Operasi Plastik

551 23 12
                                    

Jangan lupa vote ya °3°

"Aku tau berlari itu mudah. Tapi kini anggapanku salah ketika aku harus berlari menjauh darimu"

Rianadi


Dia telah merebut kasih sayang seorang ibu dariku...

"Kenapa gue jadi selemah ini sih! Ngelupain El susahnya ngelebihin ngertiin rumus fisika! Aahhhhh anjir lu El! Lu udah bikin gue jatuh terlalu dalam ke hati lu!" Omel Vania sambil membilas rambutnya.

Vania beranjak dari bathup. Menuju cermin besar yang ada didalam kamar mandinya. Menatap tajam ke pantulan dirinya yang ada di cermin. Tersenyum jijik melihat pantulan dirinya. Mulai tertawa sendiri seperti orang yang tak waras. Kemudian ia menangis.

"Gue harus bikin lu benci sama gue. Gimanapun gue harus bikin lu lebih sakit hati lagi El!"

°°°°[«»]°°°°

"Gimana Van? Udah mendingan?" Tanya Brhams sambil mengoleskan selai ke roti yang akan Vania bawa.

"Lumayan yah," ucap Vania.

"Kamu harus belajar ikhlas dan ngelupain anak sialan itu!"

"Dia punya nama yah."

"Iya ayah tau, tapi mulut ayah malas untuk menyebut namanya."

"Ayah..."

"Iya kenapa sayang?"

"Apa Vania bisa melupakan El yang selama ini sosoknya selalu ada di kepala Vania?" Tanya Vania sambil tertunduk lemas.

Menyadari anaknya yang mulai tenggelam dalam kesedihan lagi, Brhams berhenti mengoleskan selai lalu menghampiri Vania. Ia mengelus rambut panjang Vania yang lembut.

"Ayah yakin kamu bisa, tak usah terlalu dipikirkan karena itu akan membuatmu lebih memikirkan anak itu. Percayalah, anak ayah yang satu ini adalah wanita yang kuat."

Mendengar perkataan ayahnya, Vania langsung mendongak memandang ayahnya. Ia tersenyum, bersyukur karena ia punya ayah yang sebaik ini. Dia tak mau kehilangan untuk kedua kalinya. Atau mungkin ketiga kalinya. Satu ibunya, dan yang kedua El.

"Ayah suruh sopir untuk mengantarkanmu hari ini ya? Keliatannya kamu belum benar-benar baikan."

Vania mengangguk. Ia tak banyak bicara. Masih dilanda kegundahan hatinya. Ada satu pertanyaan besar yang selalu berevolusi di otak Vania. Pertanyaan yang kini akan tinggal di kepalanya untuk selama-lamanya. Pertanyaan sederhana namun tidak dengan jawabannya.

Apa aku bisa melupakan El?

Seperti mayat hidup. Itulah gambaran Vania ketika ia didalam mobil. Tatapannya yang kosong, ditambah matanya yang sembam karena semalam ia mengeluarkan banyak air mata. Raganya ada didalam mobil tapi tidak dengan pikirannya. Masih saja ia memikirkan tentang semua kenyataan pahit yang terjadi. Apa salahnya? Sampai- sampai ia bertemu masalah yang sepelik ini. Dia baru saja mengenal indahnya masa SMA. Tapi naas kenyataan pahit mencuri masa SMA yang indah milik Vania.

"Sudah sampai Non..." ucap sopir pribadi ayah Vania setelah ia membuka pintu depan mobil.

Vania masih terpaku untuk beberapa detik. Kemudian ia tersadar bahwa ia telah sampai disekolah.

BUKAN MANTAN BIASA [END] PROSES REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang