Mentari menatap jam dinding kelasnya dengan gelisah. Bahkan guru mata pelajaran matematika yang sedang menerangkan tidak di perhatikannya sama sekali. Entah mengapa perasaannya tidak enak sedari tadi. Ia gelisah, berkali-kali ia mengirim pesan pada Langit, namun cowok itu belum juga membalas pesannya. Mentari takut. Entah kenapa ia merasa sesuatu yang buruk terjadi pada Langit.
"Tar, lo kenapa sih? Lo udah dua kali di tegur loh." Ify yang duduk di sebelahnya menatap Mentari bingung. Sedaritadi Mentari tampak seperti orang gelisah, tidak bisa diam.
Mentari menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. "Perasaan gue gak enak, Fy. Gue takut Langit kenapa-napa."
"Lo udah coba hubungin Langit? Dia masih tubir kali, Tar."
Mentari menggeleng. "Gue dari tadi udah coba hubungin dia tapi belum dibales-bales. Dia berangkat dari pagi, masa iya tubirnya gak selesai-selesai sih."
"Duh gimana ya, lawannya serem sih, anak Adijaya udah kayak preman semua kan."
"Makanya itu,Fy. Perasaan gue dari tadi gak enak banget. Kayak ada sesuatu yang terjadi sama Langit."
"Berdoa aja, semoga itu cuma perasaan lo aja. Mudah-mudahan Langit gapapa."
Mentari mengganguk. Ia berdoa dalam hati agar semuanya baik-baik saja, Langit-nya tidak akan kenapa-napa.
Bel pulang sudah berbunyi, Mentari bersiap-siap keluar kelas, namun Delia memanggilnya.
"Mentari!!!!"
Delia berlari begitu melihat Mentari berada di depan mejanya. "Lo udah hubungin Langit? Bima dari tadi ngehubungin Langit tapi gak dijawab-jawab."
"Bima gak sama Langit?"
Delia menggeleng. "Katanya Langit balik duluan abis tubir. Dia bilangnya mau jemput lo."
"Berarti Langit udah di depan? Ayo, Del, temenin gue ke depan gerbang." Mentari menarik tangan Delia, ia berlari menuju gerbang. Ify dan Laily mengikutinya dari belakang.
"Tar, pelan-pelan kek, nanti yang ada kita jatoh."
"Gue mau ketemu Langit, Del. Langit pasti nungguin gue." Mentari mengedarkan pandangannya begitu sampe di depan gerbang khusus. Ia mencari sosok Langit diantara murid-murid SMA Galaxy.
"Kok Langit gak ada ya? Harusnya dia udah sampe sini."
"Macet kali, Tar. Lo tau sendiri kalo sore gini jalanan lagi macet-macetnya." sahut Laily. Cewek itu ikut mencari-cari Langit.
Sementara itu Delia berusaha menghubungi Bima, menanyakan apakah Bima sudah bertemu Langit atau belum. Tapi Bima menjawab ia belum juga menemukan Langit, terlebih handphone Langit sepertinya mati.
"Langit kemana ya? Perasaan gue bener-bener gak enak. Gue takut Langit kenapa-napa." Mentari duduk dengan gelisah. Sudah setengah jam ia dan yang lainnya menunggu Langit di depan gerbang, namun Langit belum juga datang. Handphonenya tidak aktif, teman-temannya yang lain pun tidak ada yang mengetahui keberadaan Langit.
"Pulang aja yuk, Tar? Udah mau magrib ini, mungkin aja Langit ada urusan mendadak terus gak sempet ngabarin lo."
Mentari menggeleng lemah. Matanya kini sudah mulai sayu saking lelahnya. Ia masih berharap Langit datang menjemputnya seperti yang Langit katakan padanya tadi siang. Mentari ingin menjelaskan semuanya pada Langit, ia ingin Langit bersamanya. Tidak lagi menjauhinya.
"Tar, balik ya? Langit pasti bakalan marah kalo tau lo tetep nungguin dia kayak gini. Lo belum makan dari tadi pagi, pulang dulu ya? Lo pucet banget, Tar." Ify memegang bahu Mentari. Ia berusaha membujuk Mentari meski ia tahu Mentari pasti tetap saja akan batu. Ify merutuk dalam hati, bisa-bisanya Langit membuat Mentari menunggu seperti ini. Awas aja kalo Mentari sampe kenapa-napa, Ify berjanji akan memberi pelajaran pada Langit.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Possesive Badboy
Ficção AdolescenteHighest Rank : #5 in Fiksi Remaja #17 in Remaja #27 in Teen Fiction "Maksud lo apa, Lang?" "Gak maksud apa-apa." "Terus kenapa lo bilang ke Arga kalo gue pacar lo?" Mentari terlihat kesal. Namun Langit malah bersikap biasa saja. "Oh, itu.. Em...