TigaPuluhDelapan

1.1K 61 1
                                    

Zidan melangkah ragu didepan rumahnya sendiri. Pasalnya bundanya sedang berdiri didepan pintu dengan senyum yang mengembang melihat Zidan membawa paper bag.

"Bun,ngapain sih diem disitu?" Safa hanya menunjukkan cengirannya sambil bersidekap dada.

"Suka-suka dong. Eh,kamu bawa apaan tuh?" Tanya Safa sambil mencoba melirik isi paper bag yang Zidan bawa.

"Apasih,bun. Bukan apa-apa." Zidan berusaha untuk menghalangi pandangan Safa kearahnya.

"Ah,ternyata kamu udah besar ya. Jadi tau harus bersikap gimana sama pacarnya." Dan Safa meninggalkan Zidan begitu saja didepan pintu.

"Bunda kok aneh sih?" Zidan bergidik ngeri ketika mengingat kelakuan bundanya yang bisa menebak dirinya dengan mudah. Sudah seperti paranormal saja.

Zidan masuk,menghiraukan Safa yang duduk di sofa sambil meminum teh ditemani dengan setoples biskuit.

"Zidan?" Zidan menghentikan langkahnya dan menoleh kepada Safa. Tumben sekali bundanya memanggil nama Zidan dengan nada yang agak serius.

"Kenapa,bun?" Safa melambaikan tangannya,menginstruksi Zidan untuk menghampiri dirinya.

Zidan menghempaskan diri disamping mamanya, "Kenapa?" Zidan sudah siap apabila Safa akan bertanya sesuatu. Karena ia juga tidak bisa bermain rahasia dengan bundanya.

"Boneka buat siapa?" Zidan tersentak,bagaimana bisa Safa tahu isi paper bag miliknya?

"Kelihatan kali,dek,kalo isinya boneka." Safa terkekeh pelan.

"Kok bunda tau?" Bukannya menjawab,Zidan malah bertanya balik ke Safa.

Safa menghela nafasnya, "Kamu pikir,bunda gak pernah muda?
Kamu pikir kelakuan ayah dulu gak gini? Udah ke baca kali." Safa kembali terkekeh,mengingat kelakuan Zidan sama persis dengan kelakuan suaminya dulu.

"Ini buat temen."

Safa melirik Zidan dengan menggoda, "Yakin cuma temen?" Tanyanya sambil mencolek dagu Zidan.

"Ya...kin?" Zidan malah meragukan jawabannya sendiri.

"Tuh kan kamu gugup gitu,pasti spesial ya temennya." Safa terus mendesak Zidan agar ia mau bercerita padanya.

"Ya gitu." Hanya begitu saja jawaban yang bisa Zidan keluarkan. Karena ia sendiri juga bingung,hubungannya dengan Nafa memang hanya teman. Tapi Zidan menginginkan lebih dari itu.

"Kalo suka bilang aja kali. Nanti kalo udah diambil orang baru deh nyesel." Safa bangkit menuju kamarnya,dan meninggalkan Zidan yang tengah berpikir diruang tamu.

Nanti kalo udah diambil orang baru deh nyesel.

Baru deh nyesel.

Nyesel.

Nyesel.

Zidan mengacak rambutnya frustasi. Kenapa perkataan bundanya itu terus saja terngiang-ngiang dikepalanya?

***

"Jadi rencana kita gimana?" Baru saja Franda duduk,Nafa sudah menodongnya dengan pertanyaan.

"Masih pagi,nanti pas istirahat aja kita omongin." Nafa mendengus. Semangat untuk menyambut Arzan semakin menggebu-gebu dalam dirinya.

"Sekarang aja. Mumpung masih pagi,otaknya masih seger buat mikir." Franda mengubah posisi duduknya menjadi berhadapan dengan Nafa.

"Oke,jadi rencana lo?"

"Lo udah minta alamat rumahnya Arzan?" Franda mengangguk sambil menunjukkan sebuah alamat di handphonenya.

"Jauh gak sih?" Tanya Nafa setelah selesai membaca alamat tersebut.

Silent Love✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang