Extra Part I

853 37 2
                                    

Hehe sorry ya malem,ku kira tadi siang udh update. Ciye bsk lebaran. Yg mlm takbirnya dirumah siapa aja nih?

Happy reading❤

***

Ujian SBMPTN telah dilaksanakan kurang lebih satu setengah bulan yang lalu. Itu artinya,hanya tinggal menunggu hasil seleksi. Nafa harap-harap cemas. Ia sudah berusaha semaksimal mungkin agar bisa masuk kampus impiannya.

Tak berbeda dengan Nafa,Zidan pun berharap agar bisa diterima di kampus impiannya.

"Nanti kalo kita keterima di kampus masing-masing,berarti kita LDR dong?" Tanya Zidan sambil mengaduk minumannya malas.

Saat ini Nafa dan Zidan sedang berada di Cafe yang biasa mereka kunjungi. Membahas masa depan masing-masing. Tapi satu yang membuat Nafa pusing. Zidan selalu khawatir dengan hubungan yang hanya sebatas teman dekat ini.

"Ya ampun,apa yang kamu khawatirin? Kita cuma beda kota aja." Nafa menggeram kesal. Jika sudah seperti ini Zidan akan berkali-kali lipat lebih menyebalkan.

"Aku takut nanti ada yang naksir sama kamu." Nafa tergelak. Membuat Zidan memberengut kesal.

"Ya biarin ajalah,lagian cowok disana pasti ganteng-ganteng." Zidan bahkan sudah menekuk wajahnya. Nafa malah semakin menggodanya.

"Gak boleh! Pokoknya gak boleh ada cowok lain selain aku dihidup kamu." Nafa tertawa,sikap possessive Zidan mulai menguar jika dirinya sudah membahas laki-laki lain.

"Kita itu cuma teman dekat. Jadi kamu gak berhak dong ngatur-ngatur hidup aku. Mau aku dekat atau bahkan pacaran sama cowok lain,itu hak aku." Bibir Zidan terbungkam mendengar penuturan Nafa.

Lagipula siapa dia,bisa mengatur Nafa seenaknya. Dia hanya teman. Tidak lebih. Dan itu membuat sebagian hatinya berdenyut sakit. Tawaran Zidan untuk membangun sebuah hubungan pun belum digubris oleh Nafa. Membuatnya merasa digantung dengan status 'teman'.

"Iya,lo bener. Gue bukan siapa-siapa. Terlepas dari perlakuan gue dulu,lo pasti belum bisa terima ajakan gue."

Nafa terperanjat kaget. Kosa kata Zidan berubah. Menandakan bahwa Zidan sedang dikuasai emosi. Ini membuat Nafa merasa bersalah.

Zidan mendorong kursinya kebelakang dan berdiri, "Ayo,gue anter pulang. Udah sore." Nafa hanya mengangguk mengikuti perintah Zidan.

***

Macet. Sudah hampir lima belas menit Nafa dan Zidan terjebak macet. Salahkan Zidan yang membawa mobil,padahal tahu Jakarta tidak akan pernah sepi.

Hanya suara deru mesin dari pengendara lain yang terdengar. Bahkan Zidan lebih memilih diam dibanding mengajak Nafa mengobrol hal tidak penting seperti biasanya.

"Dan?" Zidan hanya menoleh sekilas lalu pandangannya kembali fokus ke jalan didepannya yang sudah berangsur lancar.

"Zidan,kenapa sih?" Jangankan menoleh,melirik pun Zidan enggan karena ia tak mau emosi saat mengendarai. Itu bisa membahayakan dirinya dan Nafa.

"Kenapa?" Bukannya menjawab,Zidan malah balik bertanya. Membuat Nafa kesal bukan main.

"Berhenti!" Zidan menepikan mobilnya. Membuat Nafa langsung melepas seatbelt dan membuka pintu mobil.

Sebelum keluar Nafa sempat mengatakan sesuatu dengan suara serak, "Segini aja perjuangan lo buat gue? Segini? Bahkan gue berharap lo bisa nunggu sedikit lagi,"

Nafa tertawa sumbang, "Karena nyatanya,gue gak begitu berharga buat lo."

Brak

Nafa membanting pintu mobil,hingga membuat Zidan berjengit kaget dan memijat pelipisnya pelan. Masalah seakan selalu menghampirinya. Seolah Tuhan dan seluruh alam semesta berkonspirasi untuk membuat Zidan dan Nafa tidak pernah bersatu.

Silent Love✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang