PROLOG

16K 347 31
                                    


Suara bising sekitarnya tak menghalangi seorang gadis hanyut membaca sebuah novel. Tampak dia sangat fokus membaca tulisan-tulisan kecil yang dicetak dalam kertas itu. Terhanyut dalam alur cerita yang dituangkan sang penulis dalam jutaan kata, seakan dialah pemeran utama dalam kisah fiksi itu. Saking terhanyutnya, dia tak menyadari ada seorang cowok yang mengendap-ngendap mendekatinya. Cowok dengan mata tajam bermanik hitam legam itu tersenyum jahil, ide untuk mengusik sang gadis membuatnya geli. Gadis itu masih belum menyadari kehadiran sang cowok. Tangan mungil yang dihiasi jam tangan pink itu dengan santai membalik halaman.

"WOI!!!" kejut si cowok dan menepuk kencang bahu gadis itu.Gadis itu tersentak dan tanpa sengaja novelnya terlepas dari tangan.

"Astaugfirullah, LANDO!! Novel gue jadi jatuh nih, cepat ambilin!" gadis itu marah, novelnya terlempar dan jatuh dari balkon lantai dua gedung sekolahnya. Cowok yang dipanggil Lando itu berlari secepatnya turun mengambil novel sang gadis sebelum gadis itu kembali mengamuk. Banyak mata melihat kejadian tersebut, tapi mereka tidak mau ikut campur. Sudah rahasia umum kalau mereka berdua sering berdebat. Tak selang beberapa detik, Arlando, si cowok tadi kembali menghadap gadis itu dan mengembalikan novel yang didominasi oleh wamenghadap itu kepada sang pemilik. Bukannya ucapan terima kasih yang didapatkan, Arlando mendadak mendapat serangan bertubi-tubi di bahunya.

"Aw, Sya! Sakit Sya!" akhirnya gadis itu menghentikan aksinya.

"Bisa nggak sih, lo nggak ganggu gue sehari saja," omel gadis itu, tangannya berada di pinggang. Menatap penuh kesal Arlando.

"Nggak bisa, ganggu lo sudah menjadi sebuah kebutuhan bagi gue. Kalo gue nggak ganggu lo, gue bisa mati," bantah Arlando. Sebelah alisnya terangkat, memberi kesan tengil yang kentara. Gadis itu mendengus.

"Bagus dong, berarti gue terbebas dari lo selama lamanya," gadis itu kembali menghadap ke balkon dan menyandarkan kedua siku di pembatasnya.

"Kalo gue mati nanti lo ga dapet jodoh, kasian lo selamanya menjomblo," Arlando pun ikut bersandar dibalkon, tapi dia membelakangi pembatas.

"Siapa bilang lo itu jodoh gue?" gadis itu mendelik ke Arlando.

"Nah, lo barusan yang bilang," gadis itu menekan bibirnya sehingga menipis untuk merendam kekesalannya. Dia kembali membuka novel dan melanjutkan bacaannya yang tertunda karena keberadaan Arlando.

"Pergi lo sana!" usirnya tanpa mengalihkan pandangan.

"Ntar lo kangen lagi," sebelah alis Arlando terangkat, bibirnya menyunggingkan senyuman mengejek kearah gadis itu.

"Idih, pede gila lo, ya!" gadis itu memandang jijik Arlando sekilas dan kembali membaca novelnya. Arlando terkekeh.

"Percaya diri itu perlu untuk bertahan hidup."

"Oh ya? Apa buktinya?" sekarang fokus gadis itu hanya ke Arlando.

"Contoh aja guru. Dia harus ada kepercayaan diri buat ngasih materi ke muridnya. Terus habis ngasih materi, dia dapet gaji. Nah gajinya itu buat mempertahankan kehidupannya," jelas Arlando. Gadis itu memutar bola matanya jengah.

"Kalo itu ada faedahnya. Sedangkan percaya diri lo itu unfaedah banget," gadis itu menggeleng heran melihat Arlando yang saat ini tertawa.

"Kenapa sih lo suka banget ganggu gue?" tanya gadis itu serius. Tawa Arlando terhenti, seketika mata hitamnya bertemu dengan manik coklat sang gadis.

"Yakin lo mau denger alasannya?" gadis itu mengangguk.

"Karena gue suka ekspresi lo kalo lagi bete," dada gadis itu sedikit mendesir saat mendengar kata suka keluar dari bibir Arlando.

ARLASYA (Completed)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang