Kim Jongin

100 5 0
                                    

Seperti mata, ia akan tertutup bila sudah lelah, akan mengatup bila ada bahaya mengancam. Itulah perempuan yang sekarang terduduk di bangku malam itu rasakan. Ia sudah begitu lelah dan ingin sekali menutup 'matanya'. Tapi entah kenapa suara di dalam hatinya mengatakan, "Bertahanlah,".

Bulan sabit sudah cukup lama menggantikan 'tugas' matahari. Mungkin sudah sekitar 2 jam yang lalu. Tetapi perempuan ber-coat cokelat muda itu benar-benar menuruti suara di hatinya. Terima kasih untuk tupai malam yang mulai berkeliaran karena sudah menemaninya.

Entah sejak kapan datangnya, seorang pria berperawakan tinggi menghampiri perempuan itu.

"Mian, aku telat," kata pria itu dengan suara yang menyiratkan penyesalan.

Awalnya hanya tetesan. Tapi semakin lama tetesan air mata itu mengalir dengan deras, seperti sungai. Pria itu menghembuskan napas berat, seakan ada beban berat di dadanya.

Ia membungkus tubuh perempuan itu dengan tangannya, membiarkan sweater yang dikenakannya basah oleh air mata. Membiarkan perempuan itu melampiaskan isi hatinya lewat air mata.

Ini semua salahku, batin pria itu.

"Berhentilah menangis. Sudah berapa kali kukatakan, aku tidak bisa melihatmu menangis? Maafkan aku, aku membiarkanmu di luar sini sendirian. Manajer-hyung benar-benar tidak memperbolehkan aku meninggalkan interview dengan wanita jalang itu sebelum semuanya selesai,"

"Ya! Berhenti memanggil Alena dengan sebutan wanita jalang!"

Pria itu terperangah. Seakan tidak percaya dengan apa yang barusan dikatakan kekasihnya itu.

"Mengapa kau selalu membelanya?"

DrabbleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang