26. BIMBANG.

1.2K 73 1
                                    

Author pov

Kamar itu dipenuhi oleh suara isak tangis, kamar yang ditempati Deisya dan Nayla selama pelatihan. Bukan hanya mereka berdua, Jora dan Sania yang merupakan salah satu anak olimpiade sekolah mereka juga bertempat dikamar itu, tapi mereka sedang keluar untuk membeli beberapa makanan.

Tangan Deisya masih setia mengelus pelan punggung Nayla yang masih terisak. Sehabis pembukaan tadi, Deisya kembali menanyakan alasan Nayla menangis sebelum keberangkatan mereka. Untung Jora dan Sania sudah pergi sehingga Nayla bisa leluasa menceritakan masalahnya kepada sahabat karibnya. Deisya menghela nafas panjang, dia sudah mengetahui permasalahan Nayla dengan ibu kandungnya. Ini mungkin sebuah aib, tapi Nayla merupakan anak yang tidak diinginkan kelahirannya oleh ibu kandungnya sendiri. Hal itu disebabkan oleh sebuah 'kecelakaan' di masa lalu ibunya. Ibu Nayla memberlakukannya secara tidak manusiawi, disiksa, diperbudak, disuruh ngamen, dan bahkan Nayla hampir dijual oleh ibu kandungnya itu. Tapi hal itu tak terjadi karena kedatangan Ayah tirinya yang memang sangat mencintai ibunya. Dia rela menikah dengan ibunya walau pun tau betapa kelamnya masa lalu sang istri. Nayla mendapatkan kasih sayang Ayah dari pria itu, tapi sangat disayangkan ibunya masih tidak mau menerimanya. Jadi tau kan apa yang ditangisi Nayla sekarang? Ya, dia kembali dikasari oleh sang Ibu dan itu terjadi tadi malam. Ibunya marah-marah datang ke apartemen Nayla yang pada saat itu Elzan juga berada disana dikarenakan untuk meminjam buku. Elzan tak sengaja melihat hal itu, jadi itulah alasan kenapa Elzan berusaha menenangkan Nayla tadi pagi. Tapi dibenak Deisya masih saja aneh perilaku Elzan tadi, dia merasa kalau mereka berdua telah semakin dekat sebelumnya. Tapi Deisya menahan untuk mempertanyakan hal itu.

"Udahlah Nay, sekarang lo berjuang dan belajar dengan giat agar Mama lo mau menerima keberadaan lo. Jadilah juara di Olimpiade tahun ini, buktikan kalau diri lo sangat berguna" ucap Deisya yang mencoba menenangkannya. Isakan pun berhenti walau sesegukan masih terdengar dari mulut Nayla, dia menghapus air matanya dan menatap Deisya dengan tatapan yang berkobar.

"Ya gue harus belajar agar bisa ngalahin Elzan, dan buktikan ke Mama kalau aku anak yang membanggakan bukannya anak yang hanya bisa buat malu, Ya!" Nayla menggempalkan tangannya, memberi selangat pada dirinya yang sama sekali tak yakin.

"Semangat yah buat lovely-nya kesayangan baby kookie" Deisya ikut memberi semangat dengan embel-embel artis korea yang dikagumi Nayla.

"Oppa bantu aku ya!" Nayla berucap kepada foto biasnya yang jadi wallpaper ponselnya. Deisya terkekeh melihat tingkah absurd sahabatnya kembali lagi. Nayla sudah berkutat dengan soal-soal, merasa bosan Deisya pun menelengkupkan badannya diatas kasur sambil memainkan ponsel. Jempolnya sudah bersiap menekan tanda telepon pada nomor Arland, tetapi orang yang dituju sudah ambil tindak duluan menelfonnya. Deisya pun mengangkat panggilan itu dan obrolan panjang pun terjadi.

~~~

"Pagi Laland!" seru Lia mengejutkan Arlando yang baru saja turun sambil memasang dasi dikerah seragamnya. Dia berjalan pelan mendekat ke Lia sambil memandangnya aneh.

"Ngapain lo disini lagi? Udah cukup kesabaran gue ya liat kelakuan lo selama beberapa hari ini. Tingkah lo yang seenaknya bersikap biasa aja di hadapan gue itu sangat mengganggu, apa mau lo sih?" ujar Arlando dengan tatapan tajam yang seakan menusuk dan mencabik-cabik Lia, dan ternyata benar. Perkataannya sangat menusuk dan mencabik-cabik hat Lia, gadis itu menunduk dan mencoba menahan air mata. Dia pikir Arlando sudah memaafkannya setelah melihat responnya selama hari-hari belakang. Memang dia masih dingin, sekali-kali juga hangat tapi ternyata dia masih belum juga bisa memaafkannya.

"Maaf kalau kehadiranku sangat mengusik ketenanganmu, tapi aku hanya ingin maaf darimu Lan. Kalo gitu aku permisi!" Lia menyambar tas yang berada diatas meja makan dan berlari menuju pintu utama. Mata hitam legam milik Arlando memandang sayu ke arah punggung itu menjauh, hatinya masih egois tidak mau maafkan Lia walau ada sebagian kecil merasa sangat ingin memaafkan gadis itu. Dia mengacak rambutnya kasar, pusing dengan semua permasalahan ini.

"Kalau kalian memang punya masalah sebaiknya dibicarakan baik-baik Nak! Jangan main emosian dulu, sepertinya dia sangat tulus" saran Adam yang baru saja masuk ke ruang makan, dia sempat mendengat percakapan anaknya dengan gadis tadi.

"Papa tau kan siapa dia?" Arlando juga mulai duduk disamping Adam, tangannya mengambil sandwich yang sudah tersedia di meja itu.

"Tentu saja, Papa ingat semua teman kamu. Dia anak Mr. Rhobertson kan?" jawab Adam dan menyeruput pelan kopi hitam panas, koran pagi pun sudah mengembang di depannya. Arlando mengangguk dengan mulut penuh akan sandwich.

"Apa pun masalah kalian harus diselesaikan dengan kepala dingin. Tadi pun dia kelihatan sangat sedih setelah kamu bentak, cobalah bicara dengannya secara pelan-pelan. Mungkin kamu bisa memaafkannya setelah mendengar alasannya pergi" mata Adam masih fokus dengan koran di depannya tanpa sadar Arlando sedang menatap aneh dirinya.

"Darimana Papa tau kalau masalah kami itu karena kepergiannya itu?" tanyanya heran.

"Kan sudah Papa bilang, apa yang tidak Papa tau tentang anak Papa?" jawab Adam. Dia telah menghabiskan kopinya dan mengambil tas kerjanya, tangannya merapikan pakaian yang sekiranya tidak rapi.

"Ayok berangkat, bukannya kamu hari ini upacara ya?"

"Oh iya" Arlando pun juga mengambil tas hitamnya dari meja.

"Bi! Kami pamit dulu ya, jaga rumah jangan sampe ada maling yang masuk. Kalo ada dibiarin aja soalnya uang Papa udah aku bawa kabur semua, aduh!" celotehan Arland terhenti karena kunci mobil Adam sudah menimpuknya.

"Kamu ini! Ya udah Bi kami pamit dulu, ayo!" Adam akhirnya menyeret Arlando sebelum anak itu kembali berceloteh yang tak berguna.

"Ternyata kamu masih disini, pergi sekolahnya sama Arlando saja. Bensinnya masih full kok, kalo habis tinggal dorong aja. Mungkin habis dorong motor kalian bisa berbaikkan kan?" tidak Bapak tidak anak sama saja, suka membual. Arlando memutar bola matanya jengah, dia tak menyangka kalau kelaukuannya tak beda jauh dengan Adam.

"Eh Om udah.... Err.. mmm. Pagi Om!" ucapan Lia terbata-bata lantaran melihat sosok pria didepannya, yang dia tahu Arland tak lagi baikan sama Adam. Tapi sekarang mereka sangat dekat bak keluarga biasanya. Melihat respon Lia yang tergagap Adam terkekeh.

"Pagi juga. Om pergi kerja dulu ya, mana salamnya Lan?" Adam menyodorkan punggung tangannya, tentu Arlando memcium tangan Papanya patuh. Hal yang sangat didambakannya terjadi. Setelah sesi salaman, Adam pun meluncur pergi ke kantor. Meninggalkan sepasang remaja yang dibalut seragam SMA yang berdiri canggung di terasa rumahnya.

"Ga bawa kendaraan lagi?" tanya Arlando. Lia mengangguk sebagai jawaban.

"Lain kali kalo mau kerumah orang itu bawa kendaraan, jangan buat orangnya susah lah" kata Arlando sambil berjalan ke motor sport hitamnya, dia memanaskan sebentar mesin motor itu dan segera memakai helm.

"Lo ga takut telat hah? Ayo buruan naik! Ambil helm putih di atas meja dalam bagasi itu!" sentakkan Arlando menggerakkan Lia untuk mengambil helm putih itu, kakinya pun sudah bersiap untuk naik le banku penumpang itu. Tapi tangannya masih ragu-ragu untuk menyentuh pundak Arlando.

"Lo bisa naik ga? Apa harus gue gendong dulu biar lo naik?"

"Ehh, aku bisa naik kok" akhirnya tangan putih itu pun menyentuh pundak hangatnya Arlando. Dia tak menyangka akan kembali menyentuh Arlando, dia sangat senang.

Tinnnn tinnn

"Woy Land! Cewek siapa tu yang lo angkut?" teriakan Vannes terdengar dari gerbang rumah Arlando, dia menengok sedikit dan melambaikan tangannya.

"Pagi Vavan!" teriak Lia.

"Emi?" heran Vannes.

"Buruan woy entar telat! Emang lo mau dapet 'sarapan gratis'?" ujar Arlando dan menggas motornya meninggalkan asap untuk Vannes yang masih saja diam.

"Weh, kampret si tai. Maen tinggal aja tuh bocah. Woy tungguin gue woy!" Vannes pun ikut menjalankan motornya. Tapi pikirannya ada tanda tanya besar.

Apakah Arlando sudah memaafkan Emi?

***

TBC

Wah, udah makin banyak aja ya chapternya. Enjoy ya sama Arlando dan Deisya. Dan jangan lupa baca juga HIS GIRL FRIENDS.

THANK YOU✋✌😍😘

ARLASYA (Completed)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang