45. Menunggu

2.2K 86 0
                                    

Sudah dua minggu manik coklat itu terpejam. Bagiakan enggan untuk menampakkan keelokan dari mata itu. Mata coklat jernih yang membuat mata hitam legam Arlando terpesona.

Cowok itu masih saja duduk dikursi samping bangsal Deisya tanpa ada niatan untuk pergi sejenak. Seperti ada lem super pada kursi itu sehingga Arlando tak bisa melepaskan diri. Zico yang melihat itu hanya mendesah lelah dan memilih mendekati lelaki itu. "Lan, waktu jenguk udah habis. Mending tunggu diluar gih! Dokter juga mau periksa Deisya bentar lagi."

Arlando mengangguk kaku dan mengecup punggung tangan Deisya sebelum anjak keluar. Kembali ia termenung dikursi tunggu. Tatapan tak bersemangat sangat kentara dari matanya. Bahkan orang-orang yang melihatnya turut prihatin. Kondisi cowok itu sangat berantakan.

"Dia udah kayak orang gila aja," canda Zico yang dihadiahi tatapan protes dari Risky.

"Sembarangan ngomong lo Bang! Dia hanya stres!"

"Orang gila kan awalnya juga sress," Keyla menimpali. Untung posisi mereka agak jauh dari tempat Arlando duduk, sehingga lelaki itu tak mendengar ocehan tentangnya dari tiga orang ini.

"Hush! Jangan ngomong gitu deh, dia kan lagi sedih," ucap Nayla. Ia juga turut merasakan kesedihan melihat kondisi Deisya yang tak kunjung membaik.

"Iya, gue tahu dia lagi sedih sayang. Tapi nggak juga harus lupa sama diri sendiri," Nayla menepuk bahu Zico pelan dengan wajah merah.

"Ehm! Kalau pacaran liat situasi dong!" goda Risky sambil mengerlingkan mata.

"Siapa juga yang pacaran!" kilah Nayla.

"Belum, Ky! Do'ain aja!" balas Zico. Nayla semakin memerah. Zico terkekeh dan mengacak rambut Nayla gemas.

"Oh ya Ky, paksa tuh kudanil makan gih! Badan udah kayak lidi noh, kasian gue liatnya. Mungkin bentar lagi Dokter ngira dia pasien kekurangan gizi lagi," suruh Zico sambil berdiri. Risky memutar bola mata dan juga ikut berdiri.

"Untung lo senior gua," gerutu Risky.

"Emang kenapa kalau gue nggak senior lo? Mau nonjok gue lo?"

"Ya kagak lah. Mana berani gue lakuin itu. Paling gue cuma bisa bacok lo bang, nggak lebih," Riksy menyengir dan langsung kabur menghampiri Arlando.

"Sialan lo Ky!" umpat Zico seraya memasukkan saku ke kantong celana. Tiba-tiba sebuah tangan merangkul lengan kokohnya, ia pun menoleh dan tersenyum. "Udah, jangan ribut mulu. Ini rumah sakit, nggak sopan. Mending kamu makan siang deh, jangan perhatiin Arlando mulu. Kamunya juga harus perhatian sama diri sendiri!"

"Kan udah ada kamu yang perhatian sama aku," wajah Nayla langsung merah.

"Apaan sih! Yok cari makan!" Keyla menatap datar pasangan itu yang melangkah menjauh, lalu ia pun mendesah lelah. Kenapa ia diabaikan hari ini? Tidak ada yang sadar akan dirinya dari tadi. Apa ia tidak dianggap oleh semua orang? Termasuk sang author? Nth lah, author pun tak tahu.
Beranjak berdiri, ia pun memilih menjenguk Deisya dari kaca ruang ICU.

Sekarang Risky yang merasa terabaikan. Bagaimana tidak? Setelah memaksa Arlando untuk pergi makan, ia berusaha membuat sahabatnya ini berbicara. Sudah kering kerongkongan Risky karena asik berceloteh, tapi apa balasan Arlando? Hanya keterdiamannya. Hanya itu. Sudah hilang akalnya untuk memikirkan bagaimana cara membuat Arland kembali hidup. Perkiraannya hanya satu yang bisa. Deisya.

"Kalau Deisya liat kondisi lo kayak gini, dia pasti sedih Land," tebakannya benar. Arlando langsung menoleh saat nama itu terucap. "Mak.. Ehm, maksud lo apa Ky?" karna jarang berbicara membuat suara Arlando jadi serak.

"Deisya bakal sedih liat lo udah kayak gembel kecebur kali tau nggak? Penampilan lo itu udah kacau banget Land! Bahkan gue hampir nggak kenal ama lo pas ajak lo makan tadi," Risky mencoba melawak, tapi lagi-lagi Arland hanya diam. Sahabatnya itu mengusap wajah dan membaui bajunya. Ia sedikit mengernyit. Risky masih asik menyetir.

ARLASYA (Completed)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang