Arland berjalan gontai memasuki rumah, bajunya kusut lantaran angin menerpanya dengan kencang. Ruang tamu menjadi pemandangan pertama yang dilihatnya, ruang itu kosong, ruang keluarga juga begitu, ruang makan dan dapur juga tidak berbeda. Dia mendesah pelan, sang ayah tidak akan pulang dengan cepat beberapa hari lantaran mengurus sebuah kasus. Tangan kekarnya menarik lemari pendingin pelan, haus melanda membuatnya perlu air untuk menyegarkan kerongkongan. Bukannya air yang diambil, melainkan sebuah kue black flores dengan coretan kata selamat diatasnya. Arland menyerngit, dia tidak ingat memesan kue kesukaannya ini, bahkan kue dari Lia bukanlah kue ini. Dia meletakkannya diatas meja makan, ditatapnya dalam kue itu sambil mengira-ngira siapa pengirim kue ini.
"Arland! Kamu baru pulang? Udah makan nak?" suara mbok Idah mengejutkannya.
"Oh, udah kok, mbok gimana udah makan belum?" Arland bertanya balik, mbok Idah menggeleng dan mengambil piring dari rak.
"Nih mbok mau makan, kamu ga makan lagi? Mbok bikin makanan kesukaan kamu loh!" tawar mbok Idah, cowok itu kembali menggeleng sambil tersenyum.
"Makasih mbok tapi besok aja, oh ya ini kue dari Papa ya?" tunjukknya ke kue misterius itu. Mbok Idah sedikit menegang.
"I.. Itu kue tadi mbok dapet dari.. Ada yang ngirim tadi!" jawab paruh baya itu ragu, Arland memandang aneh mbok Idah tau bahwa dia berbohong.
"Mbok itu emang ga bisa bohong ya. Kue ini dari siapa mbok?" mbok Idah mulai gelisah.
"Itu, orangnya bilang tidak boleh kasih tau kamu. Jadi mbok nggak bisa bilang, maaf ya Nak!" jujurnya. Sebenarnya mbok Idah tau ada yang aneh dengan tingkah Deisya tadi pagi. Matanya merah seperti habis nangis, ia tak bisa bertanya lebih karena merasa kasihan.
"Deisya ya?" telak Arland, secara terpaksa mbok Idah mengangguk. Cowok bermata tajam itu langsung berdiri dengan mata terkejut.
"Kapan dia kesini?"
"Huft, dia kesini tadi pagi. Kamu ngapain dia sih? Matanya tadi tuh merah kayak habis nangis, mbok jadi kasihan liat anak itu" mbok Idah duduk didepan Arland dan mulai menyuap makanan. Arland terdiam, kenapa Deisya menangis? Apa yang terjadi? Kenapa dia tidak menghampiriku? Kenapa dia hanya meletakkan kue di dalam kulkas? Kenapa dan.. Dimana dia saat ini? Itulah pikiran Arland saat ini. Tanpa pamitan, Arland segera melesat pergi membelah jalanan ibu kota. Pikirannya saat ini hanya Deisya.
Tak lama, motor hitamnya mulai menampakkan diri dipekarangan rumah Deisya yang dihiasi lampu taman, membuat suasana malam menjadi indah.
Tok! Tok! Tok!
Arland mengetuk pelan pintu rumah Deisya, tak selang beberapa detik penghuni rumah telah membuka pintu untuknya, tapi bukan sapaan ramah yang didapatkan, kedinginan menyergap dirinya dan membelenggu. Tatapan dingin Zico membuatnya sedikit merinding.
"Ngapain lo disini hah?" suara Zico sangat dingin.
"Gue mau bertemu sama Deisya Bang, dia ada kan?" desak Arland, dia tidak peduli dengan dinginnya Zico saat ini. Prioritas utamanya hanya bertemu dengan Deisya.
"Oh, jadi lo masih inget sama adek gue? Gue pikir lo udah amnesia dan ngelupain dia" sakartis Zico, Arland tertegun. Ucapan Zico sangat menusuknya. Tangannya terkepal kuat.
"Dimana Deisya?" tanyanya lagi. Tawa remeh Zico pecah, dia bersedekap dan menatap Arland tajam.
"Mau apa lo sama adek gue? Mau sakitin lagi hah?"
"Gue tanya dimana Deisya" desis Arland yang sudah tidak bisa menahan emosi.
Buk!
Sebuah pukulan lepas dari tangan Zico, Arland mundur beberapa langkah dengan denyutan disekitar bibirnya. Nafasnya memburu, tapi dia mengenal siapa lawannya saat ini lebih baik ia mencoba menahan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARLASYA (Completed)✔
Teen FictionProses Revisi Deisya, cewek biasa yang memiliki hubungan dengan salah satu cowok populer di sekolahnya. Hubungan yang sudah memasuki tahun ketiga. Arlando, seorang kapten basket menyatakan perasaannya saat pertengahan kelas IX. Hubungan Deisya dan A...