18. RESAH

1.4K 84 5
                                    

Deisya pov

Aku sedang bersedekap memandang Lando yang duduk gelisah didepanku. Sekarang kami ada di coffe shop dekat rumah sakit. Setelah mendengar perkataan Herland, dia langsung menarikku keluar dari rumah sakit dan membawaku kesini. Alunan music jazz membuat suasana disini tenang, tapi tidak dengan hatiku. Siapa juga yang bakal tenang setelah mendengar kalau temanmu adalah cinta pertama kekasihmu sendiri. Mataku masih menatapnya tajam. 15 menit berlalu, dia belum juga buka suara.

"Segelas Espresso dan caramel mochacino, silahkan dinikmati" seorang pelayan meletakkan pesanan kami dimeja bundar yang kami tempati. Pelayan itu berlalu, tapi mataku tak berpindah dari objek yang sama.

Dia menjangkau Espresso nya dan menyeruputnya pelan. Aku tetap saja memperhatikannya. Sudah cukup! "Mau sampai kapan kamu diam?"

"Aku pikir kamu yang mau tanya duluan, makanya aku diem" sahutnya enteng. Aku memejamkan mataku gemas dengan tingkahnya.

"Oke! Sekarang aku tanya, benar kalau Lia, eh bukan.... Emi itu cinta pertama kamu?" mulai aku bertanya.

"Emmm, bukan. Dia cuma teman masa kecil aku doang, ga lebih" jawabnya tanpa melihatku.

"Jujur kamu!" sentakku. Sekarang matanya menatapku, kerutan dahinya tercetak.

"Aku jujur Syasya, dia cuma teman masa kecilku doang" aku terdiam. Entah kenapa aku merasa dia tidak mengatakan hal yang sebenarnya. Mataku masih selalu memandangnya curiga, mataku menyipit dengan dahi yang berkerut-kerut.

"Oke, aku emang pernah suka sama dia. Tapi itu dulu, lagi pula waktu itu aku juga masih kecil. Itu cuma cinta monyet" jelasnya lagi. Aku mengambil minumanku, meminumnya tanpa memperdulikan lawan bicaraku.

"Trus kenapa kamu ga pernah cerita tentang 'teman masa kecil'-mu itu" aku sengaja menekan kata itu. Dia menghela nafas.

"Untuk apa aku ceritain, ga penting juga" aku memandangnya aneh.

"Ga penting?" beoku.

"Iya, lagian aku juga punya privasi Sya. Ga mungkin aku harus cerita semua tentang kehidupanku. Aku juga butuh ruang sendiri" sekarang aku benar-benar terdiam. Benar, dia punya privasi tapi kalau boleh jujur. Aku masih belum mengenalnya secara keseluruhan. Masih banyak yang tak ku ketahui tentang dirinya.

Dia meneguk habis minumannya dan mengambil kunci mobil diatas meja. "Bukannya kamu ada pelatihan, ayok aku yang anter"

Aku menepuk keningku dan melihat jam tangan putihku. Gawat!!!!!!!!!!!!! Aku udah telat 1 jam. Alamat kena omel lagi nih. Aku mengambil tas yang berada di atas meja dan menyandangnya cepat seraya berdiri. Arlando telah berjalan terlebih dahulu meninggalkan cafe, minuman tadi telah dibayar saat pemesanan. Dengan langkah seribu aku menyusulnya.

~~~

Aku berbaring diatas kasur setelah mengasah otakku dengan soal-soal olimpiade tahun-tahun sebelumnya. Tadi aku kena omel habis-habisan oleh pembina, untung aku masih diperbolehkan ikut belajar.

Kejadian tadi siang terulang diotakku. Aku masih tak percaya sama jawaban Lando. Alam bawah sadarku mengatakan kalau ada yang disembunyikannya. Tanganku meraba-raba mencari benda persegi panjang putih. Setelah mendapatkannya, ibu jariku menscroll layar mencari kontak Lando. Tapi setelah dipikir-pikir, lebih baik aku tanya juga sama Lia tau Emi? Arghh bomat. Aku menekan tanda telepon pada nomor Lia, nada tersambung terdengar tapi sang empu tak menjawab. Aku menegakkan badan, kakiku bersela diatas kasur. Sekarang nomor tujuanku adalah Nayla. Karena aku yakin dia pasti juga mengintrogasi Lia sehabis mendengar pernyataan Herland tadi. Dia kan makhluk terkepo sejagad.

ARLASYA (Completed)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang