Setelah Zidan mengantarkan Nafa kerumahnya,Zidan segera bergegas untuk pulang.
Mungkin ini adalah hari yang spesial untuk Zidan karena hari ini sukses membuat senyumnya terlihat sejak satu jam yang lalu saat bersama Nafa.
"Gue rasa dia udah gak waras." Ziva menggelengkan kepalanya ketika melihat Zidan memasuki rumah dengan senyum yang terus mengembang.
"Ekhem!!" Ziva berdeham cukup keras karena Zidan melewatinya begitu saja saat diruang tamu.
Zidan menoleh dan mendapati Ziva sedang menatapnya dengan satu alis terangkat.
"Ziva?" Ziva memutar bola matanya kesal,adiknya ini memang tidak tahu sopan santun kepada yang lebih tua.
"Ziva Ziva,gue ini kakak lo. Harusnya lo manggil gue 'Kak Ziva' itu baru bener."
"Kita cuma beda 3 tahun,jadi gak masalah kalo gue manggil lo gk pake embel-embel 'kak'." Rasanya Ziva ingin membenturkan kepala Zidan ke tembok disebelahnya.
"Ya tapi setidaknya lo hormati gue dong sebagai kakak lo." Zidan hanya mengidikkan bahunya tak peduli.
"Dari dulu lo emang gak pernah berubah." Ziva melemparkan majalah yang tadi dipegangnya tepat kearah Zidan.
"Gak kena. Wlee." Zidan menjulurkan lidahnya ketika majalah yang dilempar Ziva malah meleset.
"Zidan!!" Zidan langsung berlari kearah bundanya yang kebetulan sedang lewat.
"Loh loh,kamu kenapa diem dibelakang bunda?" Tanya Safa--bunda Zidan-- saat Zidan bersembunyi dibelakangnya.
"Itu bun,Ziv--eh kak Ziva. Aku baru dateng langsung dilempar sama majalah." Ziva yang dituduh seperti itu hanya diam sambil menyumpah serapahi Zidan dalam hati.
"Apaan sih. Elo yang mulai duluan juga. Kok nyalahin gue."
Safa hanya terkekeh ketika kedua anaknya tidak ada yang mau mengalah untuk mengakhiri perdebatan konyol ini.
"Udah udah. Kalian jangan berantem terus." Tegur Safa ketika melihat Ziva dan Zidan saling melemparkan tatapan sinis.
"Bunda mau pergi arisan dulu. Kalian jangan berantem nanti kalo ayah tau,pasti kalian kena marah."
"Bunda dianterin sama siapa?" Tanya Ziva.
"Aku anterin ya bun?" Tawar Zidan tapi malah mendapat gelengan dari Safa.
"Bunda gak mau ya naik motor kamu itu. Bunda takut jatuh." Safa terkekeh ketika menyebutkan kalimat terakhirnya tadi.
Tampak Ziva sedang berpikir,kemudian menjentikkan jarinya, "Bunda aku anterin aja ya,sekalian aku mau ketemu sama temen SMA ku dulu."
Safa mengangguk, "Boleh deh. Tapi kamu hati-hati ya bawa mobilnya. Jangan ditabrakin ke mobil orang lagi." Ziva hanya menyengir.
"Iya bun iya. Janji deh gak nabrak mobil orang lagi."
"Baru bisa naik mobil aja sombong." Cibir Zidan.
"Apasih lo. Iri aja sama gue." Safa hanya bisa bersabar jika sudah begini.
Terkadang,Safa merindukan momen seperti ini. Dimana Ziva dan Zidan yang saling bertengkar walau hanya karena hal sepele sekalipun.
Dan salah satu diantara mereka akan membuat pembelaan didepan dirinya dengan muka yang lucu seperti balita--menurut Safa.
Atau bahkan akan terus saling menuduh satu sama lain sebelum Safa melerai keduanya.
Ziva memang melanjutkan pendidikannya disalah satu universitas terkenal di Malang. Disana ia tinggal bersama kakek dan nenek dari bundanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Silent Love✔
Novela JuvenilGue cinta sama dia. Tapi yang tau perasaan ini cuma gue. Iya,karena gue gak pernah nunjukin ke dia secara terang-terangan. Gue mencintai dia dalam diam. -Nafa Aulia Azahra- Gue gak tau ini nyata atau cuma perasaan gue aja. Cewek itu selalu liatin gu...