47. Siuman Lagi

2.3K 83 3
                                    

Berlarian dirumah sakit merupakan hal yang salah, tetapi itu tidak dipedulikan Arland. Ia masih saja berlarian walaupun banyak mulut yang memprotes kelakuannya itu. Bahkan ada salah satu pasien hampir ditabrak tubuh besarnya yang langsung ditanggapi permintaan maaf dari bibir Arland. Kakinya masih melangkah cepat disepanjang koridor rumah sakit. Mendapat berita besar membuatnya rela bolos sekolah hanya untuk ke rumah sakit segera. Dengan sedikit paksaan, satpam sekolah bisa ia atasi. Bagaimana pun ia harus segera kesini. Dan langkah itu pun mulai melambat sembari mendekati ruang inap yang diberi tahu Zico. Ia berhenti sejenak didepan pintu sambil menyiapkan hati. Berita yang didapatkan tadi sungguh mengguncang hatinya. Ada perasaan senang yang membuncah serta sakit yang menyilukan. Bahkan ia takut air mata keluar ketika menyaksikan kebenaran dari berita yang dia dapatkan. Setelah hatinya benar-benar siap, ia pun menekan handel pintu dan mendorongnya hingga terbentuk sudut 90°.

"Assalamu'alaikum," salamnya ketika masuk. Semua mata menoleh dan menatap terkejut Arlando. "Loh, Arland kok kamu bisa disini? Bukannya belum jam pulang, ya?" ungkap keterkejutan Bunda Lily saat Arlando menyalaminya.

Arland terkekeh sambil menggaruk belakang kepala yang tidak gatal, "Hehehe, anu itu Bunda.. "

"Alah, palingan dia bolos Bun pas Abang ngasih kabar Deisya ke dia," sela Zico sambil keluar toilet. Arlando semakin terkekeh, tapi kekehan itu hilang saat matanya beralih ke gadis bernetra coklat yang terbaring diatas bangsal. Gadis itu menatapnya sayu, hidung dan mulutnya masih tertutupi oleh selang oksigen. Bahkan sepertinya gadis itu masih belum bisa beribicara, ia masih kelihatan lesu dan lemah. Hal itu sontak membuat perasaan bersalah timbul dihati kecil Arlando.

"Hay, Syasya. Akhirnya kamu siuman lagi. Aku udah nunggu dua hari, loh," sapanya sambil mendekat lalu mengambil telapak tangan Deisya yang tidak terinfus. "Kamu kelamaan tidurnya sih, aku kan jadi kangen," lanjutnya. Mengerti situasi, Lily dan Zico mulai undur diri diam-diam.

Arland mengusap punggung tangan Deisya pelan, lalu mengecupnya lembut. Menyalurkan segala kerinduan di sana. "Aku sangat senang saat dapat pesan dari Bang Zico kalau kamu udah siuman lagi. Bahkan aku langsung lari tanpa sadar kalau masih ada Bu Mayang yang lagi ngajar. Kayaknya aku bakalan dapat omelan, deh, hehehe. Kamu tahu kan kalau ibu itu suka ngomel. Mungkin kalau seharian ngomel dia nggak bakal bosen deh, hehehehe," canda Arland. Deisya tidak merespon apapun. Tampaknya Deisya masih belum bisa menggerakkan anggota badan. Kembali Arland mengecup punggung tangan Deisya lembut, bahkan tanpa sadar air mata setetes mengenai punggung tangan cantik itu.

"Aku sangat merindukanmu, Sya," lirih Arland. Ia memejamkan mata dan menempelkan punggung tangan Deisya dipipinya. Memuaskan kerinduan sejenak. Tiba-tiba Deisya membalas genggaman Arlando, cowok itu terkejut dan kembali menatap mata Deisya. "Kamu balas genggamanku?"

Tanpa diduga Deisya mengangguk pelan. Arlando sangat senang sampai mencium berkali-kali punggung tangan itu. "Makasih Sya, kamu masih membalas aku. Sungguh, aku senang banget, hiks," air mata itu pun jatuh. Jangan katakan Arlando banci, bagaimana pun ketika seseorang merasa takut kehilangan pasti akan berlaku sama seperti yang Arlando lakukan saat ini. Ketakutan masih sangat menghantui remaja itu.

"Hiks, aku pikir.. Aku tidak akan ketemu kamu lagi. Tapi, Alhamdulillah. Allah membuat kamu kembali siuman. Itu sangat aku syukurkan, Sya," isakan itu sudah berhenti tapi tidak dengan air matanya. Salah satu tangan Arlando beralih mengusap kepala Deisya penuh sayang. Mata mereka saling terpaut, tidak ada satu pun yang ingin beralih. Sangat sarat akan kerinduan di kedua pasangan mata itu.

"Sya? Kamu kenapa menangis, hmm?" Arlando sedikit terkejut ketika melihat setitik air mata di ujung mata Deisya. Dengan lembut ia pun menghapus air mata itu. "Apa ada yang sakit? Mau aku panggilin Dokter?"

Deisya menggeleng dan menggenggam erat tangan Arlando, walaupun genggaman itu masih lemah. "Trus kamu kenapa sayang? Apa yang kamu tangisi?"

Mata Arlando tidak salah lihat, ada sedikit tarikan di ujung bibir Deisya. Walaupun kecil tapi Arlando sangat yakin kalau Deisya tersenyum, "Kamu tadi tersenyumkan? Alhamdulillah," syukur Arlando. Ingin rasanya Arlando memeluk tubuh mungil Deisya, tapi itu tidak mungkin. Deisya pasti akan kesakitan. Ia hanya bisa menggenggam tangan Deisya sambil mengelus kepalanya pelan.

Keheningan pun merambat kedua insan tersebut. Tidak ada yang mengeluarkan satu suara sampai ucapan keluar dari mulut Arland beberapa menit setelah itu.

"Maaf," satu kata itulah yang keluar. Arland menatap lama punggung tangan Deisya masih dengan mengelus. "Maaf, aku telat nyelamatin kamu. Harusnya aku bisa menyelamatkan kamu dari si brengsek Erik. Tapi aku terlambat,..... Aku lengah! Aku.... Aku sangat menyalahkan diri sendiri lihat kamu kayak ini. Aku.... Sungguh Sya, aku minta maaf," sesalnya sambil menunduk.

"Seandainya aku bisa menggantikanmu Sya,"

"Assalamu'alaikum!" salam seseorang membuat pandangan Arlando beralih. Tangannya dengan cepat menghapus jejak air mata di pipinya.

"Loh? Arland? Lo kok bisa ada disini?" ternyata itu Nayla dan teman-teman sekelas Deisya lainnya. Sepertinya Zico juga mengabari kelas Deisya.

"Ya, ya.. Gue disini," jawaban aneh Arlando. Nayla hanya mengangguk acuh dan langsung menghampiri Deisya.

"Sya, lo udah bangun?" Deisya menerjapkan mata tanda 'iya'. Nayla tersenyum dan duduk dikursi samping bangsal. Anak-anak lain juga masuk dan memenuhi ruang inap Deisya. Semua pada ribut mempertanyakan keadaan Deisya, walaupun hanya mata menerjap sebagai jawaban.

"Alhamdulillah, nak. Kamu sudah sadar, ibu terkejut pas dengar kamu kecelakaan dari Nayla. Ibu syok liat kondisi kamu yang kritis gini, tapi syukur do'a ibu dan teman sekelasmu terkabul," ucap Bu Era selaku wali kelas berucap. Lily tersenyum senang lalu mengusap kepala Deisya penuh sayang.

~~~

"Dua hari lagi, minggu pagi kita langsung berangkat," seorang pria botak berujar. Arlando terdiam lama. Pikirannya berkecamuk.

"Ka.. Kalau saya nggak ikutan boleh, Pak?" tanyanya takut-takut. Pak Rahmat selaku pembina tim basket mengernyitkan dahi.

"Kamu Kapten kamu juga yang nggak ikut? Bagaimana pula ini!"

"Tapi, Pak. Saya nggak bisa pergi jauh selama seminggu ini. Saya... Ada urusan penting."

"Urusan apa? Ngurus pacar kamu yang sakit? Alah, dia itu punya orang tua. Tidak ada kamu, tidak apa-apa bagi mereka. Apalagi ini pertandingan besar, banyak tim saingan dari provinsi lain ikut serta. Saya nggak mau tahu, kamu harus ikut!" Mendengar itu, Arlando mengangguk pasrah. Bagaimana pun ia adalah seorang Kapten yang harus bertanggung jawab. Walaupun harus mengorbankan waktu untu Deisya. Padahal baru satu hari Deisya siuman. Dua hari lagi ia yang harus pergi jauh. Dengan berat hati ia harus melakukan itu.

"Hey, gimana keadaan kamu?" bertanya lirih sambil memandang Deisya yang berbaring. Gadis itu tersenyum lemah lalu mengangguk.

"Udah makan?" lanjutnya. Kembali dijawab dengan anggukan. Arlando mengelus lembut kepala Deisya.

"Hari minggu besok aku bakal pergi lomba. Huft.... " Deisya dian menyimak seraya memperhatikan raut wajah Arlando.

"Lombanya seminggu, Sya. Didua sekolah. Kayanya aku bakal kangen kamu, hehehe," lelaki ini terkekeh. Ntah apa yang lucu.

"Kamu yang akan aku kunjungi setibanya di sini."

***

TBC ~

Thanks read, maaf kalau jelek

ARLASYA (Completed)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang