"Jangan pernah bilang kau akan selalu disisiku jika akhirnya sekarang kau meninggalkanku."
Adhitama Elvan Fahreza
««***»»
Sreekk....
"Ram? Lo masih di luar kan?" Tanya Annisa dari dalam kamar mandi. Annisa tak menyadari bahwa Rama telah meninggalkannya. Yang ia tahu, Rama juga ada di kamar mandi sebelah.
Suasana di kamar mandi benar-benar mencekam. Atmosfer dingin menyelimuti seluruh ruangan. Lagi-lagi sunyi dan sepi. Saking sepinya, tetesan air keran pun terdengar jelas membentuk simfoni menyeramkan di kamar mandi ini.
Annisa menuju wastafle yang ada di kamar mandi. Sebelumnya ia telah menyalakan saklar lampu kamar mandi ini. Karena kalau hanya mengandalkan flashlight dari hand phone tak akan cukup untuk menerangi gelapnya kamar mandi ini.
Annisa membasuh wajahnya beberapa kali. Ia rasakan betapa segarnya air yang menyeka wajah cantiknya ini. Ketika ia akan membasuh mukanya lagi, tiba-tiba lampu mati. Annisa merasakan sesuatu yang aneh dengan bilasan air yang kali ini. Sepertinya berbeda dengan yang sebelumnya. Tidak segar tapi rasanya hangat.
Annisa bergegas mencari saklar lampu kamar mandi. Dengan susah payah akhirnya ia menemukan saklarnya.
««***»»
Klik...
"Aaaaaa....! Kenapa wajah gue jadi berlumuran darah gini?!" Teriak Annisa ketika ia sadar bahwa air yang digunakan untuk membasuh wajahnya tadi adalah darah. Sekarang ia paham kenapa air tadi berubah menjadi hangat.
Bergegas Annisa menuju wastafle untuk membilas wajahnya yang penuh dengan darah. Betapa terkejutnya ia ketika yang keluar dari keran bukanlah air melainkan darah. Darah berwarna merah segar mengalir deras dari keran itu. Cepat-cepat ia menutup keran yang mengalirkan darah tadi. Namun bukannya berhenti, kucuran darah malah mengalir lebih deras.
Annisa panik bukan kepalang. Dipanggilnya nama Rama berkali-kali, namun percuma saja. Rama sudah tak ada di sini. Di tengah-tengah kepanikannya, lampu kamar mandi tiba-tiba berkedip-kedip. Menyala, mati, menyala, mati. Annisa ingat bahwa kehadiran hantu bisa ditandai dengan lampu yang tiba-tiba berkedip seperti ini.
Bulu kuduknya berdiri. Sebisa mungkin Annisa melantunkan doa-doa yang ia ketahui. Namun, disela-sela ia berdoa, Annisa meraskan ada tangan yang mencekam kaki kirinya.
"Arggh...!" Gerang Annisa ketika tangan itu semakin kuat mencekam kakinya.
Annisa meronta, mencoba melepaskan kakinya dari genggaman tangan itu. Tapi kelihatannya sia-sia saja, cengkramannya bertambah lebih kencang sampai-sampai Annisa merasakan darah keluar dari kakinya.
"Argghhh... lepasin kaki gue woy!" Pinta Annisa sambil tetap berusaha meronta. Kali ini usahanya membuahkan hasil, tangan itu melepaskan ikatannya.
Annisa langsung tersungkur. Kakinya benar-benar lemas dan juga nyeri. Cengkraman tangan tadi berhasil membuat luka yang sedikit parah di kedua kaki Annisa. Ia tak kuat berdiri. Terlalu sakit bagi kedua kakinya untuk menopang badannya.
"Ram... to- tolong gue!" Ucap Annisa lirih. Air matanya tak bisa ia tahan lagi. Rasa takut dan juga sakit mengambil alih tubuhnya. Annisa berusaha untuk menyeret tubuhnya keluar dari kamar mandi. Kini ia benar-benar hanya mengandalkan kekuatan kedua lengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUKAN MANTAN BIASA [END] PROSES REVISI
Novela Juvenil"Semakin kuat usahaku untuk melupakanmu,semakin sulit hatiku untuk melepasmu" Inilah kisah El yang diputuskan pacarnya di hari anniversary mereka.Sakit hati,benci,dan tak terima adalah ungkapan El untuk hatinya ini.Tapi apalah daya,rasa cinta El leb...