[20] Hug?

42.9K 2.7K 15
                                    

Mentari mengerjapkan matanya. Berusaha membuka matanya. Kepalanya seperti menindih sesuatu, seperti.... Tangan?

Mentari buru-buru membuka mata. Dimana ini? Bukan kah kasurnya tidak memiliki kelambu seperti ini?

  "Good morning, sayang."

Mentari melihat ke sumber suara. Dengan refleks, ia sedikit mundur. "Langit?"

  "Kok gak dijawab sih ucapan selamat paginya," ujar Langit dengan wajah cemberutnya. Ini lagi gak mimpikan? Kok bisa ada Langit pagi-pagi gini?

  "Gak mimpi kok, gue emang di sini. Disamping lo, Mentari." ujar Langit seolah mampu membaca pikiran Mentari.

  "Kok bisa?"

Langit memiringkan tubuhnya, tangannya menopang kepala, memperhatikan Mentari dengan lekat.

  "Lo gak inget yang semalem?" tanya Langit dengan senyum misteriusnya.

Mentari menyerit, bingung. Namun kemudian ia buru-buru melihat kebawah, menengok pakaiannya. Alhamdulillah, masih lengkap.

  "Hahaha..." Langit tertawa begitu melihat reaksi Mentari. Ia tahu apa yang ada di pikiran cewek itu.

  "Ngapain ketawa?!" Mentari bangun, ia duduk bersandar pada kepala kasur. Menatap garang ke arah Langit.

Langit pun sama, ia ikut duduk dan bersandar di sebelah Mentari. "Lo tadi mikir apa, Tar? Pasti yang aneh-aneh ya?"

  "Apaan sih. Orang... Gue gak.. Mikirin apa-apa kok." ujar Mentari gugup. Pasti tadi ia terlihat sangat bodoh di depan Langit. Tapi Mentari gak salah dong bertingkah seperti itu? Bayangin aja, kalau kalian bangun tidur terus tiba-tiba ada cowok di samping kalian yang nanya 'lo gak inget yang semalem?' sambil tersenyum menyeramkan seperti itu. Pasti shock kan? Pasti mikirnya sudah yang aneh-aneh bukan?

  "Mana berani gue ngelakuin itu, di rumah lo, Tar." ujar Langit setelah berhasil menghentikan tawanya.

  "Jadi kalo gak di rumah gue, lo berani gitu????" tanya Mentari galak. Ia menatap Langit tajam.

  "Eh.. Bukan gitu maksudnya. Lo mah salah tangkap omongan gue sih, Tar. Maksud gue tuh gue gak bakalan ngelakuin apa yang ada di pikiran lo itu, gue masih sayang muka gue. Abang lo bisa ngamuk kalo tau gue ngapa-ngapain adek kesayangannya." jelas Langit panjang lebar.

  "Terus kenapa gue bisa ada di sini? Sama lo lagi."

  "Lo ketiduran semalem. Tadinya gue mau mindahin lo ke kamar, tapi kata Bang Fajar biarin aja. Katanya lo udah dari lama pengen tidur di rooftop kayak gini, jadi yaudah, gue sama Bang Fajar di sini semaleman. Nemenin lo."

Mentari mengganguk paham. Memang, Mentari pernah berkata ingin tidur di bawah hamparan bintang waktu kecil dulu. Tidak Mentari sangka, Fajar masih mengingatnya.

  "Terus Bang Fajar mana? Kok gak ada di sini?"

Langit mengangkat bahu. "Gak tau, tadi dia kayak buru-buru gitu pas abis subuh. Kayaknya sih dia ke kamarnya, soalnya gak ada bunyi mobil pergi dari tadi."

Mentari tertawa pelan. Ia tahu Fajar ada dimana sekarang. Pasti Abangnya itu sedang ada di kamar mandi untuk setoran pagi alias buang hajat. Ya, kebiasaan Fajar dari kecil yaitu selalu setoran setiap selesai subuh.

  "Kok ketawa sih? Kenapa?"

Mentari menggeleng. "Enggak. Cuma lagi ngebayangin aja gimana tampang Bang Fajar waktu nahan pup, pasti dia menderita banget deh. Apalagi kamar mandi di sini lagi rusak, pasti kocak banget."

My Possesive BadboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang