Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 6 sore. Aleen merenggangkan tubuhnya dan menghela nafas panjang. Ia tak menyangka selama ia cuti terdapat banyak pekerjaan yang seharusnya ia kerjakan. Anehnya ayah Sean atau pun Sean tidak memarahinya.
"Seharusnya mereka memarahiku karena cuti terlalu lama. Ah, ini akan membuat para karyawan lain semakin tidak menyukaiku" keluhnya dan memasukkan barang-barangnya ke dalam handbag-nya.
"Kami tidak bisa memarahimu karena kau berharga bagi kami, honey" bisik seseorang dan membuat Aleen terperanjat dan refleks memukul kepala orang itu sedikit keras.
"Argh, Sayang. Kenapa kau malah memukulku?" tanya orang itu yang ternyata adalah Sean. Alen menutup mulutnya dan mengusap kepala Sean yang tadi dia pukul.
"Aku minta maaf, Sayang. Aku hanya kaget mendengar bisikanmu" sesalnya dan menatap Sean dengan memelas. Sean yang gemas langsung menjawil hidung Aleen hingga Aleen mengaduh kesakitan.
"Apa yang kau pikirkan sampai kau tak menyadari keberadaanku dan tidak mengenali suaraku, hm?" tanya Sean penasaran dan menarik tangan Aleen menuju lift.
"Kenapa kalian tidak memarahiku saja? Aku sudah mengambil cuti melewati batasnya" Sean terkekeh dan merangkul Aleen dengan lembut.
"Karena kami tidak tega memarahimu, Sayang. Kami semua menyayangimu karena kau akan menjadi bagian Maddison sebentar lagi" Aleen memberenggut dan mencubit perut rata Sean.
"Apa kau tahu bagaimana tatapan para sekretaris yang ada disekitarku? Mereka seperti ingin menerkamku. Bahkan ada yang terang-terangan menatapku dengan tidak suka dan menyenggol bahuku dengan keras. Jika aku tidak mengingat kalau aku sedang bekerja mungkin mereka tidak bisa berjalan esok harinya" tatapan Sean yang awalnya lembut berubah menjadi datar setelah mendengar cerita Aleen. Aleen yang merasa hawa disekitarnya berubah menatap Sean dengan bingung.
"Hei, ada apa?" tanyanya heran. Sean menggenggam tangan Aleen dengan erat dan menatapnya dengan tajam. Namun Aleen tak pernah takut atau gentar dengan tatapan itu dan malah membalasnya dengan tatapan datar.
"Siapa yang melakukan itu kepada boss mereka?" tanya Sean datar.
"Sudahlah, Sean. Ini hanya masalah sepele dan kau tak perlu memikirkannya terlalu serius" ujar Aleen datar pula dan tak menjawab pertanyaan tunangannya. Sean semakin menggenggam tangan Aleen dengan erat dan membuat ringisan kecil keluar dari mulut Aleen.
"Mereka sudah lancang padamu, Aleen. Dan kau hanya diam saja? Walaupun sekarang kau hanyalah seorang sekretarisku tapi kelak kau akan menjadi boss mereka juga! Harusnya mereka lebih menghormatimu, bukannya-" perkataan Sean terputus karena Aleen terlebih dahulu membungkamnya dengan ciuman singkat.
"Sudahlah, aku baik-baik saja. Jangan menghabiskan energimu hanya untuk marah-marah begini" kata Aleen dengan senyuman manisnya. Sean yang melihatnya hanya bisa menghela nafasnya karena sudah pasti ia akan luluh dengan senyuman itu. Ia pun mencium bibir yang sudah menjadi candunya sedikit dalam dan membuat keduanya kehabisan nafas.
"Aku selalu kalah jika berdebat denganmu. Aku harap kau tak memberikan senyuman itu pada pria mana pun atau aku akan membunuhnya" kata Sean dan dibalas dengan anggukan oleh Aleen. Keduanya keluar dari lift dan menuju mansion Maddison karena Aleen akan makan malan serta menginap disana.
*****
Sesampainya di mansion Maddison Aleen disambut dengan hangat oleh orang tua Sean. Ia bahkan mendapat pelukan erat dari nyonya Maddison.
"Oh, Sayang! Apa kamu baik-baik saja? Maafkan Sean yang bodoh itu karena telah menyakitimu kemarin, ya? Kelak jika ia kembali melukaimu tendang saja 'itu'nya supaya dia jera" kata Mom sambil melirik tajam ke arah Sean. Aleen terkikik mendengarnya dan mengecup pipi calon mertuanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
What's wrong with me?
General FictionCerita #1 Broken home -Anggiana Georgiana Adrian a.k.a Aleen Cheveryl Azryl- "Perbedaanku membuat semua keluargaku menjauhiku. Hanya Mama dan kak Bryan yang berada di sisiku ketika mereka mengabaikanku. Mereka menjauhiku hanya karena aku berbeda. Sa...