Zidan menghela nafas,sudah berkali-kali dirinya melakukan ini,sampai membuat Radit yang duduk disebelahnya menjadi gusar.
"Lo kenapa sih? Kok kayak gelisah gitu?" Zidan menggelengkan kepalanya,kemudian merebahkan diri diatas kasur milik Radit.
"Gue....." Zidan menggantungkan ucapannya,membuat Radit mengerutkan keningnya.
"Gue apa?" Tanya Radit dengan menggebu-gebu. Penasaran dengan kalimat Zidan yang selanjutnya.
Zidan kembali menghembuskan nafasnya, "Gak jadi." Radit yang mendengarnya langsung menoyor kepala Zidan.
Zidan mengaduh, "Anjir ya lo. Gue kira ada apaan." Radit protes tak terima ketika Zidan tidak jadi mengutarakan maksudnya.
"Gue kayaknya suka sama seseorang." Kalimat pembuka Zidan membuat Radit melongo heran.
"Serius lo?" Zidan menjawabnya dengan anggukan kepala.
Radit yang memang pada dasarnya kepo lalu bertanya kembali, "Siapa dia?"
Zidan menatapnya sebentar,kemudian kembali mengalihkan pandangannya, "Lo tau orangnya. Tapi ini baru perkiraan gue aja."
"Nafa ya?" Badan Zidan menegang,tapi langsung bisa diatasi olehnya agar tidak ketahuan.
"Nafa? Dia bukan tipe gue. Lagian tipe gue tuh yang kayak Vania. Udah cantik badan bohay,baik,ramah lagi. Nafa mah jauh."
Saat mendengar pujian Vania dari mulut Zidan,Radit merasa bahwa Nafa memang benar-benar bukan tipe Zidan.
"Gue cuma mau ingetin,don't judge by the cover. Mungkin lo liat Vania cuma dari luarnya aja,tapi lo gak tau sifat aslinya kayak gimana."
"Maksud lo?" Zidan bertanya karena dirinya tidak mengerti apa maksud dari ucapan Radit.
"Suatu saat lo bakalan tau. Gue minta satu hal sama lo." Zidan langsung menatap Radit dengan alis yang mengerut.
Radit menghembuskan nafasnya, "Jangan deket-deket sama Vania kalo lo gak mau nyesel."
Hanya kalimat itu yang keluar dari mulut Radit. Dan lagi-lagi membuat Zidan mengerutkan alisnya tidak mengerti.
"Maksud lo?" Tapi Radit enggan menjawab pertanyaan Zidan.
Bukannya Radit tidak mau kalau Zidan mempunyai pacar,hanya saja Radit tidak ingin Zidan melihat perempuan dari fisiknya saja.
Belum tentu fisik sempurna kelakuan juga bagus. Bahkan bisa saja fisik sempurna tapi kelakuan bejat.
Radit hanya tidak ingin Zidan termakan oleh pesona Vania. Karena Radit sangat mengenal Vania lebih dari apapun.
"Nafa cantik ya?" Setelah terdiam cukup lama akhirnya Radit mengeluarkan suara untuk membuat suasan tidak canggung.
"Hah? Apa? Gue gak salah denger?" Zidan seperti meremehkan pertanyaaan Radit.
"Nafa yang gak pernah moles mukanya lo bilang cantik? Gue perlu bawa lo ke dokter mata."
Bohong jika Zidan mengatakan Nafa tidak cantik,Zidan hanya tidak ingin Radit mengetahui bahwa Zidan sebenarnya juga mengakui bahwa Nafa cantik natural.
"Lo yang perlu gue bawa ke dokter mata. Lo sih sukanya yang dempulannya tebel." Zidan hanya mendengus mendengar pernyataan Radit.
"Udah ah ngapain bahas cewek sih? Mending lo telpon Wira sama Arya suruh kesini." Radit menjentikkan jarinya,pertanda ide Zidan sangat bagus.
"Good idea." Kemudian Radit segera mengambil handphonenya yang berada diatas nakas.
"Eh,nyet. Sini kerumah gue. Buruan. Gak pake lama. Ajak Wira juga. Bye." Sudah,hanya seperti itu jika Radit menelpon.

KAMU SEDANG MEMBACA
Silent Love✔
Teen FictionGue cinta sama dia. Tapi yang tau perasaan ini cuma gue. Iya,karena gue gak pernah nunjukin ke dia secara terang-terangan. Gue mencintai dia dalam diam. -Nafa Aulia Azahra- Gue gak tau ini nyata atau cuma perasaan gue aja. Cewek itu selalu liatin gu...