17. HERLANDO

1.5K 86 8
                                    

Bugh!

"Kemana aja lo dari tadi hah? Gue pikir lo udah nyamperin Deisya, tapi lo malah asik molor tanpa peduliin adek gue yang sendirian ditempat sesepi itu! Emang anj*ng lo" Arlando menerima amarah Zico tanpa perlawanan. Dia juga sadar kalau ini merupakan salahnya juga.

"Udah bang, dia ga salah apa-apa" sela Deisya.

"Kamu juga! Kenapa ga bawa Hp?" Zico beralih memarahi Deisya yang berdiri disampingnya.

"Maaf, aku lupa" cicitnya. Zico menghela nafas penjang.

"Ya udah kamu masuk sana!" perintah Zico. Deisya melirik Arlando yang terduduk ditanah, mata mereka bertemu. Deisya pamit yang dibalasi senyuman oleh Arlando, dia pun akhirnya masuk kedalam rumah.

"Kali ini lo gue maafin, pulang sana!" Zico pun juga memasuki rumahnya. Arlando bangkit dan menyentuh pipi bekas pukulan Zico. Dia memasuki mobilnya, ponselnya berbunyi tepat saat dia menghidupkan mobil. Ternyata dia mandapatkan sebuah pesan dari Deisya.

Maafin Bang Zico ya, dia hanya kebawa emosi. Kamu hati-hati ya

From: my Syasya

Arlando tersenyum membaca pesan itu. Dia memandang rumah Deisya sebentar lau menjalankan mobilnya menjauh dari rumah itu.

~~~

Suasana hening selalu menyambut Arlando ketika membuka pintu besar itu. Para pekerja dirumah sudah kembali kekeluarga masing-masing untuk beristirahat. Dia pun menaikki tangga menuju kamarnya yang berada dilantai 2. Mendadak langkahnya terhenti ketika pintu kamar adiknya sedikit terbuka, dia mengintip disela pintu itu. Penerangan dalam kamar itu sangat minim, hanya lampu tidur yang berpendar sehingga dia tak terlalu jelas melihat keadaan kamar itu. Tapi, dia masih bisa melihat bayang seseorang yang duduk dilantai sambil bersandar ke kasur. Kepala orang itu tertunduk dengan rambut acak-acakan, tangan kanannya memegang perutnya. Merasa ganjil, Arlando membuka pintu itu lebih lebar dan menekan saklar lampu yang tepat berada disamping pintu masuk. Setelah semua tertimpa cahaya lampu, dia terkejut dengan kondisi adiknya saat ini. Ternyata tangan kanan adiknya menekan perutnya yang pendarahan, wajah adiknya sudah memucat bak mayat serta matanya setengah terpejam.

"Astaugfirullah, Dek! Lo kenapa?" kecemasan Arlando memuncak. Dia menghampiri sang adik yang mulai kehilangan kesadarannya. Dengan tangan bergetar, dia menghubungi ambulance. Keringat dingin menjalar ditubuhnya. Takut, itulah yang dia rasakan. Takut kehilangan adik satu-satunya. Dia membopong tubuh adiknya setelah ambulance tiba. Kebetulan Vannes mendengar sirine ambulance dari rumah sahabatnya. Dengan cepat dia keluar dan melihat Arland masuk kedalam ambulance dengan adiknya yang terbaring tak sadarkan diri. Segera dia membuntuti ambulance itu dengan motor.

"Land! Adek lo kenapa?" Vannes menghampiri Arlando yang sedang mondar mandir didepan UGD. Arlando sempat terkejut dengan kedatangan sahabatnya ini, tapi kecemasannya pada sang adik lebih mendominasi.

"Ga tau gue, perutnya kayak habis kena tusuk" jawabnya. Vannea terdiam, dia memilih untuk duduk diruang tunggu. Arlando pun juga ikut duduk menunggu sang adik sambil berdo'a.

Sejam menunggu, seorang dokter pria yang sepertinya berusia sekitar 40-an keluar dari ruangan itu. Arlando langsung bangkit dan mendekat ke dokter tersebut.

"Keluarga pasien?" tunjuk dokter itu ke Arlando.

"Iya dok, saya Abangnya. Gimana keadaan adik saya?"

"Lukanya tidak terlalu dalam, tapi dia banyak kehilangan darah. Tenang, pasokan darah yang sesuai dengan golongan darahnya masih tersedia. Setelah ini pasien akan dipindahkan keruang inap. Dimohon segera mengurus administrasinya ya" jelas dokter itu.

ARLASYA (Completed)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang