[14] Langit Batu

39.8K 2.8K 14
                                    

Jangan lupa vote & comments guys! Happy reading, semoga suka<3

•••••

  "Gue bisa sendiri, Lang. Serius deh." Mentari cemberut kesal. Di lihatnya Langit yang kini sedang nangkring di atas motornya.

  "Kan gue bilang gue temenin. Lagian kenapa sih? Lo gak suka ya, gue ganggu lo sama Angkasa?"

  "Ih apaan sih. Gak gitu. Lagian juga bukan cuma Kak Angkasa doang kok yang ada di sana. Ada banyak anggota Osis juga," ujar Mentari.

  "Yaudah kalo gitu, gak masalah dong, kalo gue ikut?"

  "Terserah deh. Terserah. Tapi awas ya kalo sampe lo rese di sana!"

  "Siapa juga yang mau ngerese di sana. Orang gue cuma mau nemenin lo."

  "Tapi janji ya, jangan bikin ulah?" ujar Mentari sambil menatap Langit.

Langit tersenyum, tangannya bergerak untuk mengacak rambut Mentari.

   "Iya, janji sayang."

  "Idih, sayang-sayang palalu peyang!" cibir Mentari dengan pipinya yang memerah.

Fix banget ini kenapa pipi gak bisa di ajak kompromi?????

  "Cie blushing.. Seneng ya? Hayo ngaku aja aja udah, lo seneng kan gue panggil sayang?"

  "Udah ah berisik. Ayo, katanya mau nemenin gue."

  "Yaudah, sini gue pakein dulu helmnya." Langit turun dari motornya, ia mendekat ke arah Mentari.

  "Ih ngapain? Gue bisa sendiri, kali." protes Mentari yang tidak di hiraukan oleh Langit. Langit tetap memasangkan helm ke kepala Mentari.

Mentari menahan nafas begitu Langit berada di depannya. Bahkan jarak dirinya dan Langit gak sampai sepenggaris butterfly yang panjangnya cuma tiga puluh centi. Bahkan, wangi parfum Langit yang maskulin itu, sampe ke cium jelas di hidung Mentari.

  "Nah, kan kalo nurut gini jadi tambah cantik." ujar Langit sambil tersenyum miring. Dilihatnya Mentari yang pipinya tambah memerah.

  "Apaan sih, gombal!"

Mentari mengalihkan pandangannya. Kenapa sih, Langit makin lama makin ngeselin gini?

  "Yaudah ayo naik, tadi minta buruan."

  "Iya iya." Mentari naik ke atas motor Langit. Tangannya langsung di tarik ke depan oleh Langit begitu  ia sudah duduk di jok belakang. "Langit apaan sih?!"

  "Biar gak jatoh." ujar Langit sebelum menjalankan motornya.

  "Malu tau. Masih siang, nanti banyak yang liat!" ujar Mentari sambil menarik kembali tangannya.

  "Lah, emang kalo pelukan cuma boleh malem?"

  "Tau ah."

  "Udah, nurut aja. Sekali-sekali nurut dong sama pacar, biar berkah." kata Langit sambil terkekeh pelan. Ia menarik lagi, tangan Mentari agar memeluk dirinya. Membuat Mentari mendengus.

Gak tau apa, kalo jantung gue udah kaya mau copot.

Sebenarnya Mentari sih gak masalah kalau ia harus memeluk Langit seperti ini, tapi yang jadi masalah adalah jantungnya yang selalu saja berdetak gak karuan kalau berada di dekat Langit.

Semakin kesini, Mentari merasa Langit semakin berubah. Gak seposesif kemarin-kemarin. Belum lagi, Langit benar-benar ngejaga Mentari, dia gak bakalan biarin Mentari terluka sedikitpun.

  "Lang?" ujar Mentari ketika ia dan Langit tengah berada di lampu merah.

  "Kenapa?"

  "Thanks ya?"

Langit menengok ke belakang, sebentar. "Buat?"

  "Everything." Mentari tersenyum manis, setelah itu ia mengeratkan pelukannya, menyembunyikan wajahnya di balik bahu Langit.

Sementara itu, Langit ikut melengkungkan senyum di balik helm fullface nya. Ia bersyukur Mentari sudah mulai membuka hatinya untuknya. Meski ia sendiri tidak tahu bagaimana perasaan Mentari yang sebenarnya. Mentari itu terlalu abu-abu untuk Langit.

Setelah menghabiskan waktu selama lima belas menit, Langit dan Mentari sampai juga di salah satu studio musik yang menjadi tempat latihan mereka. Kalau kata Delia, studio ini milik Angkasa. Jangan tanya, Delia tahu darimana, karena Mentari pun gak tahu.

  "Katanya, studio ini punya Kak Angkasa ya, Lang?" tanya Mentari saat ia dan Langit berada di lobby studio.

  "Iya. Bokap bikinin studio musik ini buat Angkasa soalnya dia suka banget main musik."

Mentari menatap Langit, takut-takut. Ada hal yang ingin ia tanyakan pada Langit menyangkut hubungan Langit dengan Angkasa, tapi ia bingung bagaimana cara ngomongnya.

  "Ehm, Lang.. Kalo boleh tau, kenapa lo sama Angkasa keliatannya musuhan banget, ya?"

  "Emang kenapa?"

  "Cuma pengen tau aja,"

  "Nanti gue ceritain, tapi gak gratis." ujar Langit sambil tersenyum miring.

  "Idih! Cuma cerita aja pake segala bayar. Mau dibayar berapa sih, Lang?"

Langit makin melebarkan senyumnya. Ia menatap Mentari yang melihatnya dengan tatapan aneh.

  "Ngedate bareng gue nanti malem, gimana?" tanya Langit sambil menaikkan sebelah alisnya.

My Possesive BadboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang