9. HITAM PUTIH

1.9K 106 5
                                    

"Oh ya, kenapa kamu bawa aku kesini sih?" tanya Deisya. Mereka masih ditaman, dengan sebotol minuman dingin ditangan masing-masing. Mata mereka melihat kedepan.

"Sekarang aku mau kamu jujur, kenapa kamu bisa berurusan sama Eric?" Arlando menatap Deisya serius. Tangan gadis itu memilin seragamnya.

"Sya?"

"Kamu ingat hari dimana aku dipanggik Bu Rian?" Arlando mengangguk.

"Waktu mau nyamperin kamu, aku ga sengaja mergokin mereka lagi mukul Herland. Aku ga tega liat Herland dipukulin, walau pun Eric ga ikut mukul. Jadi aku coba mencegah mereka, tapi merekanya marah. Untung ada guru yang kebetulan lewat, jadi mereka ga jdi marah dan pergi" jelas Deisya dengan kepala tertunduk. Dia tidak berani melihat ekspresi Arlando.

"Kamu seharusnya ga usah ikut campur urusan mereka." Ntah perasaan apa yang dirasakan Arlando saat ini, apa itu kesal, marah, takut atau khawatir. Semua bercampur aduk.

"Ya udah, kamu ga perlu takut lagi. Biar aku yang urus" Arlando mengusap pelan kepala Deisya.

"Kamu gakan ngelakuin yang macem-macem kan?"

"Macem-macem gimana sih maksud kamu. Udah yok pulang, keburu malam nih" Arlando mengambil botol kosong dari tangan Deisya dan membuangnya di tempat sampah terdekat.

~~~

Sebuah mobil hitam berhenti didepan rumah minimalis bertingkat 2 dengan abu-abu yang mendominasi dindingnya. Pria paruh baya yang lagi mencukur jenggot lari keluar dari posnya dan segera membukakan gerbang agar mobil itu bisa masuk. Mobil itu berhenti disebelah mobil abu-abu yang sudah parkir duluan ditempat itu. Pengemudi mobil itu pun keluar, berjalan kearah rumah itu seraya tersenyum kearah satpam tadi.

"Terima kasih ya Pak Yanto" ujar pria yang masih berumur 44 tahun. Satpam tadi mengangguk dan masuk ke posnya kembali. Tangannya menggapai ganggang pintu, tapi pintu itu telah dibuka duluan oleh seorang wanita yang masih cantik diumur yang tak bisa dikatakan muda lagi.

"Assalamu'alaikum"

"Walaikumsalam, gimana ngantor hari ini? Lancar?" wanita itu bertanya dan mengambil alih tas kerja suaminya.

"Alhamdulillah lancar, anak-anak dimana? Sepertinya kita kedatangan tamu ya?" tanya pria itu dan merangkul mesra istrinya.

"Ya kamu pasti senang melihatnya lagi"

"Aku tidak pernah senang melihat anak itu" wanita itu terkekeh.

"Kamu langsung ke meja makan saja, mereka udah pada lapar tuh nungguin kamu pulang" pria itu mengangguk dan langsung mengarahkan kakinya ke ruang makan. Celotehan anak-anaknya terdengar dari luar ruang makan, tapi suara itu langsung lenyap ketika pria itu tiba.

"Ayah! Baru nyampe ya? Syasya udah kelaperan nih, yuk makan" Deisya berlari kearah ayahnya, mencium tangan sang ayah dan langsung menariknya untuk segera bergabung dimeja makan. Zico berdiri dan menyalami ayahnya, begitu pun dengan Arlando "sang tamu".

"Wah wah, masih berani kamu kerumah saya? Ga kapok-kapok juga hmm?" nada sarkasme terdengar dari suara ayahnya membuat Deisya meringis dalam hati.

"Tentu saja om, masa saya cepat nyerah sih? Ga laki itu namanya!" Arlando menjawab dengan santai.

"Jadi kamu belum nyerah ya? Berarti kamu bisa menerima tantangan om?" Ayah Deisya menyeringai jahil.

"Ohh tentu, saya selalu bisa om!" Arlando meragukan jawabannya saat ini.

"Itu baru laki namanya" Zico menepuk punggung Arland sambil tertawa.

"Pada ngobrol! Katanya udah pada laper, ayo makan" sahut Lyli, bundanya Deisya yang langsung dikerjakan oleh semua penghuni meja. Mereka makan dengan santai begitu pun Arlando yang sudah terbiasa dengan keluarga Deisya. Arlando dapat merasakan kekeluargaan disini ketimbang dirumahnya sendiri.

ARLASYA (Completed)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang