"Maaf, tadi gue juga ketiduran. Jadi gue sempat nggak denger Bang Zico nelfon." Risky menggaruk belakang kepala salah tingkah disertai cengiran lebar menghiasi wajah. Arlando mendesah pelan dan bersandar pada sandaran bangku yang berada tepat di depan ruang inap Deisya. Risky meringis dan memilih menundukkan kepala, memperhatikan sepasang sepatu hitam putihnya yang bergerak tak menentu.
"Palingan bentar lagi Deisya sadar lagi. Tadi dia sadar cuman sebentar. Nggak nyampe sejaman, tubuhnya masih lemah. Bicara pun dia susah tadi," ujar Zico lalu meneguk air dari botol kemasan. Arlando memejamkan mata, pikirannya melayang pada mimpi sebelum dia mendapat kabar dari Zico bahwa Deisya siuman. Perasaannya tidak enak saat mengingat mimpi itu. Mimpi yang memaparkan gadis yang dicintainya pergi untuk selamanya. Meninggal dirinya dengan seribu penyesalan yang menyesakkan dada serta menyiksa batin.
"Udahlah, yang penting lo dapet salam dari Deisya. Walaupun dalam keadaan kayak gitu, dia masih ingat elo. Kurang apalagi adek gue coba?" Membuka mata, Arlando pun tersenyum tipis. Hatinya menghangatkan saat Zico berkata seperti itu. Benar adanya, Deisya sempat menitipkan salam untuknya kepada Zico tadi. Bahkan kedua orang tua gadis itu juga ikut menjadi saksi.
"Gue pria beruntung. Tapi sayang, gue udah brengsek ke Deisya." Kembali Arlando menyalahkan diri.
"Nah, tuh lo tahu," respon Zico santai.
"Udahlah, mending lo banyak do'a deh Land demi kesembuhan Deisya," nasehat Elzan. Lagi-lagi anggukan respon Arlando. Ia tidak terlalu memiliki tenaga saat ini. Memang benar menunggu itu tidak menyenangkan.
"Gue denger Deisya siuman," suara Vannes terdengar disertai langkah kaki yang menggema dari arah kanan mereka. Serempak mereka menoleh. Vannes dan Arsen datang dengan langkah tergesa-gesa.
Zico mengangguk, "Iya, tadi sempat siuman. Tapi sekarang tidur lagi. Tubuhnya masih butuh istirahat." Dua lelaki itu mengangguk dan ikut duduk di bangku tunggu. Kesunyian melanda keenam lelaki tampan itu. Mereka sibuk dengan pemikiran masing-masing, yang pasti disetiap kepala mereka terdapat berbagai macam permasalahan yang berbeda. Hingga kesunyian itu pecah saat pintu ruang inap Deisya berdenyit dan terbuka. Tampaklah wajah dua orang gadis yang terlihat kusut serta di belakang mereka ada sepasang suami istri yang juga tak kalah kusut.
"Oh, kalian masih disini? Nggak pada pulang? Besok kalian masih sekolah loh," Lily berucap terkejut. Enam pria itu langsung berdiri dari duduk.
"Halo Tante, Om. Kami mau jenguk Deisya, baru sempat soalnya," jawab Vannes seraya tersenyum canggung.
"Lebih baik besok kalian jenguk, ya. Udah tengah malam ini, mending kalian pulang aja dulu. Besok pas pulang baru jenguk, oke?" usul Lily. Dengan terpaksa Vannes dan Arsen mengikuti kemauan dari wanita yang telah melahirkan dan membesarkan Deisya.
"Kalau gitu kami juga pamit pulang Bunda, Ayah," Nayla pun juga hendak pulang, begitu pun Keyla.
"Iya, tapi kalian pulang sama siapa, sayang? Zico yang anterin, ya!?" usul Lily tanpa meminta persetujuan Zico. Tapi sepertinya Zico tidak keberatan, "Biar abang aja yang nganterin kalian."
Dua gadis itu pun setuju. Tidak berselang lama, mereka pun mulai meninggalkan ruang inap Deisya. Begitu pun dengan Arlando. Tampak raut keterpaksaan yang kentara diwajahnya. Vannes yang melihat itu menepuk bahu Arlando pelan. Dan itu membuat sang empu menoleh. "Bisa ikut gue sebentar?"
Walaupun dilanda kebingungan, lelaki pemilik mata tajam itu mengangguk. Jadilah sekarang dua sahabat itu berpisah dari rombongan pulang, berputar arah dan berhenti di depan ruang rawat inap yang sangat familiar oleh Arlando. Ruangan ini sering ia kunjungi sebelum Deisya mengalami kecelakaan. Dan sekarang ia merasa sedikit asing dengan ruangan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARLASYA (Completed)✔
Teen FictionProses Revisi Deisya, cewek biasa yang memiliki hubungan dengan salah satu cowok populer di sekolahnya. Hubungan yang sudah memasuki tahun ketiga. Arlando, seorang kapten basket menyatakan perasaannya saat pertengahan kelas IX. Hubungan Deisya dan A...