------
Bukankah lepas dari rasa sakit yang diperbuat Arland akan membuatnya bebas. Bebas dari rasa sesak. Tapi kenapa? Kenapa rasa sesaknya semakin bertambah. Rantai yang membelenggu semakin erat.
------
"Yakin lo mau sendiri aja disini? Gue jadi nggak enak tinggalin lo nih" terlihat raut khawatir di wajah Nayla. Deisya tersenyum lembut dan mengusap bahu Nayla untuk menenangkan.
"Nggak papa kok Nay. Gue udah biasa belajar sendiri di kelas. Apalagi ini masih siang, masih lama sore kok. Kan guru lagi rapet juga, sekolah nggak sepi amat" ucap Deisya. Nayla menggigit kukunya cemas. Sehabis diintrogasi oleh empat sahabat Arland tadi, mereka memutuskan untuk pulang. Tapi Deisya memilih untuk belajar dikelas.
"Kan lo bisa belajar dirumah Sya" sahut Keyla yang tampangnya sudah kusut. Cewek itu sangat ngantuk.
"Kalo dirumah gue nggak bisa fokus Key. Udah pulang aja kalian, jangan khawatirin gue" Deisya mendorong bahu Nayla dan Keyla, memaksakan mereka untuk tidak mengkhawatirkannya. Mereka berdua pasrah dan berjalan menjauh dari Deisya.
"Ya udah, kami pulang duluan ya Sya! Bye!" pamit Nayla sambil melambai, Keyla juga melambaikan tangan dengan lesu. Kentara sekali bahwa cewek tomboi itu sangat ngantuk. Deisya terkekeh dan melambai balik.
"Dasar! Ada-ada aja deh!" bisik Deisya sambil tersenyum senang. Deisya berbalik dan duduk dibangkunya dengan kepala ditopang tangan kanan sambil menatap keluar jendela dengan tatapan kosong. Sebenarnya tujuan Deisya bukanlah hanya belajar, tetapi untuk menyendiri. Keputusannya untuk memutuskan Arlando masih menyita seluruh pikiran. Inilah pilihannya sekarang, menyendiri dibalik alasan belajar. Menenangkan kegelisahan akan penyesalan yang timbul setelah perkataan yang dia hindari terucap begitu saja. Kata yang nyatanya menjadi bom penyesalan yang meluluh lantahkan hatinya. Betapa bodoh.
"Huft" helaan nafas keluar dari bibir merah mudanya. Posisi kepala berpindah ke atas meja, masih tetap menatap kosong lapangan basket diluar sana. Bukankah lepas dari rasa sakit yang diperbuat Arland akan membuatnya bebas. Bebas dari rasa sesak. Tapi kenapa? Kenapa rasa sesaknya semakin bertambah. Rantai yang membelenggu semakin erat.
Tak terasa cairan emosi kembali muncul, membuktikan bahwa Deisya tak kuat lagi. Rantai itu terlalu sesak sehingga ia tidak bisa menahannya. Katakan saja Deisya lebay, masa putus cinta jadi cengeng. Tapi, siapa yang tidak sedih ketika orang yang begitu berarti pergi menjauh dari hidupmu? Deisya tidak akan kuat.
Mata cokelatnya mulai tertutup. Berharap jika mata itu tertutup, sesak dari sang sakit juga ikut tertutup dan lenyap. Deisya berharap akan itu.
~
Kaki terasa kebas, leher juga susah digerakkan. Manik coklat itu kembali terlihat, menerjap-nerjap dan memandang sekitar dengan dahi menyerngit. "Gue ketiduran ternyata," ucapnya lirih. Melirik jam tangan putih ditangan kiri, jarum pendek mengarah diantara angka 3 dan 4 sedangkan jarum panjang menunjuk angka 7. Sudah satu setengah jam dia ketiduran, ia terkejut. Langsung saja dia membereskan buku dan memasukannya kedalam ransel biru. Susana sekolah sudah sangat sepi, membuat hawa sedikit menjadi mencekam. Apalagi sekolah Deisya bukan punya balkon, tetapi koridor. Sehingga cahaya matahari kurang masuk kedalam. Desiya melanjutkan langkah, mencoba berani. Kakinya baru akan menuruni tangga ketika suara deringan di ponselnya terdengar. Deisya sedikit terhenyak. Segera dia mengambil ponsel.
"Hallo Nay!" jawabnya.
"Hallo Sya, lo masih di sekolah?"
"Nih gue mau turun buat pulang, emang napa Nay?" Deisya berbelok untuk menuruni tangga selanjutnya, tangga menuju lantai kelas X.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARLASYA (Completed)✔
Teen FictionProses Revisi Deisya, cewek biasa yang memiliki hubungan dengan salah satu cowok populer di sekolahnya. Hubungan yang sudah memasuki tahun ketiga. Arlando, seorang kapten basket menyatakan perasaannya saat pertengahan kelas IX. Hubungan Deisya dan A...