Akhir

111 7 0
                                    

Untuk apa kau beri semua bahagia padaku jika akhirnya lukalah yang kau utus untuk menemani hari-hariku tanpamu.

••••

Angin berhembus dari arah barat. Menggerakkan daun-daun hijau yang melekat diantara ranting pohon. Sehelai daun terlepas dari ranting yang telah lama ia hinggapi. Terbang bebas ke angkasa yang luas lalu kemudian jatuh kembali ke bumi. Daun itu tak pernah menyalahkan angin karena memisahkannya dengan ranting. Bagi daun, ini sudah saatnya dia pergi meninggalkan ranting. Karena kelak, akan ada daun baru yang tumbuh dan menemani ranting.

"Yukk, kebayang gak sih kalau semua bakal kayak gini?" tanya El sambil memandang hamparan langit biru yang luas.

Kini mereka sedang berada di atas bukit. Terbaring di rerumputan hijau yang segar. Dibawah teduhnya pohon rindang. El memutuskan untuk menenangkan dirinya di atas bukit. Karena tempat inilah yang bisa menghilangkan semua keluh kesahnya.

"Kok bisa ya kita itu saudara?"

"Kenapa ayah nyembunyiin ini semua?"

"Kenapa gue selalu yang sakit?"

"Cukup El!" Tangan kanan Yukki menutup mulut El. Ia tak ingin lagi El mengeluarkan semua kalimat yang membuat hatinya gusar.

"Semua ini sudah diskenario oleh Tuhan,"

"Coba deh lo liat daun-daun yang terbang itu!" Yukki menunjuk sekumpulan daun yang berterbangan.

"Mereka gak pernah nyalahin angin yang udah buat mereka lepas dari ranting,"

"Tau dari mana?" tanya El.

"Tau lah, karena mereka gak pernah tuh yang namanya demo nyalahin angin,"

"Hahahaha kampret mana ada daun-daun pada demo,"

"Nah gitu dong, senyum. Jangan cemberut terus, sepet gue lihatnya!"

"Makasih ya Yukk,"

"Makasih buat?"

"Udah ngehibur gue, yah setidaknya nyeseknya udah sedikit berkurang lah." ujar El sambil mengulurkan tangannya ke Yukki.

Yukki meraih tangan kanan El. Disaat itu juga El langsung menarik tangan Yukki, sehingga Yukki jatuh kedalam pelukan El.

"Makasih," bisik El di telinga Yukki.

•••••

El dan Yukki berada di atas bukit seharian. Melepas segala kesah tentang ketidakadilan yang menimpa El. Dia ingin menanyakan segera ke ayahnya, tapi sepertinya El harus bersabar karena sekarang ayahnya sedang menjalani pengobatan di Jepang bersama ibunya. Ia tak ingin mengganggu pengobatan ayahnya. Meski batinnya sudah berteriak meminta kebenaran.

"Pulang yuk?!" ajak Yukki sambil menepuk pundak El.

"Bentar lagi, 5 menit lagi ya?"

"Udah mau malem gini loh, pamali kalo masih main."

"Takut?"

"Mana ada Yukki Onna takut sama hantu,"

"Hehehe iya sih, yang ada mereka yang kabur. Yaudah yuk pulang!" ucap El sambil mengulur kedua tangannya.

"Ngapain lo?" tanya Yukki kepada El yang masih belum beranjak dari duduknya.

"Bantu berdiri elah! Ga peka banget deh jadi cewe," gerutu El sambil bangkit dari duduknya.

"Yaelah tinggal bilang kenapa, jangan kode-kode kayak cewe ih. Jijik tau gak?"

"Lo juga cewe, bambangg!"

El dan Yukki menuruni bukit saat senja hampir ditelan oleh angkasa. Butuh 15 menit untuk menuruni bukit itu. Hawa dingin yang menusuk membuat Yukki sesekali mendekatkan dirinya ke El.

Mereka langsung menghampiri sebuah motor yang terpakir sendiri di bawah pohon. Setelah beberapa saat, bukit itu kembali sepi. Tak ada orang, hanya ada pepohonan yang rindang dan seranga-serangga malam yang akan memulai orkestra malam mereka.

El melaju dengan kecepatan tinggi karena langit menampakan gumpalan awan hitam yang siap memberikan tetes-tetes hujan. Pelukan erat diberikan Yukki dari belakang. Sesekali ia menyuruh El untuk mengurangi kecepatan kendaraannya.

"Sialan!" ketus El secara tiba-tiba.

"Kenapa El?"

"Lima detik lagi lampu merah Yukk, harus tambah kenceng nih!" ucap El sambil menarik gas motornya.

"Pelan-pelan aja El! Gausah ngebut ih! Kayaknya gak bakal nyampe deh," kata Yukki dengan nada tinggi. Namun sepertinya percuma saja, El tidak mendengarkannya.

50 meter didepan El adalah perempatan yang cukup padat. Waktunya hanya 3 detik untuk bisa lolos dari lampu merah. El melaju dari arah barat menuju ke timur. Sebentar lagi, kendaraan dari arah utara akan melaju. El terus menambah kecepatan motornya, sampai akhirnya ia berhasil lolos melewati lampu hijau. Namun tiba-tiba, dua meter setelah El melewati lampu hijau itu, mesin motor El mati.

Kendaraan dari arah utara sudah mulai berjalan. Klakson bergantian berbunyi karena El yang berhenti di tengah jalan. El berusaha mendorong motornya dengan dibantu Yukki.

Salah satu mobil dari arah utara melaju dengan cepatnya tanpa mengetahui ada kendaraan yang berhenti di tengah jalan, dan.....

BRAKKK!!!

Mobil pajero hitam gagah yang melaju dengan kecepatan tinggi menabrak El dan Yukki. Tubuh mereka langsung terpental jauh. Seragam putih yang dikenakan berubah menjadi seragam yang berlumuran darah. Kepala El terbentur pinggiran terotoar. Darah mengalir deras di kepalanya. Sedangkan Yukki sudah terkapar tak sadarkan diri.

Sontak banyak warga yang langsung berlari ke arah El dan Yukki untuk menolong.

"Telepon polisi!" ucap salah satu warga yang datang.

Seorang wanita paruh baya mengeluarkan ponselnya. Kemudian terlihat ia mengetikan nomer dan langsung menelepon nomer tersebut.

"Semoga dia baik-baik saja,"

"Luka di kepalanya sangat parah, apakah dia akan terselamatkan?!"

"Gadis ini tak sadarkan diri. Detak jantungnya juga sangat lemah!"

Mata El membuka perlahan. Pandangannya kabur melihat banyak orang di sekitarnya yang menanyakan hal sama kepadanya.

Apa kau baik-baik saja?

Pandangan El tertuju pada gadis yang tergeletak di sampingnya. Gadis yang tak berdaya dengan seragam yang berlumuran darah.

"Yu.. kki.. berta.. hanlah,"

••••••
Haii terimakasih telah mengikuti BMB sejauh ini.
Maaf karena sebentar lagi kisah BMB ini akan usai~

Bagaimanakah nasib El dan Yukki?
See you on the next chapter 🖐
Jangan lupa vote dan komen

BUKAN MANTAN BIASA [END] PROSES REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang