••••
Suasana pemakaman semakin mencekam. Orang-orangan berpakaian hitam berkumpul disebuah tanah kuburan yang baru saja di isi oleh tubuh seseorang.
Langit. Kini, sosok cowok dengan wajah tegas itu telah tiada. Jiwa dan rasanya kini sudah kembali ke tempatnya.
"Langit... Maafin Ayah, Nak.. Ayah sayang sama kamu..." Surya-Ayah Langit-merasa sangat terpukul atas kepergian Langit. Ia bahkan belum sempat meminta maaf pada Langit atas semua kesalahannya. Kini, ia hanya bisa berdoa agar Langit tenang di alam sana.
Sementara itu Mentari hanya diam memandangi pusaran makam Langit. Tidak ada lagi air mata yang menetes. Tidak ada lagi isak tangis yang keluar dari bibirnya. Semuanya sudah habis. Air matanya bahkan sudah tidak bisa mengalir lagi karena kemarin ia sudah menangis sepanjang hari. Kini, ia mencoba untuk merelakan semuanya. Ia mencoba merelakan kepergian Langit meski rasanya begitu sulit.
"Langit... Semoga lo tenang di alam sana... Mentari disini selalu sayang sama lo. Mentari bakalan sering-sering dateng kesini ngunjungin lo." ujar Mentari sambil mengusap papan nisan Langit. Matanya menatap sendu pusaran makam Langit.
"Mentari, ayo kita pulang." ajak Angkasa yang sedaritadi berada disamping Mentari.
Mentari menggeleng. "Kak Angkasa duluan aja. Aku masih mau disini."
"Pulang Mentari, lo gak mau lihat Langit makin sedih dialam sana, kan?"
"Tapi Langit... Langit sendirian disini, Langit pasti kesepian.." Mentari mengusap papan nisan Langit. Ia membaca nama Langit dalam hati.
Langit Putra Dirgantara
Lahir : 19 September 1999
Wafat : 12 April 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
My Possesive Badboy
Teen FictionHighest Rank : #5 in Fiksi Remaja #17 in Remaja #27 in Teen Fiction "Maksud lo apa, Lang?" "Gak maksud apa-apa." "Terus kenapa lo bilang ke Arga kalo gue pacar lo?" Mentari terlihat kesal. Namun Langit malah bersikap biasa saja. "Oh, itu.. Em...