48. Rindu

3.4K 98 10
                                    

"Trus gimana keadaan Emi sekarang?" suara penuh tanya Arlando. Vannes meneguk air mineralnya dengan kepala mendongak. Sorakan penyemangat memenuhi lapangan itu.

"Sampai sekarang masih gitu-gitu aja. Tapi gue yakin penyakitnya tambah parah. Jalan satu-satunya ya Transplantasi. Itu pun kalau ada pendonor, kalau ada juga harus cocok sama Emi. Huft, kasihan dia. Yang donor udah ada tapi antibodinya beda," jelas Vannes. Arlando mengangguk mengerti lalu mengecek ponsel yang menampilkan foto Deisya sebagai wallpaper. Tidak ada notifikasi apapun. Baru dua jam yang lalu ia video call dengan Deisya. Sekarang sudah rindu saja. Dasar remaja.

"Gila! Tuh anak shoot three pointnya perfect amat. Iri gue," seru Vannes. Arlando pun setuju. Beberapa menit yang lalu mereka berhasil menumpas SMA dari provinsi Jawa Barat. Dan saat ini mereka menonton pertandingan dari tim lain. Suasana sangat heboh. Apalagi lapangan kedua, tampak sang juara berturut turut lagi bertanding. Di SMA tempat mereka lomba digunakan empat lapangan. Tiga outdoor satu indoor.

"Waa!!!!!!!!!"

Sorakan membahana. Seorang pemain memasukkan bola hingga skornya bertambah. Sporter berteriak keras sambil bergoyang absurd dengan yel-yel sekolah yang mereka soraki. Saat itulah Gilang, salah satu member tim basket Arlando datang lalu duduk di sampingnya.

"Kapan giliran kita?" Arlando pun bertanya.

"Besok, Land. Langsung pagi besok, lawan anak Garuda."

"Wah, bakal seru besok, nih," ucap Vannes sambil tepuk tangan heboh. Arlando hanya memijit pangkal hidung. Besok adalah hari yang berat, dimana Tim Garuda termasuk tim kuat.

"Yah, semoga kita bisa kalahin mereka," harap Arlando.

"Kalau besok kita nggak masuk semifinal, berarti kita langsung pulang, dong? Nggak kerasa udah empat hari aja kita lomba. Kemarin kalah disemifinal, besok belum tahu masuk semifinal," Gilang berujar lesu.

"Yang penting kita udah usaha, bro!" semangat Vannes.

"Gue mau cari makan. Mau ikut?"

~~~

Arlando meregangkan badan yang terasa mau remuk. Hari ini adalah hari terakhir pertandingan, dan tebak. Tim mereka berhasil masuk ke semifinal. Dan perjuangan mereka berlanjut hingga ke final. Hanya sampai situ, lalu mereka dikalahkan oleh tim lain. Walaupun kalah itu tidak membuat mereka sedih, karena apa? Karena juara 3 sudah digenggam.

"Alhamdulillah, kita bisa dapet juara 3, walau nggak juara satu," syukur Dimas yang masih ngos-ngosan.

"Kalian udah berjuang keras, terima kasih. Gue sebagai Kapten bangga punya anak buah yang bisa diandelin kayak kalian, hahahaha," muji sekaligus gurau Arlando.

"Enak aja kami anak buah lo, kita ini tim bro!" sanggah Kiki tidak terima.

"Canda gue, elah!" jawab sang kapten.

"Gila, Kapten Garuda itu susah bener di trobos pertahanannya. Kuat bener!" seru Vannes sambil menyeka keringat yang menetes di setiap pori badannya. Arlando mengangguk setuju.

"Energi gue terkuras abis, njir!" keluh Gilang yang lagi mengipas wajah dengan kertas.

"Rasanya mau tepar aja di kasur!" lanjutnya.

"Nanti malam bakal Bapak traktir kalian makan, sebagai hadiah perjuangan kalian!" Pak Rahmat dengan senyum lebar. Semua mata member membesar dengan binar senang. Siapa juga yang tidak suka traktiran?

"Weh, tumben Pak, biasanya aer aja ogah bapak beliin kami," celetuk Gilang yang langsung di balas pelototan dari Pak Rahmat.

"Kalau kamu nggak mau, ya udah, nggak papa. Berarti uang bapak masih bisa terselamatkan sedikit, jadi semuanya kecuali Gilang bapak traktir. Oke!" Sekarang giliran Gilang yang melotot.

ARLASYA (Completed)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang