24. Perang

1.3K 81 4
                                    

Waktu istirahat dihabiskan Deisya untuk mencari buku Biolgi yang tersisah diperpustakaan. Sudah setumpuk buku dia pinjam dan sekarang masih saja dia mencari buku biologi. Jari lentiknya meraba setiap susunan buku, sampai jarinya itu berhenti disebuah buku hijau yang telah usang. Melihat dari tampilan buku itu, sepertinya itu buku lama. Dia pun mengambil buku itu untuk dibaca, biasanya buku lama itu isinya lengkap. Saat akan berbalik untuk pergi kesalah satu bilik belajar, seseorang tiba-tiba memeluk dirinya sehingga punggung Deisya membentur rak buku dibelakangnya. Buku yang di pegangnya terjatuh tak jauh dari tempatnya berpijak, mata Deisya terbelalak. Jantungnya berdetak tidak karuan, dia benar-benar terkejut mendapat perlakuan seperti ini. Tapi bau parfum maskulin yang sangat dia kenal menghentikan tangannya untuk mendorong orang yang memeluknya tadi.

"Ish! Lando! Kamu ngagetin tau ga, aku pikir siapa yang meluk aku" gerutu Deisya pelan. Arlando masih tetap memeluk Deisya, tak ada niatan darinya untuk memberi jarak antara mereka. Deisya melirik Arland heran, tangannya pun terangkat untuk mengelus pelan pungung cowok itu.

"Kamu kenapa?" tanya Deisya pelan. Arlando masih bergeming.

"Lan? Kamu ga papa kan?" tanya Deisya kembali. Arlando menjawab hanya dengan gelengan kepala. Mereka masih dengan posisi yang sama.

"Lan, lepasin deh. Ntar ada yang liat gimana? Ini di sekolah loh" tangan Deisya berusaha untuk merenggangkan pelukan mereka. Bukannya merenggang, pelukan Arland malah tambah erat. Tentu saja, Deisya bertambah heran.

"Papa Sya" lirih Arland. Deisya tebak, Arland sekarang pasti menangis makanya dia enggan melepaskan pelukan ini. Dengan sekuat tenaga dia menjauhkan tubuh Arlando, dan sekarang terpampanglah wajah Arlando yang memerah. Air mata membasahi pipi cowok itu, dia menunduk mencoba menyembunyikan air matanya dari Deisya.

"Kenapa Papa kamu?" telapak tangan Deisya menyentuh pipi Arlando dan jarinya menyapu sisa air mata cowok itu. Arlando menarik nafas pelan mencoba menenangkan diri. Matanya yang tadi terpejam sekarang menampakkan netra hitam itu kembali. Bukannya binar kesedihan yang terpancar, malahan binar kebahagiaan sangat terlihat dari sang hitam. Tangan Arlando mengambil telapak tangan Deisya yang berada di pipinya, digenggamnya telapak tangan hangat itu dan senyumnya mulai mengembang.

"Papa,... Papa pulang Sya! Dia... kembali!" ucapnya senang. Deisya yang memang sudah mengetahui masalah keluarga Arlando pun juga ikutan senang.

"Bernarkah? Syukurlah. Sekarang ceritain ke aku gimana kejadiannya" kepo Deisya. Arlando terkekeh dan mengacak pelan rambut depan Deisya, dan selalu gerutuan yang didapatkannya.

"Ishh, kamu ini kebiasaan deh!" gerutu Deisya sambil merapikan rambutnya dengan layar ponselnya. Arlando pun menarik tangan Deisya agar bisa duduk disalah satu kursi belajar di perpus. Mereka mendudukkan diri di bangku yang berjarak tidak jauhan, dan disanalah Arlando mencaritakan semuanya ke Deisya mengahabiskan sisa jam istirahat berdua.

~~~

Ada yang aneh dengan hubungan Deisya dan Lia. Mereka sekarang tidak terlihat begitu akrab lagi, setiap pagi mereka masih saling menyapa satu sama lain tapi obrolan basi tak terjadi lagi diantara mereka. Seperti ada sekat yang membuat mereka tak akan bisa lagi berdekatan. Dan itu pun disadari oleh Nayla. Dia memainkan pulpen ditangannya tapi mata gadis itu menatap aneh Deisya. Tumben-tumbenan Deisya tidak ikutan lagi ngerumpi bareng Kak Rose (ga deng). Biasanya Deisya akan selalu nimbrung dalam obrolan seputar gosip sekolah dan sekitarnya dengan mereka bertiga, tetapi dia malah sibuk dengan ponselnya. Ntah apa yang dilihatnya.

"Sya! Kayaknya lo ngejauh ya dari Lia. Masih kepikiran masalah itu? Udahlah dia kan cuman masa lalu, sekarangkan Arland udah punya elo. Apa yang lo masalahin sih?" bisik Nayla dengan mendekatkan badan kearah Deisya, hal itu untuk mencegah Lia mendengar perkataannya.

"Huft, bohong kalo gue ga kepikiran. Tapi bukan itu yang gue khawatirin sekarang!" balas Deisya dengan berbisik juga.

"Trus apa? Cerita sama gue!" desak Nayla.

"Jangan gila deh lo, ntar kedengan sama dia ogeb. Besok deh gue ceritain pas pergi pelatihan, oke!"

"Hhh, iya deh. Kepaksa gue harus nahan kepo gue selama sehari deh" jawab Nayla dengan lesu, tapi sedetik kemudian badannya kembali tegak. Ternyata guru sudah masuk. Pelajaran pun kembali berjalan, sedang asik-asiknya memperhatikan guru sebuah colekan di rasakan Deisya pada daerah punggungnya, dia pun menoleh kebelakan. Lia menyodorkan secarik kertas kepadanya, walau pun kebingungan dia tetap mengambil kertas itu dan dibaca.

Bisa kita bicara sebentar sepulang sekolah?

~~~

"Kenapa Ya?" Deisya langsung to the point setelah digiring Lia kembali ke halaman belakang perpus.

"Lo pergi pelatihan kan?" Lia mendudukkan diri disalah satu bangku. Sebelah alis Deisya menyerngit.

"Darimana lo tau?"

"Tadi Nayla cerita ke kami. Jadi.... masalah batas waktu gue bisa ditambah sampai lo pulang ga?" pinta Lia dengan takut-takut.

"Huft, kalo pun ga gue kasih ijin lo bakal tetap dekatin Lando kan?" Deiaya tiba-tiba menjadi jutek.

"Sya! Lo marah ya? Maaf deh, tapi gue emang harus deketin Arland. Seraya kan cewek yang duluan dekat sama dia itu gue. Gue yang selalu bersama dia dan jagain dia waktu kecil, jadi gue yang berhak bersama dia" jawaban Lia membuat Deisya terkejut. Tunggu! Kenapa bisa begini keadaannya?

"Apa maksud lo Lia!" Deisya mulai tersulut amarah.

"Udah bosen gue pura-pura selama ini, kayaknya sekarang waktu yang tepat deh. Oke, gue ga cuma mau maafnya Arland tapi.........  gue mau rebut dia dari elo Sya! Karena gue yang berhak dengan dia!" jawab Lia dengan tampang dingin. Keluar sudah aslinya, Deisya hanya bisa ternganga tak percaya dengan perkataan Lia.

Apa-apaan ini, jadi gue kasih dia kesempatan agar dia bisa rebut Lando dari gue? Sialan! Gue paling benci sama hal-hal yang berbaur penghianat!

"Kenapa harus lo yang berhak?" Deisya sudah mulai geram.

"Karena gue lah cinta pertamanya, orang bilang kalo cinta pertama susah dilupain kan? Maka gue masih punya cela buat rebut hatinya dari elo. Trus, guelah yang selalu berada disampingnya ketika dia terpuruk. Lo tau Say kenapa Arland bisa marah sama gue?"

"Kenapa?" suara Deisya tak ada ramah-ramahnya lagi.

"Karena gue pindah keluar negri secara mendadak dan ga beri dia kabar apa pun, bahkan tanpa kata perpisahan. Gue hanya bisa nurutin semua keputusan ortu gue, jadi gue emang ga sempet pamit sama dia. Waktu itu dia sangat membutuhkan gue karena kesedihannya, tapi sayang gue udah pergi dan itu sangat gue sesali sampai sekarang. Dan lo ngerti kan? Apa maksud dari cerita gue, oh mungkin lo ga tau. Arlando sangat membutuhkan gue, disaat dia sedih gue orang pertama yang akan dia cari. Bahkan dia masih marah sama gue dan tau artinya apa? Dia masih mengharapkan gue Sya" penjelasan Lia membuat Deisya sedih. Dia mencoba agar tidak terpengaruh.

"Terserah lo mau ngomong apa, gue anggap perkataan lo tadi sebagai ajakan perang. Tapi lo ga punya harga diri ya? Masa orang udah punya pacar malah diembat, calon-calon pelakor nih" nada sarkasme terdengar dari perkataan Deisya. Dia yang sudah muak dengan kelakuan Lia memutuskan untuk pergi dari sana. Tapi langkahnya kembali terhenti.

"Gue akan rebut dia selama elo pergi pelatihan. Anggap aja pelatihan olimpiade itu juga merupakan pelatihan untuk memperkuat hati lo" cengkraman tangannya menguat mencoba menahan amarah yang sudah bertumpuk. Dia menghiraukan itu dan kembali melangkahkan kaki.

***

TBC

Ya ampun, tambah absurd nih cerita. Tolong tinggalkan jejak ya. Kasih kritik kek, atau saran. But enjoy ya

THANK YOU✋✌😘

ARLASYA (Completed)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang