32

876 48 0
                                        

“Hai, Maya”

Aleen bisa melihat ekspresi kaget dari wajah sang sahabat. Orang itu –Maya- bahkan sampai menutup mulutnya dan terlihat juga beberapa bulir air matanya jatuh.

Anna? Kaukah itu?” Aleen mengangguk pelan. Tak terasa airmatanya juga telah turun ketika melihat airmata Maya semakin turun dengan deras. Sean yang melihatnya tersenyum dan beranjak pergi karena tak ingin mengganggu acara reunian tunangannya. Bahkan Aleen tak menyadari kepergian Sean karena hanyut dalam suasana haru.

“Bagaimana kabarmu disana, May? Apa semuanya baik-baik saja?” tanya Aleen dengan pelan. Maya sesenggukan melihat sahabatnya yang terlihat lebih bercahaya dari terakhir dia lihat.

Anna… aku baik-baik saja. Kemana saja kau 3 tahun ini, hah? Apakah kau terlalu sibuk hingga tak sempat menghubungi kami? Bahkan mama dan papa sering menanyakan kabarmu” Aleen semakin terisak ketika Maya berkata demikian. Ia merasa bersalah karena tak memberikan kabar apapun pada ‘rumah’nya.

“Maaf… maafkan aku… aku melakukan ini demi kebaikan kalian juga” sesalnya. Maya menghapus airmatanya dan menampilkan senyuman yang sering dia tampilkan pada Aleen, dan itu membuatnya ingin memeluk sahabat kecilnya.

“Aku merindukanmu, merindukan om dan tante, kejahilan Rangga, suasana rumahmu, semuanya. Aku sungguh merindukan kalian semua” Maya tersenyum lagi dan menyentuh layar laptopnya seolah ia sedang mengusap wajah Aleen yang memerah akibat menangis. Semenjak SMA ia tak pernah melihat Aleen –Maya lebih mengenalnya dengan nama Anna- menangis seperti ini. Ia turut bahagia karena sikap Aleen yang terlihat lebih bercahaya.

Kau tahu kami juga sangat merindukanmu, Anna. Mama bahkan selalu berdoa agar kau pulang ke Indonesia walaupun hanya sebentar. Oh, tunggu sebentar” Maya membawa laptopnya bersamanya keluar dari kamarnya. Aleen akhirnya bisa melepaskan rasa rindu yang membuncah terhadap Maya. Sebenarnya ia juga merindukan Myscha dan Bryan, tapi ia belum bisa menghubungi mereka karena ia tahu Angga akan segera tahu. Tiba-tiba terdengar suara Maya yang memenuhi ruangan yang sangat Aleen kenal, yaitu ruangan keluarga.

Ma, Pa, Rangga! Anna menghubungiku!” Aleen tertawa dan ingin sekali ia menjitak kepala sang sahabat seperti yang biasa ia lakukan jika Maya melakukan hal konyol. Ia bisa mendengar derap kaki yang banyak dan cepat menuju Maya.

Apa yang kau katakan, Maya? Anna menghubungimu? Mana dia? Mama ingin sekali berbicara dengannya” Aleen yang awalnya hanya bisa memandang wajah Maya yang semakin cantik akhirnya bisa melihat 3 wajah yang ia rindukan juga. Ia melambaikan tangannya ke arah kamera sambil tersenyum lebar. Tak ayal airmatanya kembali turun. Semuanya terkesiap. Aleen bisa melihat wajah mama Maya yang sudah sedikit memiliki keriput, papa Maya juga sama, dan adik Maya yang bernama Rangga yang semakin tampan.

“Hai Om, Tan, Rangga. Apa kabar kalian?” sapa Aleen disela tangisnya. Ia tak akan pernah lupa jasa keluarga Maya yang bahkan mau memberikan kasih sayang kepadanya tanpa membedakan antar dirinya dengan anak mereka. Maya tampaknya meletakkan laptopnya di atas meja dan mereka semua duduk di depan laptop itu. Senyuman mereka terpatri di wajah keluarga Maya yang membuat Aleen ingin cepat-cepat pulang ke Indonesia dan memeluk mereka semua.

Oh, Sayang. Kami baik-baik saja disini. Bagaimana kabarmu selama disana, Anna? Apa kau baik-baik saja? Tante dengar dari Maya kalau kamu diadopsi oleh sebuah keluarga, ya?” kata mama Maya dengan senyuman yang selalu membuat Aleen tenang jika menginap disana.

“Anna baik, Tan. Iya, Anna diadopsi oleh sebuah keluarga yang juga teman Mama” jawab Anna.

Tapi papamu tidak mengetahuinya, kan?” tanya papa Maya sedikit was-was. Aleen kembali tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Biasanya ia akan marah jika seseorang bahkan Sean memanggilnya Anna, tapi entah mengapa ia malah bahagia ketika keluarga Maya memanggilnya Anna.

What's wrong with me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang