Pemuja Vania

481 16 6
                                    

Jangan lupa vote ya °3°

"Aku tak memilih untuk pergi. Tapi kaulah yang membuatku pergi."

El

Sekte ini didirikan atas dasar cinta. Cinta terhadap Vania sang primadona. Didirikan satu hari setelah hubungan El dan Vania berakhir, sekte ini sering mengadakan pertemuan secara sembunyi-sembunyi. Zion Pratama adalah pencetus berdirinya sekte ini. Dia mengumpulkan siswa-siswa yang bernasib sama dengannya. Hanya bisa mencintai Vania dari jauh. Semakin jauh ketika Vania memutuskan untuk berpacaran dengan El.

Namun kini jarak yang memisahkan mereka sudah tak menjadi masalah ketika El dan Vania putus.

»»°°««

Tinggal dua langkah lagi El sampai di meja Vania. Tapi ia dihadang oleh siswa yang menggerubungi Vania tadi.

"Teman-teman seperjuanganku! Kita sebagai pemuja Vania harus melindungi Vania dari mahluk yang bernama El ini! Posisikan diri kalian! Lindungi Vania kita." Teriakan Zion, anak X IPS 2 yang menjadi pengagas dibentuknya squad Pemuja Vania.

Masing-masing siswa mengambil posisi mereka. Ada yang memasang kuda-kuda, bersiap untuk melayangkan tendangan ke El. Ada yang siap dengan senjata sapu, dan ada lagi yang berpegangan membentuk benteng melingkari Vania. Rata-rata anggota Pemuja Vania ini adalah cogan. Banyak diantaranya adalah siswa most wanted. Tapi sayang... kesempurnaan wajah mereka tidak diimbangi oleh otak mereka yang sedleng.

"Woy sante aja kali! Jomblo juga jomblo tapi ga usah se ngenes ini kali. Pake bikin squad apa tadi? Pemuja Vania? Setan kali ah dipuja-puja. Ganteng tapi bloon semua!"

"Alah bacot lo El! Lo ga usah deket-deket lagi sama Vania kita, kalau sampe lo berani deketin dia..... bakal gue bikin lo nyesel pernah sekolah disini! Mau lo?" Ancam Reyhan, kaka kelas El yang menjadi salah satu anggota Pemuja Vania.

Sementara itu, Vania yang sedang diperebutkan sedari tadi hanya terpaku diam. Mengabaikan kebisingan yang dibuat para siswa yang memperebutkannya. Ia masih saja melamun. Mungkin itu adalah hobi barunya sekarang.

"Van? Lo kenapa dari tadi diem aja sih? Ga sadar lo lagi diributin sama sosok-sosok ganteng di SMA ini?" Tanya Nisa yang berhasil menulusup pertahanan pemuja Vania lewat bawah meja.

Vania masih diam. Membungkam mulut tak ingin mengeluarkan sepatah kata. Pertanyaan Annisa ia hiraukan. Hanya masuk telinga kanan lalu keluar begitu saja lewat telinga kiri.

Annisa yang paham sahabatnya  sedang dirundung masalah langsung memeluk tubuh Vania. Ia kencangkan lagi pelukannya.

"Vania sayang, kalau ada masalah ga usah malu buat cerita ke mamah yak. Mamah siap 24 jam buat Vania. Ga enak kan kalau masalah cuma dipendam sendiri? Ceritain lah biar beban Vania berkurang," bisik Annisa ditelinga Vania.

Cairan bening keluar dari mata Vania ketika ia mendengar apa yang dibisikan oleh Annisa. Hatinya sedikit lega ketika ada insan yang berbaik hati merangkul dirinya. Annisa seperti ibu bagi Vania. Senyumannya hangat, sehangat senja di sore hari. Perkataannya menenangkan, setenang embun di pagi hari.

"Nis, bisa usir mereka gak? Termasuk El," pinta Vania sambil masih sedikit terisak.

"Laksanakan," jawab Annisa

Annisa berdiri, ia memandangi para cogan yang membentengi dirinya dan Vania. Ia nampak mengigit bibir bawahnya seperti sedang mempertimbangkan sesuatu. Bola matanya berputar kekanan dan kekiri. Sampai akhirnya ekspresi wajahnya berubah. Sepertinya kini ia telah menemukan cara untuk mengusir mereka.

"WOY PARA PEMUJA VANIA! ADA KABAR GEMBIRA BAGI KALIAN SEMUA!!"

Teriakan Annisa sontak mengundang banyak perhatian. Semua mata memandang murid manis berhijab ini. Tatapan kesal karena menganggu perang yang akan dimulai.

"Eh Mamah Dedeh! Ganggu Perang Dunia ketiga aja lo!" Ketus Zion sambil mengacungkan gagang sapu yang ia pegang.

"Bacot lo kutil kadal. Bisa dipending dulu gak nih perangnya? Gue ada kabar dari Vania yang harus gue sampein.
Jadi..... Vania kehilangan cincin kesayangannya di koridor sekolah. Nah, barang siapa yang menemukan cincin itu, akan diberi kesempatan untuk nge-date dua malam sama Vania," tutur Annisa sambil mengedipkan sebelah matanya kepada Vania.

"Bener cincin lo hilang Van?" Tanya Zion penasaran.

Vania hanya menganggukan kepala sambil memperlihatkan ditangan kirinya. Meyakinkan bahwa cincin kesayangannya hilang. Padahal itu hanya akal bulus Annisa saja.

Semua murid langsung saling bertatapan. Kemudian mereka melirik ke arah pintu secara bersamaan.

"PUNYAKU PUNYAKU PUNYAKU PUNYAKU!!!" Teriak para pemuja Vania sambil keluar kelas tak terkecuali El. Mereka sangat bersemangat mencari cincin milik Vania yang senyatanya tak hilang. Mereka tergiur dengan hadiah yang ditawarkan. Bagaimana tidak? Nge-date 2 malam bersama Vania? Siapa yang tak mau.

Annisa tersenyum lega. Kebohongannya dipercayai para spesies tamtablon , tampan tapi bloon.

"Gimana? Udah puas nyonya Aerlyn Bellvania Citrakirana?"

"Udah kacungku," jawab Vania dengan nada meledek

"Gua rukiyah kelar lo!"

"Bhahahaha rukiyah gua biar bisa ngelupain El sekalian yak"

"Gua gak kuat kalau itu. Berat Van, balikan aja."

"Eh kampret lo! Bukannya kasih semangat ke gue kek biar bisa ngelupain El. Kasih siraman rohani gitu!"

"Mario Maurer kali Van," ucap Annisa sambil mencubit pipi Vania.

"Mario Teguuuhh sableng -_- "

Hati Vania sedikit membaik pagi ini. Berkat Annisa tawa Vania kembali. Selain tawanya yang kembali, keberanian Vania untuk mencurahkan keluh kesahnya pun kembali. Ia ceritakan apa yang terjadi pada Annisa. Meski tidak terlalu rinci pada bagian yang vital, namun setidaknya penjelasan Vania bisa membuat Annisa mengerti.

Tungtung tarara ... tarara tungtung tarara

"Aelah udah main bunyi aja tuh bel!" Ketus Annisa ketika mendengar lantunan bel masuk.

Gerombolan murid memasuki kelas. Melangkahkan kakinya dengan berat karena harus mengikuti jam pelajaran bahasa yang meningkatkan rasa kantuk. Ada El diantara gerombolan itu. Ia datang dengan muka kesal. Kesal karena serasa dipermainkan oleh Annisa

Tatapannya tajam menghunus Annisa. Dua jarinya bergerak menunjuk ke wanita berhijab itu. Lalu El menggesekan jari telunjuknya ke leher. Mengisyaratkan bahwa tak lama lagi ia akan memotong leher Annisa.

Annisa hanya menelan ludah sambil tersenyum meringis. Ia tahu bahwa nyawanya sedang terancam sekarang. Yang hanya bisa ia lakukan sekarang hanyalah komat-kamit membaca mantra agar El tak memotong lehernya.
.
.
.
.
.
.
.
"Tolong aku..."

Suara itu memecah konsentrasi El yang sedang fokus mendengarkan penjelasan Pak Darno. Ia menengok ke belakang. Memastikan darimana datangnya suara itu.

Tapi hasilnya nihil. Semua temannya sedang asik dengan gadget yang mereka mainkan dengan sembunyi-sembunyi.

Siapa yang meminta tolong? Atau ini hanya perasanku saja?
Tapi suaranya sangat jelas sekali. Siapa dia?

Finally bisa publish lagi. Saya benar-benar minta maaf untuk waktu publish yang sangat lama.

Hope you enjoy my story gaess
Jangan lupa vote dan komen ya °3°

See you on the next chapter

Salam Pengabdi Mantan

Rianadi

BUKAN MANTAN BIASA [END] PROSES REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang