Arlando Pov
Sebuah sapuan terasa dibahuku, kepalaku mendongak melihat gadis yang tersenyum tenang menatapku. Senyumku mengembang membalas senyuman gadis itu, dia menempatkan diri di samping kiriku, menatap jauh kedepan masih dengan senyum manis dibibirnya yang merah muda. Aku terus memeperhatikan gadis itu, angin menerbangkan helaian surai hitamnya yang indah. Aku terpana sesaat, merasa diperhatikan gadis itu menoleh kearahku, manik coklatnya bertubrukkan dengan mata hitam legamku.
"Kenapa?" suara merdu gadis itu mengalun indah di telingaku. Tanganku menangkup pipi tembemnya, dan mengelusnya dengan ibu jariku.
"Aku kangen" ucapnya pelan. Gadis itu terkekeh geli, diambilnya tanganku yang berada dipipinya dan digenggam erat.
"Yakin kamu kangen sama p*****r kayak aku?" suara gadis itu menjadi sinis, senyuman yang mulanya manis berubah dengan seringai. Aku tersentak. Tiba-tiba semuanya berubah gelap, aku berdiri ditengah kegelapan. Sekitarku gelap. Hanya satu cahaya yang tepat dikepalaku saat ini. Sosok gadis tadi sudah menghilang, hanya diriku seorang disini, ditempat yang teramat gelap. Aku berteriak memanggil nama Deisya sampai tenggorokanku menjadi sakit, tapi tak sedikit pun suara yang keluar dari bibirku. Aku tak tau apa yang terjadi, aku sangat bingung. Sekitarku hanyalah ruang hampa tak berujung, semuanya sangat gelap. Aku meringkuk ketakutan, memeluk diriku mencoba menenangkan diri.
"Kamu anggap aku p*****r! Kamu merendahkanku!" sebuah suara bergema keras diruangan ini. Aku menutup telinga, berharap suara itu tidak masuk kedalam telingaku. Tapi itu mustahil, suara itu sangat keras sampai-sampai gendang telingaku ingin pecah.
"Kamu ngapain sama Lia di rooftop kemaren hah?" telingaku semakin sakit.
"Kamu ga bisa jawabkan?" air mata mulai menetes.
"Kita break aja!" aku tak bisa menahannya lagi.
Mataku langsung terbuka, nafasku terengah-rengah. Keringat membasahi tubuhku, rasanya sangat lengket. Aku mengusap wajah gusar, mimpi tadi sangat menyiksa. Aku melenguh resah. Mataku menyusuri setiap sudut kamar, remang-remang.
"Hah! Hah hah!" nafasku masih belum stabil, nafasku terengah-engah bagai orang yang sehabis lari sprint. Aku berusaha menegakkan tubuh, punggung kusandarkan dan kepala kudongakkan. Pening menyerang, kucoba menghilangkannya dengan pijatan kecil dipelipis. Ringisan keluar dari bibir, mataku kembali menerjap, berharap sakit ini segera hilang. Setelah beberapa menit, sakit itu akhirnya sedikit hilang. Tapi sakit yang lain mulai menampakkan diri, rasanya sangat menyesakkan. Aku mengacak rambut kasar, nafasku kembali memburu. Mimpi tadi kembali terbayang, suara kecewa Deisya terus terngiang, sosoknya yang melihatku dengan tatapan tajam terpatri di ingatanku. Aku melakukan kesalahan lagi, tapi kali ini sangat besar. Aku tak yakin Deisya bisa memaafkanku lagi, rasa kecewanya sangat besar kepadaku. Deisya yang menjauh adalah mimpi buruk yang pernah ada. Dengan sangat lancang, air bening keluar dari mataku. Seharusnya aku tidak kembali dikuasai oleh kecemburuan. Malam itu emosiku sangat memuncak, aku tak bisa mengendalikan diri.
Drrrtttt... Dddrrrrrtttt.....
Ponsel hitamku bergetar di atas nakas, aku menjangkaunya dengan lesu. Nama Papa terpampang di sana, helaan nafas terdengar, aku yakin berita yang sangat tidak mengenakan akan segera kuterima.
"Hallo Assalamu'alaikum Pa"
"Wa'alaikumsalam. Lan, malam ini Papa kayaknya pulang larut, kamu makan sendiri lagi ga papa kan?" suara Papa terdengar sangat lelah. Entah kenapa hal itu menular kepadaku.
"Ya ga papa kok Pa. Papa fokus aja sama masalah ini, Lando ngerti kok" ucapku lesu.
"Ya udah, jangan lupa makan malam ya!" ingat Papa lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARLASYA (Completed)✔
Teen FictionProses Revisi Deisya, cewek biasa yang memiliki hubungan dengan salah satu cowok populer di sekolahnya. Hubungan yang sudah memasuki tahun ketiga. Arlando, seorang kapten basket menyatakan perasaannya saat pertengahan kelas IX. Hubungan Deisya dan A...