Deisya pov
Tok... Tok.... Tok....
"Syasya! Sayang! Bangun nak, shalat subuh!" suara Bunda terdengar oleh pendengaranku. Aku memegang kepalaku yang terasa sangat sakit, mataku juga terasa berat untuk dibuka.
"Sttt" aku mendesis karena kepalaku terasa seakan-akan ingin meledak.
"Syasya! Bangun!" teriak Bunda lagi.
"Iya Bunda! Syasya udah bangun!" sahutku, suaraku terdengar berat. Sepertinya ini semua efek dari acara menangisku semalam. Aku kembali mencoba membuka mata dengan pelan, menerjap-nerjapkannya dan akhirnya mataku terbuka juga. Hal pertama yang kulihat adalah kegelapan. Aku telah biasa tidur tanpa penerangan, lampu tidur pun aku tidak punya. Aku mencoba bangun dari tidurku, walau pun pusing sedikit menganggu aku masih bisa menekan saklar lampu yang berada disamping tempat tidur.
Punggungku bersandar ke sandaran tempat tidur. Pusing masih menganggu kepalaku, mataku melirik jam dinding yang digantung diatas pintu. Sekarang masih jam setengah 6, Bunda memang selalu ketat soal ibadah. Aku menurunkan kakiku perlahan, memakai sendal tidurku yang berbulu-bulu dan masuk kedalam kamar mandi. Kuharap dengan ibadah, kepalaku terasa lebih baik.
Selepas ibadah aku berbaring kembali ditempat tidurku, mataku terpejam menahan denyutan demi denyutan dikepalaku. Kepalaku masih terasa sangat menyiksa, tapi tak sehebat tadi. Aku menegakkan badan dan tanpa sengaja melirik ponsel diatas narkas. Dadaku terasa sesak mengingat kejadian semalam. Sudah berkali-kali aku mencoba menghubunginya tapi nomornya tidak aktif, chat tidak dibalas, dia tak ada kabar apa pun setelah pertengkaran kami. Aku menjangkau ponsel itu dan segera mendial nomornya. Dan lagi, nomornya masih tidak aktif. Aku mendesah lesu, kenapa jadi seperti ini?
Sungguh aku tidak menginginkan situasi seperti ini. Aku beranjak dan mencharger ponsel. Daripada mikirin dia yang tak ada kabar, lebih baik aku membantu Bunda menyiapkan sarapan. Aku keluar dari kamar dan turun menuju lantai 1. Memasuki dapur, kulihat Bunda lagi memasak dan Bi Ren menyiapkan perlengkapan makan.
"Pagi Bun, pagi Bi Ren" sapaku.
"Pagi sayang"
"Pagi Non Syasya"
"Lagi buat apa nih, Syasya boleh bantu?" tawarku.
"Nggak perlu, ini juga hampir selesai" ujar Bunda yang sibuk dengan wajan yang penuh dengan nasi goreng.
"Asikkk nasi goreng, Bunda the best lah" aku membantu Bi Ren menyiapkan peralatan makan. Setelah semua beres, aku duduk dikursi meja makan dan mengambil nasi goreng sampai piringku penuh. Aku makan dengan sangat lahap, wajarlah semalam aku mengurung diri dikamar dan melewatkan jam makan malam. Bunda saja sampai melongo melihat nafsu makanku yang tak seperti biasanya. Dan sebagai penutup sarapan hari ini, aku meneguk air sampai 3 gelas.
"Alhamdulillah kenyang!" aku mengusap perutku yang buncit, jangan salah! Ini karena kekenyangan bukan karena hal lain. Kepalaku pun sekarang sudah sangat membaik, denyutan yang menyiksa itu tak lagi terasa.
"Kata Bi Ren kamu ga makan malam ya?" Tanya Bunda sambil terus menyuap makanannya. Aku terdiam, apa harus diceritakan atau nggak?
"Itu, aku ketiduran Bun. Hehehe" Ya Allah, ampuni hamba kali ini harus berbohong ke Bunda. Bunda mengangguk sebagai jawaban.
"Ayah sama bang Zico pergi jogging Bun?"
"Iya, seperti biasa" sekarang giliran aku yang mengangguk. Aku pun beranjak dari kursi dan mengambil piring kotorku untuk dicuci.
"Bun, aku cuci baju dulu ya"
"Oh ya, nanti ingetin Abang cuci pakaiannya ya. Bunda mau ke toko" Bunda memang mengelola toko sepatu, tapi disana ada karyawannya. Jadi Bunda masih punya banyak waktu untuk kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARLASYA (Completed)✔
Teen FictionProses Revisi Deisya, cewek biasa yang memiliki hubungan dengan salah satu cowok populer di sekolahnya. Hubungan yang sudah memasuki tahun ketiga. Arlando, seorang kapten basket menyatakan perasaannya saat pertengahan kelas IX. Hubungan Deisya dan A...